Loading...
Logo TinLit
Read Story - Prakerin
MENU
About Us  

Boneka yang kemarin Pak Galfin berikan padaku lumayan membantu. Berkat kehadirannya, semalam aku bisa sedikit melupakan Edgar dan tertidur nyenyak. Paginya aku jadi sedikit lebih bersemangat. Terbukti, sekarang aku sudah memasuki koridor sekolah dengan langkah santaiku, juga dengan Windy yang mengekor di belakangku tentunya.

Ku angkat kedua telapak tanganku di udara, bersih. Kali ini aku tidak mencoret-coret jariku dengan pulpen lagi. Aku hanya mengatakan baru saja bersilaturahmi dengan guru Smp, dan Mang Jun sudah membukakan gerbang dengan lebar untukku.

Maka nikmat tuhan mana lagi yang kau dustakan, Anja?

Dengan senandung kecil yang keluar dari mulutku, aku menyeret Windy ke kantin untuk sarapan. Aku jarang sarapan di rumah karena hampir setiap pagi aku bangun kesiangan. Kecuali saat prakerin mungkin, aku bisa bebas sarapan di rumah karena mama membangunkan ku lebih pagi.

"Lo mau makan apa, Win?" aku mengedarkan pandanganku, mengabsen satu persatu warung di kantin ini. Sepi, sepertinya sebagian siswa sudah mulai masuk ke kelas karena pelajar pertama sudah dimulai.

Windy diam, matanya ikut menerawang mengitari katin. "Makan apa ya, yang enak?" gumamnya.

Aku meletakkan tas ku pada sembarang meja kosong, kemudian kembali menatap Windy. "Buruan, Win. Jangan kebanyakan mikir, gue laper!" titahku, Windy hanya cengo dengan raut bingingnya. 

"Yaelah si kambing nggak sabaran banget" Windy ikut meletakkan tasnya, pandangannya masih menerawang mengitari kantin. "Apa ya, Jay, gue bingung" ucapnya setelah hampir lima menit dia habiskan untuk berpikir. Aku menatapnya tajam, menyuruhnya segera memutuskan menu makannya karena aku sudah sangat lapar.

"Ih, gatau Jay. Gue bingung mau makan apa"

"Si monet! Yaudah lo mikir aja di situ sampe bangkotan, gue laper!" aku berlalu meninggalkan Windy dengan cerocosan dongkol ku.

"Samain aja sama punya lo, Jay" teriaknya. 

Aku bergegas memesan dua porsi bakso, tak lupa dengan minuman kebangsaan sekolah kami —teajus gula batu— dan kerupuk sebagai pelengkapnya. Setelah hampir sepuluh menit menunggu, aku kembali ke mejaku dengan nampan berisi menu yang aku pesan tadi. 

"Jam berapa ini, Anja?" sesampainya di meja, aku mendapati kehadiran Annan yang dengan tidak tahu malunya duduk santai menempati kursiku —di depan Windy— dia melirik smartwatch di tangannya sesaat kemudian kembali menatapku dengan wajah tegasnya.

Aku cengengesan.

"Hehehe, Annan, udah makan belum?" sapaku. Aku meletakkan nampanku di meja, menarik kursi di sebelah Windy dan mendaratkan pantatku di sana. 

Mata Annan bergerak kesana kemari mengawasi ku, dia berdecak, memandang prihatin perbuatanku yang lagi dan lagi datang terlambat ke sekolah. 

"Hari ini kalian mau pake alesan apa lagi?" tanyanya, matanya beralih menatap aku dan Windy bergantian. "Karena silaturahmi sama guru smp? Legalisir ijazah? Neneknya lahiran?"

"Bukan!" aku menjawab capet, menghentikan omelan panjangnya yang hanya akan membuat kepalaku mumet itu. "Gue bangun kesiangan, Nan" jawabku. Dia bukan Mang Jun yang bisa aku bodohi dengan alasan tidak masuk akal itu. Jadi dari pada bertele-tela lebih baik aku jujur saja. Toh percuma juga, sebanyak apapun alasanku, ujung-ujungnya aku dan windy akan tetap dihukum juga.

Annan mendengus, satu kakinya diangkat menyilang menghadap kami. "Hari ini aja gue biarin, besok-besok kalian nggak boleh telat lagi" ujarnya.

Aku dan Windy saling memandang, menatap heran Annan yang entah karena hal apa jadi berbaik hati mau membebaskan kami dari hukuman. Sebenernya percuma juga kami dihukum, karena hal itu sama sekali tidak memberi kami efek jera. Yang ada kami justru senang karena jam membolos kami semakin bertambah. 

"Makasih, Annan" kami dengan kompak berterimakasih atas kebaikannya. Walaupun ya, sebenarnya aku juga tidak terlalu mengharapkan, tapi biarlah. Setidaknya pagi ini kami tidak perlu berjemur di lapangan lagi.

