Loading...
Logo TinLit
Read Story - Prakerin
MENU
About Us  

"Pagi Mang Jun" Aku memberikan Mang Jun sapaan dengan senyum tipis yang aku ukir khusus untuknya. Sudah lama aku tidak memberikan sapaan itu, terasa sangat menyenangkan saat aku mengucapkannya.

"Tadi pagi saya baru legalisir ijazah, Mang Jun. Liat, tangan saya biru" aku menunjukan tiga jari tangan kiriku yang sebelumnya sudah aku corer-coret dengan pulpen biru. Mang Jun mengangguk, kemudian mulai membukakan gerbang dengan senyum lebarnya. 

"Pagi, Neng Anja" sapanya ramah. 

Sudah aku bilang, masuk sekolah bukanlah perkara sulit untukku. Mau jam berapapun aku datang, aku bisa leluasa masuk hanya dengan bermodal satu pulpen biru hasil curian dari adik Windy. Sangat mudah, bukan?

"Neng Anja nggak sombong ya, masih suka berkunjung ke Smp nya" Mang Jun memberikan pujian sambil menutup gerbangnya kembali.

"Alig Jay, dia muji lo yang udah ngibulin dia. Dosa banget lo" Windy mencubit pahaku menahan tawa. Mang Jun memang sudah gila, dia memberiku pujian yang dengan jelas sudah membodohinya.

"Udah Win buru ke kantin, gue laper" aku segera manarik Windy menuju kantin setelah dia memarkirkan motornya. Tapi belum sempat aku sampai di kantin, langkahku terhenti karena ada seseorang yang menahan tanganku.

"Ikut gue sebentar" Edgar menarik tanganku menjauh dari Windy.

Tanpa persetujuan, dia membawaku ke taman belakang sekolah. Aku hendak menahan langkahnya, tapi apa daya, tenaganya lebih besar dari tenagaku. 

Aku menatap Edgar dengan raut bingungku, selalu saja dia bersikap seperti ini. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Edgar sampai dia sering bersikap aneh padaku. Yang jelas, sikap anehnya mampu membuatku sakit kepala.

Tak jarang Edgar tiba-tiba hadir di hadapanku saat aku sedang tidak memikirkannya, tapi dia mendadak hilang saat aku benar-benar ingin melihat wajahnya. Dia juga jarang bicara denganku, tapi selalu menariku mengikutinya sesuka hati.

Aku sendiri tidak mengerti, bagaimana bisa aku jatuh cinta pada pria aneh sepertinya. Yang jelas, semua sikap anehnya membuatku tidak bisa melupakannya walau hanya sedetik. Bahkan ketika aku sudah tahu dia berpacaran dengan Dera, aku tetap mencintainya.

"Edgar, kenapa?" tanyaku setelah dia melepaskan tangannya. Dia tidak langsung menjawab, hanya menatapku dengan wajah datarnya.

"Gar, gue laper, mau makan. Kalo lo narik gue ke sini cuma buat melototin gue, mending gue makan di kantin" ucapku, walaupun dia tampan dan mengisi hatiku, tetap saja urusan mengisi perut jauh lebih penting.

Edgar memicingkan matanya, menatap wajahku dengan raut seriusnya. "Jidat lo kenapa?" tanyanya. 

Aku memegang punjak dahiku, karena kejadian kemarin, ada sedikit memar di sana. "Lo jatoh?" tanya Edgar. Tangannya terulur menyentuh memarku. "Jatuh di mana? Kok bisa sampe memar begini?" tanyanya lagi. 

Aku mengerjap, bingung harus menjawab apa. Tak mungkin aku mengatakan aku terluka karena terjatuh dari perosotan bayi usia dua tahun. Bisa hancur harga diriku di depannya. 

Karena tak kunjung mendapatkan jawaban dariku, Edgar terus mengelus puncak dahiku, secara perlahan dia mendekatkan wajahnya untuk meniup memarku. Aku memejamkan mata, bersiap menerima embusan napasnya yang terasa hangat.

Cup!

Seketika aku melotot, ku pandang Edgar dengan tatapan kagetku, dia bergeming. Seolah tak terjadi apapun, dia hanya menatapku dengan wajah datarnya.

