***
"Buang-buang waktu punya anak gak ada yang bisa dibanggain sama sekali. Selalu terlambat!" celoteh seorang lelaki yang memakai jas hitam yang sedang duduk di kursi meja makan. Lelaki itu memandangi tangga melingkar yang berada di dekat pintu kamar pembantu. Hingga dua sosok remaja muncul dari bagian atas tangga.
"Maaf, Pa, kalau kita lama datangnya. Si aRaya mandinya wacana, mau jalan-jalan dulu. Jadi, lama, hehehe," ujar Zaki mencari alasan agarmereka berdua tidak berdua tidak teerkena marah dari sang tuan besar. Meskipun kata-kata pedas tetap keluar dari mulut Alvino.
"Lima belas menit waktu Papa terbuang sia-sia cuma buat nungguin kalian. Padahal, 15 menit bisa buat Papa pakai buat nyalin lima artikel di internet," jawab Papa dengan wajah berkerut.
"Nggak ada yang minta ditungguin juga," lirih Raya di dalam hati.
Zaki dan Raya duduk bersebelahan menghadap Papa. Hanya sajaterhalang meja makan yang di atasnya telah tersedia stik potato dan orange juice sebagai penyegar. Suasana sedikit hening, tetapi dengan kecerdasan otak Zaki, iamenimbulkan topik di dalam benaknya, "Lain kali, Papa nggak usah nunggin kita. Inget kata Dilan, menunggu itu berat. Jadi, aku aja yang nunggu," celetuknya sembari melipat tangan di dada.
Raya menepuk keras bahu Zaki dan berkata, "Ah, ngarang, lu, Bang! Orang Dilan bilangnya rindu, bukan nunggu!"
"Nah, kan, itu Dilan yang ngomong, bukan Zaki!" sahut Zaki menyenggol bahu adiknya.
"Apa Papa harus sita ponsel kalian? Biar kalau lagi kumpul bahasnya perkalian, bukan Dilan," sela Papa yang membuat Zaki dan Raya terdiam.
Tanpa berlama-lama, mereka mulai menyantap sarapan yang dibuat sepenuh hati oleh Bi Enggi. Enggiena Dewatara, pembantu keluarga Bagaswara yang telah bekerja setelah tujuh tahun lamanya. Rambut panjang sepantat disemir cokelat dan hidung mancungnya yng mepesona kini telah berumur 40 tahun. Bi Enggi sudah dianggap ibu kedua setelah mama kandung Zaki dan Raya. Karena ketulusan dan hati baik Bi Enggi kepada Zaki dan Raya, kedua saudara itu menyayangi Bi Enggi.
Di tengah-tengah makan bersama, Papa tiba-tiba menghela napas dan berkata, "Bagaimana, Bang, ujiannya? Sempurna nilainya?"
Zaki yang sedang asyik melahap makanannya langsung meletakkan sendok di sebelah piring. "Jadi, gini, lho, Pa. Waktu Abang mau debat buat ujian akhir, Abang itu kebelet berak dulu, jadi Abanke toilet dulu," jelas Zaki.
***
"Lega, ih, habis berjang," seru Zaki berjalan ke ruang debat. Ia membuka pintu ruang debat. Kursi tensi penuh oleh peserta-peserta. Kursi paling depan diisi oleh dosen-dosen yang menilai.
Ini adalah ujian akhir, setelah itu mereka akan melaksanakan wisuda. Kasus kali ini adalah hubungan KDRT. Ini adalah final dan seorang Xizaki Theonardo Bagaswara adalah lah satu finalis. Untuk mendapatkan nilai tertinggi, Zaki harus melawan seorang gadis bernama Zaraya Faraya Algeri, saingan terberat Zaki saat masuk ke Fakultas Hukum. Kini, mereka bersaing lagi. Zara sebagai pembela dan Zaki sebagai penuntut.
Zaki dan Zara duduk di kursi masing-masing.
"Baik, penuntut sudah siap?"
" Siap." Zaki mengangguk.
"Pembela sudah siap?"
