Tet...tet...tet...
Terdengar suara dari jam beker sudah berdering.
Tit.
Terdengar seseorang telah mematikan jam beker. Bukannya bangun tetapi tetap lanjut tidur
Tok... tok... tok..
Terdengar ketukan pintu.
“Non.... bangun non. Ayo cepat bangun. Nanti terlambat di sekolah.” Kata bi inah, pengasuh martia.
“Iya, bi. Ini juga mau bangun.” Jawab kania, sang pemilik kamar.
" Kalau gitu, bibi turun ya non." Bi inah langsung turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan untuk martia.
Mendengarkan hal itu, martia dengan cepat bangun dan membereskan tempat tidur. Dan langsung bersiap mandi. Meskipun memiliki asisten di rumah, kania dibiasakan dari kecil untuk membereskan tidur sendiri.
Tak lama kemudian,
Martia pun turun ke ruang makan. Terlihat di meja makan sudah ada sarapan dan segelas susu kesukaan disana.
" Loh, bi. Papa dan mama mana kok tidak nampak?" tanya martia.
" Tuan dan nyonya sudah pergi duluan non. Katanya ada meeting. Tadi, tuan berpesan agar non berangkat sama pak dadang." jawab bi inah.
Dengan muka yang lesu " Iya, bi." Jawab Martia.
Melihat raut muka martia yang lesu, bi inah merasa tidak tega. Karena bi inah adalah saksi bisu dari apa yang terjadi pada martia dari kecil sampai sekarang yang sudah duduk di bangku sma. Dari kecil, martia sudah dirawat oleh bi inah, bisa dibilang bi inah adalah pengasuh martia dari kecil.
Dengan tidak semangat, martia menghabiskan sarapannya. Tak lupa juga mengabiskan susu yang sudah disiapkan oleh bi inah.
" Bi, kania sarapan sudah selesai. Makasih ya bi atas sarapan pagi ini. Kania pergi dulu, ya." pamit martia sambil cium tangan bi inah.
" Sama-sama, non. Yang semangat ya non pergi ke sekolahnya." jawab bi inah.
Martia hanya menggangukkan kepala. Melangkah ke depan rumah untuk menemui pak dadang. Dan ternyata, pak dadang sudah menunggu martia.
" Selamat pagi, Non martia." sapa pak dadang, sopir yang bertugas mengantar-menjempu kania ketika berpergian.
" Selamat pagi juga, pak dadang." jawab martia, masuk ke dalam mobil.
" Sudah siap untuk berangkat, non martia ?" tanya pak dadang.
" Sudah siap, pak dadang." jawab martia.
" Ayo, kita berangkat." kata pak dadang.
martia hanya menggangukkan kapala.
mobil pun pergi melaju. Selama perjalanan, martia selalu memandang pemandang di luar jendela. Dimana dia melihat sebuah pemandangan yang membuatnya menjadi sangat emosional. Yaitu melihat seorang ayah yang sedang membonceng seorang anak yang memakai seragam merah putih menggunakan sepeda motor dan ibu berdiri di depan rumah sambil melambaikan tangan. Tak disangka, semua perilaku dan tindakan martia lihat oleh pak dadang. Hal tersebut membuat pak dadang sedih.
" Non." panggil pak dadang .
" Iya, pak." jawab martia . " Ada apa ya ? Pak dadang."
" Tadi, non lihat apa ya kok serius amat ?" tanya pak dadang.
" Tadi, martia lihat ada seorang anak memakai seragam merah putih dibonceng oleh ayahnya ke sekolah pakai sepeda motor dan seorang ibu melambaikan tangan seolah mengucapkan hati-hati di jalan." Cerita martia. "Pak, kapan kania bisa seperti itu, ya ? Dimana papa dan mama mengantar martia ke sekolah, makan bersama-sama, pokoknya family time, gitulah. Martia iri dengan anak kecil itu pak dadang. Martia tidak mau uang yang banyak. Yang martia mau itu adalah papa dan mama selalu ada untuk martia. Martia tidak melarang papa dan mama pergi untuk kerja. Kenyataannya, papa dan mama selalu sibuk pergi bekerja. Kayaknya papa dan mama tidak sayang sama martia. Buktinya, papa dan mama tidak ada waktu untukku." Cerita dengan raut yang sedih.
"Non, sebenarnya tuan dan nyonya bukan tidak sayang ama non. Kalau tuan dan nyonya tidak sayang non. Non sudah tidak ada disini. Semua yang dilakukan sama tuan dan nyonya lakukan adalah untuk non sendiri. Seharusnya non itu bersyukur masih punya tuan dan nyonya. Coba lihat yang anak-anak yang lainnya. Di usia yang masih sekolah, mereka harus bekerja agar kebutuhan mereka tercukupi. Ada juga yang putus sekolah. Ada juga hidup sebatang kala tidak punya orang tua. Ada juga punya ayah tidak punya ibu. Bahkan ada juga yang sebaliknya. Punya ibu tak punya ayah. Sedangkan, non punya keluarga lengkap. Punya papa mama. Dan juga semua yang dilakukan tuan dan nyonya juga untuk non agar semua kebutuhan non terpenuhi. Jadi, non jangan iri dengan lainya. Non juga harus bersyukur juga." hibur pak dadang.
" Makasih pak dadang atas nasehatnya. Maaf martia ya yang masih labil ini." kata martia sambil menundukkan kepala.
" Lah, non kok jadi sedih gini. Bukannya non harus gembira karena non sudah masuk ke sekolah baru." kata pak dadang dengan suara yang lucu.
haha.... tawa martia.
" Harusnya non seperti tadi senang bukan malah sedih." kata pak dadang.
Suasana tadinya melow akhirnya berubah. Sekarang hanya lah ada suasana yang santai.
Tak Terasa sudah sampai di Sekolah Baru martia.
-------------------------------------