Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aksara yang Tak Mampu Bersuara
MENU
About Us  

Nara duduk di meja belajar sambil menatap fokus layar laptopnya. Sejak satu jam yang lalu, Nara tidak bisa memutuskan. Seharusnya, ia akan mengunggah dua bab terakhir novelnya hari ini. Namun, hatinya masih terasa sangat berat.

"Enaknya diunggah kapan, ya? Besok udah hari terakhir sekolah," gumamnya.

Betul, esok akan menjadi hari terakhir Nara sebagai siswa. Mengingat kenyataan itu membuat Nara sedih. Pada akhirnya, ia harus melepaskan dan menyaksikan sosok itu terbang bebas menggapai mimpinya.

"Yaudah, sekarang aja, deh," ucapnya.

Setelah mengunggah dua bab terakhir, Nara langsung segera mematikan laptopnya.

"Semoga besok ada sesuatu yang seru."

***

Jam menunjukkan pukul enam pagi. Nara sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Di hari terakhir ini, akan ada pengumuman siapa saja murid yang telah diterima di universitas. Tentunya, nama Nara tidak akan ada disana. Ia ingin tahu dimana sosok itu diterima kuliah. Tak lupa juga, ia membawa buku biru dan laptop kesayangannya.

"Bun, Nara berangkat dulu, ya."

Wanita paruh baya itu mengangguk. "Hati-hati, ya, sayang!"

Lima belas menit telah berlalu. Kini, Nara sudah menapakkan kaki di depan gerbang sekolahnya. Gerbang yang akan dirindukannya. Gadis itu menghela nafas berat, lalu masuk ke area sekolah. Nara sibuk mengamati setiap sudut sekolahnya.

Tiga tahun yang lalu, ada seorang gadis dengan ekspresi bahagia masuk menyusuri sekolah ini. Senyum manis tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Nara begitu antusias untuk melihat setial sudut di sekolah barunya ini. Tanpa sadar, pandangan matanya menangkap sosok yang sedang berdiri di ujung kooridor. Sosok yang dilihatnya di hari pertama ini menjadi sosok yang menghiasi kepalanya tiga tahun kedepan.

"Nggak terasa, semuanya berjalan begitu cepat," ucap Nara. "Kira-kira, lo bakal terbang kemana, ya? Apakah lo akan terbang sejauh itu dan menciptakan jarak yang jauh juga untuk kita?"

Hari ini, semua murid kelas 12 akan dikumpulkan menjadi satu di lapangan. Pihak sekolah sudah menyediakan tends dan juga kursi. Nara memilih duduk di pojok. Selama tiga tahun bersekolah, Nara tidak terlalu punya teman dekat. Ia berteman dengan siapa saja, tetapi tidak ada yang dekat. Karena itu, ia lebih banyak menghabiskan waktu sendiri.

Saat yang ditunggu telah tiba. Perwakilan dari sekolah akan menyebutkan siswa dan siswi yang telah diterima. Nara mendengarkan dengan seksama. Nama yang ditunggunya tak kunjung dibacakan juga. Setelah satu jam lebih menunggu, akhirnya datang juga.

"Hah?" ucapnya.

"Selamat, ya. Kamu sudah berhasil diterima di University of Melbourne," ucap salah seorang guru.

Nara mematung di tempat. Melbourne? Sosok itu akan pergi ke Australia? Mendengar itu, satu sisi, Nara bahagia. Disisi lainnya, Nara juga sedih. Jarak yang begitu jauh memisahkan mereka. Namun, mau bagaimana lagi? Ia tidak bisa melakukan apapun.

"Selamat, ya. Meskipun lo nggak akan pernah tahu ada gue disini dan mengucapkan ini, tapi setidaknya gue lega. Turut bahagia atas pilihan itu. Sekarang, gue harus melepas lo pergi jauh diatas langit. Sukses terus, ya," ucap Nara dengan memandangi sosok itu dari jauh.

Malam ini, Nara hanya sibuk menatap langit yang cerah. Banyak bintang menghiasi malam ini. Ia sesekali tersenyum mengingat kejadian seru di sekolah. Sesekali bersedih karena tidak bisa melihat muse-nya lagi.

"Anak bunda kenapa ini? Ada masalah sama hari terakhir sekolah?"

Gadis itu menggeleng pelan.

"Terus kenapa, dong? Nggak biasanya anak bunda melamun seperti ini. Awas nanti kerasukan, loh!"

Nara langsung menjawab. "Aduh, bun. Nggak baik ngomong begitu."

"Habisnya, kamu diam aja."

"Nara cuma mikir, apa setelah ini aku masih bisa menulis? Dia pergi, bun. Pergi ke Australia. Jauh banget, kan?"

Bunda membelai rambut Nara dengan lembut. Kemudian, wanita paruh baya itu tersenyum manis ke arah anak semata wayangnya. "Bisa, pasti bisa. Bunda yakin, kamu pasti bisa terus berkarya. Meskipun dia jauh disana, kamu masih bisa ingat wajahnya, kan?"

Nara mengangguk.

"Bunda nggak sabar baca tulisan kamu, Ra."

Gadis itu menggeleng. "Nggak. Bunda nggak boleh baca, ya!"

"Lho, kenapa?"

"Nara malu, bun!"

Bunda tersenyum. "Masa tulisannya dibaca nggak boleh? Anggap aja bunda sebagai pembaca kamu."

