Keesokan harinya, Tory berhasil menyelesaikan esai yang sempat tertunda semalam. Ternyata tidur sejenak sangat membantu. Setelah selesai, Tory memasukan buku-buku ke dalam tas, mengambil mantel dan bersiap untuk keluar kamar.
Kamar Juno yang tertutup rapat. Pagi tadi saat melanjutkan esai, Tory sempat mendengar Juno keluar sekitar pukul 5 pagi. Cowok itu jelas super duper sibuk. Tory menuruni tangga dan mendapati Grace sedang duduk di depan pintu kamarnya yang terbuka. Saat melihat Tory, mata Grace berbinar senang.
“Tory!” sapa si kecil Grace.
“Hai Grace? Apa yang kau lakukan diluar sepagi ini?” Tory memutuskan untuk mengobrol dengan Grace sebentar.
“Hari ini adalah hari pertama ku pergi sekolah Ry,” Grace menunjukan tas punggung berwarna pink yang sejak tadi di bawanya.
Tory baru sadar kalau hari ini Grace mengenakan seragam taman kanak-kanak. “Wah! Hari ini mau pergi ke sekolah ya?”
Grace mengangguk dan tersenyum sangat lebar, tapi kemudian gadis itu terlihat murung. “Mama tidak memperbolehkanku membawa Mr.Teddy,”
Tory hanya mengangguk sambil mengelus puncak kepala Grace pelan. “Aku yakin Mr.Teddy akan baik-baik saja dirumah,”
“Tapi dia ingin ikut di hari pertama sekolah, aku ingin mengajaknya bermain di taman,” ucap Grace dengan nada kecewanya.
Tory hanya tersenyum dan berusaha menghibur Grace.
Kemudian Bertha keluar dari kamarnya. Ia sudah lengkap dengan mantel dan juga mantel kecil untuk Grace. “Grace, kita sudah bicarakan hal ini, sekolah bukan hanya tempat untuk bermain tapi juga belajar,” ucap Bertha pada putri kecilnya itu.
“Iya Grace, di sekolah kau akan bisa bermain dengan teman-teman baru,” tambah Tory.
Grace terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk pelan. “Juno juga bilang begitu kemarin,”
Tory sedikit terkejut. Juno?
“Ah iya Tory, untung saja kau ada disini, sebentar ya,” Bertha membuka kembali pintu kamarnya dan masuk ke dalam. Tory bangkit berdiri dan menunggu. Tak lama kemudian Bertha kembali sambil membawa buku catatan berwarna coklat dengan sampul kulit yang cukup tebal.
“Juno menjatuhkannya pagi ini, Grace menemukannya di dekat tangga,” Bertha memberikan buku itu pada Tory.
Tory pun mulai memeriksa buku catatan dengan inisial A.L. Sepertinya buku ini bukan milik Juno.
“Aku tau kau akan ke kampus pagi ini, bisakah kau memberikannya padanya? Aku yakin buku ini cukup penting. Sekarang aku jarang sekali bisa bertemu dengannya,” ucap Bertha yang pasti mengira kalau Tory sering bertemu Juno karena mereka satu kampus. Padahal faktanya mereka tidak pernah berpapasan sama sekali. Tory juga ragu kalau Juno pergi ke kampus hari ini.
“Kau harus berikan buku itu pada Juno Tory. Ia selalu membawa buku itu kemana pun,” Grace menunjuk-nunjuk buku yang di pegang Tory.
Awalnya Tory cukup ragu, namun ia mengangguk mengiyakan. “Baiklah, aku akan mengembalikannya,”
Grace bersorak senang dan Bertha langsung berterimakasih.
Mungkin kalau tidak bisa menemukan Juno, Tory berniat meninggalkan buku ini di depan pintu kamar Juno sepulang dari kampus nanti.
***
Kelas baru saja usai. Tory meletakan kertas-kertas esai di meja dosen dan beranjak keluar dari kelas. Saat ini kepalanya sudah penuh dengan pelajaran hari ini yang cukup berat. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Emma dan Theo baru saja mengabari kalau mereka tidak bisa makan siang bersama Tory karena kelas mereka belum selesai. Tory membalas pesan mereka dan langsung berjalan menuju cafetaria. Hari ini ia sudah tidak ada kelas dan sorenya Tory harus kerja di kedai kopi, sehingga ia memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu di cafetaria.