Pikiranku kacau. Mendadak perasaan bingung, takut,dan gelisah berhambur datang memenuhi hatiku. Aku tak mengerti kenapa Edgar menciumku, yang jelas, hal itu cukup membuatku risih. Karena biar bagaimanapun juga, dia masih berpacaran dengan Dera. Bisa gawat kalau ada orang lain yang melihat, bisa-bisa aku dikira jadi perusak hubungan orang.

Walaupun aku memang selalu berharap hubungan Edgar dan Dera segera berakhir, tapi tak pernah terbesit sedikitpun niat untuk mengganggu mereka. Selama ini, aku hanya diam di posisiku menyaksikan kebahagiaan mereka tanpa melakukan apapun. 

Aku mengerjap, berusaha mengembalikan kewarasanku yang tiba-tiba melayang entah kemana. Ku pandang Edgar sekali lagi, dia tetap bergeming.

"Anja!" panggil Annan tiba-tiba, entah dari mana dia datang, tapi teriakannya berhasil menyadarkanku.

Seketika raut datar Edgar berubah garang, dia terlihat tak suka mendapati kehadiran Annan. 

"Tadi pagi lo telat, kan?" dia bertanya selah berlari menghampiriku. "Lo harus dihukum, ikut gue" ucapnya menarik tangan kiriku, tapi Edgar langsung menahannya dengan memegang tangan kananku.

"Dia lagi sama gue" ucap Edgar dingin.

"Anja harus ikut gue" Annan menjawab dengan suara yang tak kalah dinginnya.

Aku bergidik, aku tidak pernah melihat Annan semenyeramkan ini. Ternyata sosok ramahnya mendadak hilang saat dia sedang marah.

"Anja tetep disini sama gue!” ucap Edgar lagi, namun Annan tak mau mengalah, dia semakin menarik tanganku kuat.

Aku meringis merasakan genggaman kedua orang ini semakin menguat di pergelanganku.

"Lepasin Anja, Edgar!" Annan menepis tangan Edgar yang melingkar di pergelangan tangan kananku, namun dengan segera Edgar menggenggam tanganku lagi.

"Pergi lo!" Edgar menatap Annan tanpa ekspresi, namun Annan sama sekali tak mananggapi, membuat Edgar semakin murka. Dapatku rasakan dari genggaman tangannya yang semakin menguat di pergelanganku.

Sekarang aku mulai takut, kedua orang ini benar-benar membuatku ngeri. Dulu, saat aku melihat adegan ini di film yang aku tonton, aku pikir ini sangatlah keren, tapi saat merasakannya sendiri, aku justru merasa takut.

"Aduh, jangan ditarik-tarik dong, entar tangan gue putus!" ku beranikan diri untuk mengibaskan kedua tangan itu dari pergelanganku. Aku meringis, tangan kiriku mendadak terasa sangat perih. 

Setelah aku lihat, ternyata ada sedikit memar disana, mungkin karena Annan mencekalnya terlalu kuat. 

Melihat tanganku memar karena Annan, Edgar langsung menghantamkan tinjunya pada wajah Annan, kemudian berlalu menyeretku menjauh.

Aku menatap Annan prihatin, tapi Edgar terus membawaku menjauh darinya.
                *****

 

Edgar membawaku ke uks, kemudian pergi meninggalkanku setelah menyuruhku untuk duduk pada salah satu kursi yang tersedia. Aku menuruti perintahnya. Tapi jujur, aku merasa takut padanya setelah melihat kejadian tadi. Walaupun tampang dinginnya sudah menjelaskan dengan jelas bagaimana karakter Edgar, tapi dia tidak pernah terlihat semengerikan tadi.

Beberapa menit berlalu, Edgar belum juga datang, maka dari itu aku memutuskan untuk pergi saja dari ruangan pengap berbau obat ini. Tapi, baru satu langkah aku beranjak dari pintu uks, aku sudah disuguhkan dengan pemandangan yang sama sekali tidak ingin aku lihat.

Disana, sekitar delapan meter dari tempat aku berdiri, ku lihat Edgar sedang menangkup wajah Dera dengan kedua tangannya, dia juga tersenyum penuh perhatian.