Suasana mulai mencair, tatapan tegas Annan berangsur hilang menjadi ramah.

"Gimana luka lo Nan, udah mendingan?" Windy menarik mangkok yang ku sodorkan padanya, kemudian mulai meracik kuah baksonya dengan sambel dan kecap.

"Udah nggak papa. Makasih ya, waktu itu lo udah nolongin gue"

"Santuy, kita mah ciwi-ciwi cantik dan baik hati yang suka menolong. Iya kan, Jay?" Windy menyenggol lenganku, memintaku menyetujui perkataanya. "Jangankan nolongin lo, nemenin lo nonton juga gue mah bisa" Windy mengakhiri kalimatnya dengan senyum sok manis. Hampir saja aku muntah melihat tingkahnya yang sok manis itu. 

Annan terkekeh, sementara Windy terlihat semakin bersemangat menggoda Annan. "Annan hari ini baik banget sih, jadi tambah cinta deh" Windy membentuk love sign dengan jarinya, menyerahkan nya kepada Annan dengan sebelah mata berkedip manja.

Aku mencibir, ingin sekali aku menjambak rambutnya.

Obrolan mereka terus berlanjut, tapi aku tak lagi mengindahkan, segera ku santap makananku dengan tergesa. Tak peduli meskipun aku makan seperti orang kesurupan, yang penting aku bisa segera pergi dari tempat ini.

"Wih, santai Jay, jangan buru-buru gitu makannya" Windy mengomentari cara makanku yang rakus.

"Pelan-pelan Anjay, gue nggak akan minta tenang aja" Aku tak mendengar, terus saja ku suap bakso ku meski mulutku sudah terisi penuh. Namun sialnya, wajahku malah jadi belepotan karena hal itu.

Windy dan Annan yang memperhatikanku dengan kompaknya tertawa. Kemudian tanpa diduga, Annan bangkit dan mengelap noda di sekitar mulutku dengan tisu.

"Lo kalo makan lucu ya, Ja, kaya anak kecil" Annan berujar disela kegitannya membersihkan wajahku. "Udah bersih, sekarang lo keliatan tambah cantik" ucapnya.

Aku melotot, kenapa tiba-tiba Annan melakukan ini?

"Jangan buru-buru lagi makannya, entar nambah belepotan" Annan mengakhiri usapannya di sudut kanan bibirku, tangannya bergeser sempurna mengelus kepalaku.

Aku membeku, sama sekali tak berekspektasi dia akan melakukan hal ini padaku. Ku lirik Windy di sebelahku, wajahnya memerah.

Windy, yang secara keseluruhan aku ketahui betapa tergila-gilanya dia kepada Annan. Yang setiap waktu selalu mencurahkan gambaran hatinya yang tak lain dan tak bukan adalah berisi tentang Annan. Yang selalu berandai-andai menjadi pacar Annan. Malah harus melihat Annan bersikap manis kepadaku? Sahabatnya sendiri?

Aku tidak tahu apa yang akan Windy pikirkan tentangku setelah ini, dia pasti marah.

"Jay, ke kelas yuk, entar kalo telat kita bisa disemprot sama Pak Galuh" Windy meraih tas nya,  bersiap bangkit meninggalkan tempat ini.

“I-iya, ayo ke kelas" aku ikut bersiap, namun tak disangka, Annan malah menahan tanganku.

“Sebentar, gue mau ngomong dulu sama Anja, empat mata" izinnya.

Biar aku akui, Windy memang tidak pintar dalam pelajaran matematika, tidak mahir dalam berbahasa inggris, juga selalu gagal saat melakukan shooting bola ke dalam ring. Tapi untuk masalah kode, kurasa dia tak terlalu bodoh, karena tepat delapan belas detik setelah Annan mengakatan hal itu, Windy langsung hengkang dari hadapan kami.

"Lo mau ngomong apa, Nan?" Aku mencoba melepaskan genggaman tangan Annan dari pergelanganku. Annan mengerjap, namun bukannya melepaskan, dia justru menggenggamnya semakin erat. 

Aku meringis, merasa deja vu dengan adegan genggam menggenggamnya ini.

"Nan, kenapa?" Tanyaku lagi. Annan terlihat berpikir sejenak, dia menarik napas dalam kemudian mengembuskannya perlahan. 

"Gue nggak akan basa-basi, gue suka sama lo, Ja" ucapnya cepat.

"Sejak pertama ngeliat lo, gue udah suka sama lo. Lo tau, kenapa setiap lo sama Windy dihukum tapi yang selalu gue temenin cuma lo? Itu karena gue pengen terus sama lo, gue pengen bisa terus liat lo, Ja" tuturnya. Aku mengernyit. Seingatku, selama ini dia mengekoriku hanya untuk mengomeliku, memberikan ceramah panjang seperti motivator yang terus mengatakan aku harus lebih memperhatikan kehidupan sekolaku.