"Hm, iya, deh. Bunda boleh baca."

Obrolan itu terhenti ketika ponsel Nara berbunyi. Gadis itu segera menyalakan ponsel dan mengecek notifikasinya. Lima menit Nara membaca dan mematung. Tangannya bergetar.

"Ra, kamu kenapa?"

Tanpa menjawab, Nara segera menyodorkan ponsel ke bundanya.

"Bun, itu serius? Nara nggak salah baca, kan?"

Bunda tersenyum dan memeluk Nara. Wanita itu menangis ketika membaca pesan yang ada di ponsel Nara. "Nggak, kamu nggak salah baca. Selamat, ya, sayang. Bunda bangga."

Mendengar bundanya menangis, Nara menjadi ikut menangis. Ucapan yang tidak sengaja terucap satu minggu lalu, kini menjadi kenyataan. Gadis itu segera membalas pesan yang dikirimkan oleh sebuah penerbit.

Jam menunjukkan pukul sebelas malam, Nara belum bisa tidur. Kejadian beberapa jam yang lalu terasa seperti mimpi. Selain itu, Nara sibuk berbalas pesan dengan penerbit itu. Rencananya, mereka akan bertemu esok hari untuk membicarakan kelanjutan naskahnya.

"Rasanya, nggak nyata, ya? Apa memang gue masih dalam mimpi?" ucapnya sambil menepuk pipi. "Duh, sakit. Berarti tandanya ini nggak mimpi. Astaga, Ra. Lo berhasil! Mimpi yang selama ini sebatas angan akan segera terwujud."

Nara menatap langit-langit kamarnya. Kemudian, ia membuka sketsa wajah sosok yang dilukisnya beberapa minggu lalu. Bibir Nara tertarik hingga menciptakan senyim yang indah. Gadis itu mengusap sketsa wajah gambarannya.

"Makasih, ya. Makasih karena lo udah berhasil buat karya gue dilirik penerbit. Makasih juga karena lo menjadi muse gue."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
SHADOW
6078      1823     0     
Fantasy
Setelah ditinggalkan kekasihnya, Rena sempat mencoba bunuh diri, tapi aksinya tersebut langsung digagalkan oleh Stevan. Seorang bayangan yang merupakan makhluk misterius. Ia punya misi penting untuk membahagiakan Rena. Satu-satunya misi supaya ia tidak ikut lenyap menjadi debu.
Premium
Titik Kembali
5922      1930     16     
Romance
Demi membantu sebuah keluarga menutupi aib mereka, Bella Sita Hanivia merelakan dirinya menjadi pengantin dari seseorang lelaki yang tidak begitu dikenalnya. Sementara itu, Rama Permana mencoba menerima takdirnya menikahi gadis asing itu. Mereka berjanji akan saling berpisah sampai kekasih dari Rama ditemukan. Akankah mereka berpisah tanpa ada rasa? Apakah sebenarnya alasan Bella rela menghabi...
Edelweiss: The One That Stays
2216      900     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Dear N
15518      1757     18     
Romance
Dia bukan bad boy, tapi juga bukan good boy. Dia hanya Naufal, laki-laki biasa saja yang mampu mengacak-acak isi hati dan pikiran Adira. Dari cara bicaranya yang khas, hingga senyumannya yang manis mampu membuat dunia Adira hanya terpaku padanya. Dia mungkin tidak setampan most wanted di buku-buku, ataupun setampan dewa yunani. Dia jauh dari kata itu. Dia Naufal Aditya Saputra yang berhasil m...
A.P.I (A Perfect Imaginer)
175      149     1     
Fantasy
Seorang pelajar biasa dan pemalas, Robert, diharuskan melakukan petualangan diluar nalarnya ketika seseorang datang ke kamarnya dan mengatakan dia adalah penduduk Dunia Antarklan yang menjemput Robert untuk kembali ke dunia asli Robert. Misi penjemputan ini bersamaan dengan rencana Si Jubah Hitam, sang penguasa Klan Kegelapan, yang akan mencuri sebuah bongkahan dari Klan Api.
Premium
MARIA
7911      2337     1     
Inspirational
Maria Oktaviana, seorang fangirl akut di dunia per K-Popan. Dia adalah tipe orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, jadi dia hanya menghabiskan waktunya sebagian besar di kamar untuk menonton para idolanya. Karena termotivasi dia ingin bercita-cita menjadi seorang idola di Korea Selatan. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Lee Seo Jun atau bisa dipanggil Jun...
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
6981      1608     1     
Romance
Seorang wanita berdarah Sunda memiliki wajah yang memikat siapapun yang melihatnya. Ia harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lain hal tak terduga lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditolak. Bukan karena ia penyuka sesama jenis! Tetapi karena ia sedang menunggu orang yang namanya sudah terlukis indah diha...
Premium
Di Bawah Langit yang Sama dengan Jalan yang Berbeda
22107      1900     10     
Romance
Jika Kinara bisa memilih dia tidak ingin memberikan cinta pertamanya pada Bian Jika Bian bisa menghindar dia tidak ingin berpapasan dengan Kinara Jika yang hanya menjadi jika karena semuanya sudah terlambat bagi keduanya Benang merah yang semula tipis kini semakin terlihat nyata Keduanya tidak bisa abai walau tahu ujung dari segalanya adalah fana Perjalanan keduanya untuk menjadi dewasa ti...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
3174      1604     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Hyeong!
187      162     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...