Sesuatu di dalam tubuhku tiba-tiba memanas, aku tidak bisa menyangkal kalau aku cemburu melihat mereka bersama. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa mematung di depan pintu dengan perasaanku yang hancur. Segera ku tarik lagi tubuhku memasuki uks, aku tidak ingin melihat mereka. 

Selang beberapa menit, Edgar kembali dengan membawa sebuah kain yang dia ikat dengan isi es batu di dalamnya. Di melangkah di depanku tanpa menatapku sedikit pun, membuatku semakin ingin segera pergi dari tempat ini.

Namun sebisa mungkin aku bersikap biasa, mendongak menatapnya seolah dia adalah hal paling berharga yang sangat ingin aku dapatkan.

"Sini tangannya" Edgar menatapku datar, tanpa senyum dan tanpa tatapan lembut seperti yang tadi dia berikan kepada Dera.

Aku mengulurkan tangan kiriku padanya. Dia menerima, melipat lengan seragamku ke atas, kemudian mengompres memarku dengan kain yang sudah dia isi dengan es batu itu. Aku terus memperhatikan gerakan tangannya yang dengan hati-hati mengobati lukaku.

Tanpa sadar, aku tersenyum. Sebuah senyum kecut yang lebih menjurus pada senyum kekecewaan.

"Gar, kenapa tadi lo nyium gue?" tanyaku tiba-tiba.

Edgar tidak menajawab, dia hanya menatapku sekilas. Setelahnya, dia kembali sibuk dengan kain dan tanganku. Entahlah, aku sendiri juga tidak tahu kenapa aku bisa bertanya seperti itu. Aku hanya merasa bingung dengan sikapnya.

Di depan Dera dia bersikap manis, di depanku dia bersikap dingin dan sesuka hati. Tapi di balik semua itu, secara tidak langsung dia menunjukan sikap seolah dia peduli padaku. Seperti sekarang ini, dia mau mengobati memar di tanganku walau tanpa sedikit pun senyum di wajahnya.

"Gar, kenapa tadi lo mukul Annan?" tanyaku lagi, kembali Edgar menatapku dengan wajah datarnya. 

Sesuatu di dalam tubuhku semakin memanas dan rasanya ingin meledak. Aku ingin marah, ingin berteriak, ingin melakukan apapun yang bisa membuatku mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan yang hinggap di benakku.

Aku ingin tahu kenapa tadi dia menciumku, aku ingin tahu kenapa dia mau mengobati luka di tanganku, aku ingin tahu kenapa dia memukul Annan. Aku ingin tahu seperti apa perasaannya yang sebenarnya.

Aku lelah, aku tidak mau terus terjebak dengan sikapnya yang selalu membuatku berspekulasi bahwa dia juga mencintaiku.

"Edgar, kenapa?" lirihku, namun dia tetap diam tak menjawab.

Aku menyerah, aku ingin berhenti dari semua ini. Aku ingin terlepas dari jeratan cintanya yang hanya menorehkan luka di hatiku. Aku ingin terbebas dari pesonnya yang hanya membuatku jatuh ke jurang yang paling dalam.

Jika dia tidak mencintaiku tak apa, tapi setidaknya jangan memberiku harapan dengan perhatian-perhatian kecilnya. Jangan bersikap seolah dia peduli namun pada kenyataannya semua itu hanyalah bullshit!

"Gar, kenapa?" suaraku terdengar parau, aku menangis. Entah mengapa air mata turun begitu saja dari mataku.

Edgar menghentikan kegiatannya, dia menatapku dengan wajah terkejutnya. Aku sendiri juga terkejut, bagaimana bisa aku jadi secengeng ini. Aku menangis dengan alasan yang bahkan aku sendiri tidak tahu. Entah karena aku cemburu melihat Edgar bersama Dera, atau karena Edgar terus mengabaikanku. Aku tidak tahu, tiba-tiba saja aku menangis.

"Kenapa? Lo tanya kenapa? Apa semua itu penting buat lo?” Jawab Edgar bernada marah. Aku menundukan kepala takut, namun dengan segera Edgar mengangkat lagi wajahku menghadapnya. 