"Siap."
Tok, tok, tok! Palu telah dipukul ke bawah oleh sang hakim. Perdebatan pun dimulai.
Hakim: Kasus kali ini adalah masalah KDRT fatal yang telah dilakukan oleh sang suami. KDRT kali ini bukan sekadar karena pukul-memukul, melainkan hampir saling bunuh-membunuh. Bagaimana pendapat Anda, pembela?
Zara: Baik. Tersangka memanglah bersalah atas kejadian ini. Namun, korban karena bersalah karena melawan sang tersangka lebih fatal. Tersangka awalnya memang mengawali, tetapi ia memuku l dengna tangan kosong, sedangkan koraban membalas pukulan menggunakan benda atau dengan kayu. Menurut saya, itu tidaklh adil bagi sang tersangka.
Hakim: Pembela diterima. Bagaimana penuntut?
Zaki berdiri menghadap ke arah Zara.
Zaki: Korban melakukan itu sebagai pembelaan terhadap apa yang telah tersangka lakukan kepadanya. Apalagi, seperti isi berkas yan telah saya baca, bahwa KDRT sudah terjadi selama dua bulan. Saya yakin, dulu korban pernah, bahkan lebih diperlakukan kasar seperti yang ia lkukan kepada tersangka. Bukankah begitu, Yang Mulia?
Zara memukul meja. Brak!
Zara: Yang lalu, biarlah berlau, Tuan. Tak usah diungkit kembali. Saya yakin, sang korban pun sudah melupakan kejadian yang lalu.
Zaki: Memangnya semudah itu memaafkan dan melupakan kekerasan? Apa tersangka telah melanturkan kata maaf kepada korban? Apakah luka yang lalu telah sembuh?
Zara: Anda punya bukti bahwa dua bulan yang lalu, tersangka melakukan kekerasan yang lebih berat?
Zaki: Tentu, saya punya.
Zara: Hah? bagaimana mungkin?
Zaki: Karena saya lah, yang melihat kejadian-kejadian itu sendiri.
Deg! Peserta satu ruangan ternganga.
Zara ikut diam terbungkam mendengar ucapan Zaki yang terlihat tak ada bohong-bohongnya.
"Pfft. Kalian serius banget. Saya hanya bercanda! ya, alasannya cukup bagus untuk diadu dengan Nona Zara yang cukup cerdas ini, bukan?" kekeh Zaki.
Jujur saja, raut wajah Zara saat ini mengerut, paham tentang apa yang Zaki bicarakan.
"Yang Mulia, pembela telah memberi alasan yang cukup jelas untuk menuntut sang korban. Memang, ya, korban tak sepenuhnya korban, bisa jadi pelaku," lanjut Zaki.
"Za--"
"Sepertinya sidang ini tak usah dilanjutkan. Bagi saya, Nona ZAara telah memenangkan kasus kali ini. Pada dasarnya, pembelaan diri memang tak ada. Meskipun korban pernah terkena KDRT di masa lalu, maka biaranlah berlalu. yang kita bahasa adalah akasus sekarang di mana korban telah melukai pelaku dengan kayu, sedangkan pelaku hanya melukai korban dengan tangan kosong. Jika KDRT sudah lama dilakukan, maka mengapa sang korban tak pernah melapor? Apa karena dirinya takut KDRT akan bertambah parah? Atau, karena ia dikurung di dalam rumah? Atau ..."
--
Agaar anak-anaknya masih bisa mendapat kasih sayang dari seorang ayah, walaupun nyatanya selu dikekang dan dituntut menjadi sempurna.
--
"Kita tak akan pernah tahu jika belum merasakanny sendiri, bukan?" Zaki mengusap air matanya yang tak sengaja menetes di pipinya. Ia berjalan tegar meninggalkan ruangan persidangan yang belum dinyatakan keputusannya. Bisa dikatakan Zara-lah yang paling unggul di ujian kali ini.
Kerenn bangeeet. Semangaat!
Comment on chapter Bab 1. Hujan Rintik-Rintik