Siang ini cafetaria seperti biasa terlihat sangat ramai. Banyak orang berlalu lalang ataupun menikmati kopi dengan laptop dan tugas-tugas yang mereka kerjakan. Dari semua tempat, cafetaria adalah tempat favorit kedua Tory di kampus setelah perpustakaan.
Saat mencari meja yang bisa digunakan untuk bersantai, pandangan Tory jatuh pada seorang cowok yang duduk sendirian di meja dekat jendela. Ini adalah pertama kalinya Tory melihat Juno di kampus sejak orientasi. Juno mengenakan mantel putih dan ia terlihat sedang sibuk di depan laptopnya. Mendadak Tory teringat dengan buku catatan Juno, ia langsung berniat untuk mengembalikannya. Untung saja cowok itu muncul hari ini. Tanpa pikir panjang Tory berjalan menghampiri meja Juno.
“Hai, maaf mengganggu tapi tadi pagi Grace menemukan buku catatanmu yang terjatuh. Sepertinya sangat penting jadi ia memintaku untuk segera mengembalikannya padamu,” ucap Tory panjang lebar.
Juno menoleh dan sedikit terkejut melihat Tory. Tory mulai curiga kalau jangan-jangan Juno bahkan tidak ingat kalau mereka bertetangga. Saking tidak pernah bertemu satu sama lain.
“Oh, terimakasih,” Juno merima buku itu. Hening di antara mereka. Dan Tory mengutuk dirinya karena selalu bersikap canggung di depan Juno. Cowok itu hanya menatap Tory tajam seolah-olah sedang menunggunya mengatakan sesuatu.
“Eh, kalau begitu aku pergi -”
“Nggak mau duduk dulu?” tanya Juno tiba-tiba.
Apa Tory nggak salah dengar?
“Bukankah kau baru menyelesaikan kelasmu?” tanya Juno lagi.
“Ah iya benar,” jawab Tory sambil menggaruk kepalanya canggung. Disaat seperti ini ia berharap Emma dan Theo muncul dan membantunya keluar dari situasi ini.
“Duduklah, masih banyak tempat,” ujar Juno yang sepertinya tau kalau cafetaria sudah ramai dan tidak ada meja kosong lagi untuk Tory.
Tory tidak punya pilihan lain selain duduk di dekat Juno.
Juno menatap Tory heran. “Jadi mau minum apa?”
“Eh nggak usah-” mendadak Tory teringat dengan insiden kopi lagi. Kali ini ia bertekad memperbaiki situasi canggung antara dia dan Juno. “Oh iya, aku berhutan kopi pada mu, aku akan menggantinya,” Tory bangkit berdiri namun Juno menahan pergelangan tangan cewek itu. Tory hampir kena serangan jantung saat merasakan kehangatan tangan Juno.
“It’s on me today, untuk buku catatanku,” ucap Juno membuat Tory merasa tidak enak.
“Tapi-”
“Sudah, kau mau minum apa?” potong Juno.
Tory berpikir sejenak. “Vanilla Latte, tanpa cream,”
Juno tersenyum kecil dan menjawab. “Got it,” kemudian cowok itu langsung bangkit berdiri dan berjalan menuju bar untuk memesan minuman.
Tory masih mematung di tempatnya. Mimpi apa semalam sampai ia bisa duduk di cafetaria bersama Juno?! Juno yang selalu menghilang tanpa jejak? Senior yang paling terkenal dan berbakat di Franco University? Tory menggelengkan kepalanya, berusaha membuang pikiran tidak masuk akalnya. Juno hanya mencoba untuk berterima kasih karena Tory telah mengembalikan buku catatannya. Setelah ini Tory akan langsung pergi setelah berterimakasih pada Juno.
Kemudian perhatian Tory beralih ke laptop Juno yang masih menyala. Sepertinya cowok itu masih menyelesaikan esai. Tory tidak berniat lancang dan membaca namun pandangannya tidak bisa tidak terjatuh pada buku sketsa Juno yang terbuka lebar di atas meja. Tory sangat takjub melihatnya. Baru kali ini ia melihat secara langsung karya Juno yang katanya sangat berbakat. Dan hari ini Tory membuktikan kalau hal itu benar.
Sketsa Juno sangatlah bagus dan detail. Benar-benar karya yang luar biasa. Tangan Tory sangat gatal untuk membalik setiap halaman buku itu. Namun tentu saja ia tidak melakukan hal itu. Tory melirik sekilas ke arah Juno yang masih berdiri di depan bar.
Melihat sebentar sepertinya tidak masalah, batin Tory.