"Gue suka sama lo, Ja" Annan mengulang kalimatnya, genggaman tangannya sedikit mengendur, namun kini matanya terus menilik wajahku, mencari jawaban dari rautku. 

Aku membisu, mendadak pikiranku tersetting seperti slide show yang terus menunjukan wajah dua orang yang berbeda. Pertama Windy, kemudian Edgar. Bayangan tawaku bersama Windy, semua kenakalan dan keseruan yang kami lakukan bersama, juga perhatian-perhatin kecil yang Edgar tunjukkan memenuhi isi kepalaku. Aku tidak mengerti apa maksud semua ini. Yang jelas, perasaanku jadi tidak karuan karena pernyataan Annan.

Aku takut.

Aku takut Windy marah padaku karena aku tahu dia sangat mencintai Annan. Aku takut Edgar kecewa padaku karena dia pernah memperingatiku untuk tidak mendekati Annan lagi, apalagi berpacaran. Edgar pasti kecewa, walaupun ya, dia lebih dulu membuatku kecewa, tetap saja aku tidak ingin mengecewakannya.

"Ja, lo mau, kan, ngasih gue kesempatan buat ngisi hati lo juga?" tangan Annan bergetar, aku bisa merasakannya.

"Ja, plis, jawab gue?"

"Gue…nggak bisa Nan, maaf"

Kalimat itu lolos begitu saja dari mulutku. 

Entahlah, aku terlalu kaget mendengar pernyataannya. Ku pikir selama ini Annan membuntutiku hanya karena aku langganan telat. Aku tidak mengira kalau ternyata dia memiliki perasaan lebih terhadapku. 

Annan menundukan kepala, genggamannya pada tanganku sedikit mengendur. Dia kecewa, aku tahu itu. Aku tahu bagaimana rasanya ditolak oleh seseorang yang kita cintai. Rasanya sangat sakit. Aku pernah mengalami hal itu. Walaupun Edgar tidak pernah mengatakan kalau dia menolakku, tetap saja rasanya seperti ditolak saat dia lebih memilih Dera dibanding diriku.

"Kenapa? Kasih gue alesan, Ja" pintanya.

Aku menggaruk tengkuk ku yang tak gatal. Bingung juga aku harus menjawab apa. Tak ada alasan khusus kenapa aku menolaknya, tapi rasanya lidahku kelu walau untuk sekedar membuat alasan.

Annan terus menatapku, menunggu jawaban keluar dari mulutku.

"Lo temen yang baik Nan" aku mengambil napas. "Gue sangat berterimakasih karena selama ini lo selalu peduli sama gue. Meskipun lo sering ngomel dan ngasih gue hukuman, gue tau tujuan lo baik. Tapi gue nggak bisa nganggep lo lebih dari temen, gue punya orang lain yang gue suka. Maaf, Nan" 

Seperti yang aku bilang, tak ada alasan khusus. Walaupun tak bisa aku pungkiri Annan memang sangatlah tampan, bahkan banyak gadis di sekolah ini yang memperebutkannya. Tapi aku juga tak bisa membohongi perasaanku, aku masih mencintai Edgar.

*****

 

Aku berlari menyusul Windy ke kelas, tapi tidak menemukan keberadaannya di sana, tasnya juga tidak ada.

"Jun, lo liat Windy nggak?" Junia mengibaskan tangannya tanda dia tak tahu.

Aku berlari keluar, bergegas mencari Windy yang sepertinya salah paham dengan kejadian tadi. Saat melewati ruang Osis, tak sengaja aku melihat Annan dan Edgar, mereka sepertinya sedang membicarakan hal penting di sana.

Aku tak mengindahkan, ku putar lagi langkahku mengitari lapangan, tapi tak memukan Windy di sana. Melewati musolah, batang hidungnya sama sekali tidak terlihat. Masuk ke dalam perpus, hanya pustakawati yang sedang asik bermimpi yang aku temukan. Kemungkinan terakhir, sepertinya Windy pergi ke taman belakang sekolah. Dan benar saja, saat aku menginjakan kaki di sana, aku melihatnya duduk di salah satu kursi dengan kepala menunduk.

Perasaanku mulai tak karuan, hatiku bergetar saat melihatnya duduk dengan kepala menunduk seperti itu. Aku merasa, sepertinya dia memang salah paham padaku.

Perlahan, ku beranikan diri menghampirinya, dia menyadari kedatanganku, tapi tak kunjung bereaksi.

"Win..." Panggilku, dia bergeming. 