Tatapan Edgar semakin dingin, dia menatapku marah seolah aku adalah hama yang terus mengganggunya, dan itu sukses membuat air mataku kembali jatuh lagi dan lagi.

Edgar mendengus, kemudian tangannya bergerak menghapus air mataku perlahan. 

"Denger Ja, gue ngalakuin semua itu karena dia udah berani nyakitin lo" tangan Edgar beralih mengelus memar di tanganku.

"Lo jangan nangis buat dia, dia nggak pantes buat lo tangisin" suara Edgar terdengar memohon, namun dia salah menafsirkan. Dia mengira aku menangis untuk Annan. 

“Inget Ja, jangan pernah lo deketin Annan lagi. Gue nggak akan segan-segan ngabisin dia, atau siapapun yang berani nyakitin lo" ucapnya mencoba menatap mataku. 

Dalam hati aku bertanya, apakah dia benar-benar akan menghabisi siapapun yang berani menyakitiku? Termasuk dirinya sendiri yang sudah membuat hatiku hancur karena dia lebih memilih Dera?

Aku tersenyum hambar, mudah sekali dia mengucapkan hal itu tanpa tahu perasaanku yang sebenarnya.
               *****

 

"Win, gimana? Annan nggak papa?" setibanya di uks tadi, aku langsung memberitahu Windy soal Annan yang terluka karena Edgar. Aku khawatir, aku takut Windy marah padaku karena Edgar sudah memukul Annan, dan akulah penyebab semua itu.

"Nggak papa, cuma tadi hidungnya mimisan, sedikit" jawabnya, aku mengembuskan napas lega. Windy tidak marah, dia masih mau menjawab pertanyaanku.

"Emang tadi awalnya gimana, Jay? Kok Edgar tiba-tiba mukul Annan?" tanyanya kebingungan. Aku sendiri tidak mengerti, bagaimana bisa Edgar lepas kendali pada Annan sampai tega memukulnya. Padahal sebelumnya mereka selalu terlihat akur, mereka bahkan mengikuti beberapa ekskul yang sama.

"Gue juga nggak tau Win, tadi Annan narik tangan gue sampe memar, terus Edgar langsung mukul dia" jawabku menjelaskan.

Sekedar info, Windy adalah orang yang selalu penasaran, dia tidak akan berhenti bertanya sebelum aku menjawab semuanya dengan jelas. Jadi sebelum dia menerorku dengan pertanyaan-pertanyaan anehnya yang membuat kepalaku pusing, aku jawab saja dengan sejujur-jujurnya.

"Iya? Annan narik tangan lo sampe memar?" aku menunjukan tangan kiriku pada Windy untuk menjawab pertanyaannya. Dia menggeleng dramatis.

"Lo pasti kabur dari hukuman lagi, kan? Makanya Annan marah sama lo?" tebaknya. Aku mengangguk mengiyakan. 

"Sebenernya gue tuh ngerasa ganjil sama sikapnya Edgar" Windy menilik wajahku, mencari kebenaran dari kata-katanya. "Lo juga ngerasa, kan, Jay?"

"Ganjil gimana sih, Win?"

"Nggak usah pura-pura bego!" Windy menarik sapu tangan biru pemberian Edgar dari saku ku.  "Gue tau ini dari Edgar" ucapnya kemudian.

"Gue juga tau dia sering belain lo kalo Annan ngehukum lo, gue tau dia sering nyamperin lo diem-diem, ngasih perhatian-"

"Win, gue nggak mau bahas ini" potongku. Aku menidurkan kepalaku di meja, memunggungi Windy yang terlihat prihatin mendapati wajah murungku. 

Windy menarik kursinya mendekat, kemudian mengelus punggungku menenangkan. "Gue tau lo bingung sama sikapnya, Jay. Tapi dia itu pacarnya Dera. Lo jangan bodohku!" Windy menjeda, memberiku sedikit waktu untuk memikirkan kalimatnya. 

"Dari awal, dia tau kalo lo cinta sama dia. Harusnya, Kalo dia juga cinta sama lo, dia milih lo, bukan Dera" lanjutnya. 