Aku berdehem, mencoba mencairkan suasana sekaligus menarik perhatiannya, tapi Windy tetap bergeming. Dia diam mengabaikan keberadaan ku.

"Win..." Ku tarik pundaknya menghadapku, mata kami bertemu.

"Annan suka sama lo, Jay" Windy terisak saat mengucapkannya. "Gue denger Jay, dia bilang cinta sama lo" lanjutnya. 

Aku membisu, mendadak lidahku kelu tak mampu mengatakan sepatah katapun. 

Ku tarik Windy dalam pelukanku. Tangisnya semakin menjadi.

“Annan, cowok yang gue cinta, ternyata punya perasaan lebih sama sahabat gue sendiri. Dia ngelus kepala lo di depan gue, Jay. Dia bilang cinta sama lo, gue denger itu!”

“Maafin gue Win, maaf" 

"Kenapa lo ngga bilang sama gue? Kenapa lo ngga ngasih tau gue kalau ternyata Annan suka sama lo?"

"Gue juga ngga tau Win, gue bener-bener ngga tau"

"Jangan alesan!" Bentaknya, tangisnya semakin pecah, dia meraung mendominasi seisi taman.

Aku berusaha mendekapnya, namun dia memberontak, mengibaskan dekapanku dan menjauh.

"Gue nggak nyangka, orang yang selama ini selalu gue jadiin tempat buat curhat, tempat buat berbagi masalah, tempat buat mengeluh, ternyata setega ini sama gue. Gue tau, lo sebenernya suka juga kan sama Annan? Di belakang lo nikung gue, kan?" teriak Windy tepat di hadapanku.

“Gue benci sama lo!" lanjutnya pelan, kemudian pergi meninggalkan ku dengan isak tangisnya.

*****

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tumpuan Tanpa Tepi
10888      3040     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Kiara - Sebuah Perjalanan Untuk Pulang
3065      1317     2     
Romance
Tentang sebuah petualangan mencari Keberanian, ke-ikhlasan juga arti dari sebuah cinta dan persahabatan yang tulus. 3 Orang yang saling mencintai dengan cara yang berbeda di tempat dan situasi yang berbeda pula. mereka hanya seorang manusia yang memiliki hati besar untuk menerima. Kiara, seorang perempuan jawa ayu yang menjalin persahabatan sejak kecil dengan Ardy dan klisenya mereka saling me...
Langit Indah Sore Hari
139      120     0     
Inspirational
Masa lalu dan masa depan saling terhubung. Alka seorang remaja berusia 16 tahun, hubungannya dengan orang sekitar semakin merenggang. Suatu hari ia menemukan sebuah buku yang berisikan catatan harian dari seseorang yang pernah dekat dengannya. Karena penasaran Alka membacanya. Ia terkejut, tanpa sadar air mata perlahan mengalir melewati pipi. Seusai membaca buku itu sampai selesai, Alka ber...
Unlosing You
452      312     4     
Romance
... Naas nya, Kiran harus menerima keputusan guru untuk duduk sebangku dengan Aldo--cowok dingin itu. Lambat laun menjalin persahabatan, membuat Kiran sadar bahwa dia terus penasaran dengan cerita tentang Aldo dan tercebur ke dalam lubang perasaan di antara mereka. Bisakah Kiran melepaskannya?
After School
3138      1327     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Orange Haze
505      352     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."
Premium
Claudia
6698      1715     1     
Fan Fiction
Ternyata kebahagiaan yang fana itu benar adanya. Sialnya, Claudia benar-benar merasakannya!!! Claudia Renase Arditalko tumbuh di keluarga kaya raya yang amat menyayanginya. Tentu saja, ia sangat bahagia. Kedua orang tua dan kakak lelaki Claudia sangat mengayanginya. Hidup yang nyaris sempurna Claudia nikmati dengan senang hati. Tetapi, takdir Tuhan tak ada yang mampu menerka. Kebahagiaan C...
ALTHEA
106      87     0     
Romance
Ini adalah kisah seorang perempuan riang yang memiliki perasaan lebih ke manusia es batu, manusia cuek yang telah menyukai seorang perempuan lain di sekolahnya. Walaupun ia tahu bahwa laki laki itu bukan menyukai dirinya, tetap saja ia tak akan kunjung lelah untuk mendapatkan perhatian dan hati laki laki itu. Akankah ia berhasil mendapatkan yang dia mau? "Dasar jamet, bales chat nya si...
Wannable's Dream
40232      5952     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
RIUH RENJANA
516      373     0     
Romance
Berisiknya Rindu membuat tidak tenang. Jarak ada hanya agar kita tau bahwa rindu itu nyata. Mari bertemu kembali untuk membayar hari-hari lalu yang penuh Renjana. "Riuhnya Renjana membuat Bumantara menyetujui" "Mari berjanji abadi" "Amerta?"eh