Aku membisu, perkataan Windy sama sekali tak bisa aku sanggah. Dari awal, Edgar tahu aku mencintainya, bahkan semua orang juga tahu, karena perasaanku padanya adalah rahasia umum di sekolah ini. 

Sejenak aku dibuat terlena oleh sikap Edgar, dia memberiku perhatian yang membuatku berpikir bahwa dia juga mencintaiku. Tapi kemudian, dia memukulku telak dengan hubungannya bersama Dera. 

Aku tidak mengerti kenapa Edgar melakukan hal itu, bahkan setelah dia berpacaran dengan Dera, dia masih membuatku bingung dan berharap padanya.

Apa dari awal Edgar memang tidak pernah mencintaiku? Apa spekulasi ku tentang perasaannya salah? Atau dari awal dia memang sengaja mempermainkanku?

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Aku baik-baik saja ¿?
3710      1381     2     
Inspirational
Kayla dituntut keadaan untuk menjadi wanita tangguh tanpa harus mengeluh, kisah rumit dimulai sejak ia datang ke pesantren untuk menjadi santri, usianya yang belum genap 17 tahun membuat anak perempuan pertama ini merasa banyak amanah yang dipikul. kabar tentang keluarganya yang mulai berantakan membuat Kayla semakin yakin bahwa dunianya sedang tidak baik-baik saja, ditambah dengan kisah persaha...
That Snow Angel
13704      2724     4     
Romance
Ashelyn Kay Reshton gadis yang memiliki kehidupan yang hebat. Dia memiliki segalanya, sampai semua itu diambil darinya, tepat di depan matanya. Itulah yang dia pikirkan. Banyak yang mencoba membantunya, tetapi apa gunanya jika dia sendiri tidak ingin dibantu. Sampai akhirnya dia bertemu dengannya lagi... Tapi bagaimana jika alasan dia kehilangan semuanya itu karena dia?
complicated revenge
21343      3289     1     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."
Begitulah Cinta?
17545      2637     5     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Kala Badai Menerpa
1363      649     1     
Romance
Azzura Arraya Bagaswara, gadis kelahiran Bandung yang mencari tujuan dirinya untuk tetap hidup di dunia ini. Masalah-masalah ia hadapi sendiri dan selalu ia sembunyikan dari orang-orang. Hingga pada akhirnya, masa lalunya kembali lagi untuknya. Akankah Reza dapat membuat Raya menjadi seseorang yang terbuka begitu juga sebaliknya?
Bittersweet My Betty La Fea
4592      1464     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
From You
384      265     4     
Romance
Hanna George, hanyalah seorang wanita biasa berumur 25 tahun yang amat cantik. Ia bekerja sebagai HRD di suatu perusahaan. Hanna sudah menikah namun di saat yang bersamaan ia akan bercerai. Di tengah hiruk pikuknya perceraian yang berakhir dengan damai—mungkin, Hanna menyempatkan diri untuk pergi ke sebuah bar yang cukup terkenal. Di sanalah Hanna berada. Dalam ruang lingkup dunia malam, ber...
Moira
25462      2581     5     
Romance
Diana adalah seorang ratu yang tidak dicintai rajanya sendiri, Lucas Jours Houston, raja ketiga belas Kerajaan Xavier. Ia dijodohkan karena pengaruh keluarganya dalam bidang pertanian dan batu bara terhadap perekonomian Kerajaan Xavier. Sayangnya, Lucas sudah memiliki dambaan hati, Cecilia Barton, teman masa kecilnya sekaligus salah satu keluarga Barton yang terkenal loyal terhadap Kerajaan Xavie...
Of Girls and Glory
4101      1640     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
Teman Berakhir (Pacar) Musuhan
743      455     0     
Romance
Bencana! Ini benar-benar bencana sebagaimana invasi alien ke bumi. Selvi, ya Selvi, sepupu Meka yang centil dan sok imut itu akan tinggal di rumahnya? OH NO! Nyebelin banget sih! Mendengar berita itu Albi sobat kecil Meka malah senyum-senyum senang. Kacau nih! Pokoknya Selvi tidak boleh tinggal lama di rumahnya. Berbagai upaya buat mengusir Selvi pun dilakukan. Kira-kira sukses nggak ya, usa...