Ia mulai membalik beberapa halaman buku sketsa itu. Setiap halaman terus membuatnya takjub. Ia tidak percaya kalau Juno yang membuat semua gambar ini. Seolah-olah karya seperti ini hanya bisa dibuat oleh seniman-seniman ternama dengan jam terbang yang lama.
“Jelek ya?”
Tory hampir melonjak kaget saat Juno berdiri di hadapannya dengan dua minuman mereka.
“Maafkan aku, aku tidak bermaksud melihat karya mu,” ucap Tory langsung merasa sangat bersalah.
“Tidak masalah, itu hanya coretanku,” Juno kembali duduk dan menyerahkan minuman untuk Tory.
Coretan katanya?! Pikir Tory tidak percaya.
“Seharusnya kau tidak melihatnya, itu-”
“Tapi ini sangat bagus, sketsa yang kubuat bahkan tidak ada yang sedetail dan serealistis milikmu,” ucap Tory cepat.
Juno menatap Tory cukup lama, membuat wajah cewek itu semerah kepiting rebus.
“Terimakasih,” ucap Juno sambil tersenyum.
Ini adalah pertama kalinya Tory melihat Juno tersenyum dan sangat manis.
“Kau lapar? Mau pesan makanan juga?”
“Ah nggak usah, aku belum lapar,” jawab Tory langsung sedangkan Juno hanya mengangguk paham. Padahal dalam hati Tory sangat lapar, namun ia hanya ingin segera pergi. Berada di dekat juno entah mengapa membuat jantungnya tidak aman.
“Aku jadi penasaran dengan sketsa milikmu,” Juno menyeduh kopi panasnya yang masih mengepul.
“Aku tidak membawa buku sketsaku,” jawab Tory membuat juno sedikit bingung. “Buku sketsaku rusak dan aku belum membeli yang baru,” Tory mengingat buku sketsanya yang ditumpahi kopi oleh Megan.
“Benarkah? Tapi sebagai mahasiswa seni bukankah wajib membawa buku sketsa?”
Tory terdiam sejenak karena bingung menjawab apa. Selama ini ia memang selalu meminjam buku sketsa Emma yang akhirnya membuat Tory jarang membuat sketsa karena merasa tidak enak.
“Aku masih mengumpulkan uang untuk membeli kebutuhan cat, kuas dan lain-lain,” jawab Tory jujur.
Juno hanya tersenyum geli membuat Tory bingung.
Kenapa cowok itu ketawa? Apa dia mengejekku?
“Aku serius, ternyata membutuhkan banyak uang untuk menyelesaikan proyek-proyek yang tidak ada habisnya,” keluh Tory.
Juno hanya mengangguk paham. “Kau benar, itulah tidak enaknya menjadi seorang seniman, kau butuh modal yang besar dan tidak boleh mengeluh,”
“Mudah kalau kau punya banyak uang,” ucap Tory yang tidak sadar kalau ia mengucapkannya secara terang-terangan bukan dalam hati.
Oh tidak…, apa yang ku bicarakan?! Keluh Tory dalam hati. Untung saja Juno tidak marah saat mendengarnya.
“Siapa bilang aku membelinya dengan harga yang mahal,” Juno berhasil mencuri perhatian Tory. Juno pun menceritakan bagaimana ia membeli banyak alat lukis dengan harga yang lebih murah dari sebuah toko langganannya. Mereka pun terlibat dalam percakapan yang cukup panjang. Tory terus menyimak penjelasan Juno, dan sejujurnya ia juga tidak percaya kalau Juno selalu mendapatkan peralatannya dengan harga yang miring. Apa cowok ini memang pintar atau hanya sekedar pelit?
“Dengan harga segitu? Yang benar?!”
Juno mengangguk mengiyakan.
Tory masih tidak percaya kalau Juno mempunya satu set cat akrilik yang mahal namun dengan harga setengahnya.
“Kalau mau aku bisa menunjukan tempatnya padamu, sepertinya disana juga banyak buku sketsa dengan harga yang lebih murah?”
Tory langsung mengangguk antusias. “Kau mau melakukannya? Tentu saja aku mau! Kau tau, aku sudah kehilangan 200 pounds hanya untuk peralatan baru kelas melukis,” keluh Tory sedangkan Juno hanya tertawa geli. Cowok itu langsung memasukan buku-buku dan laptop ke dalam tas nya lalu bangkit berdir.
“Kalau begitu kita harus cepat, karena toko itu sebentar lagi tutup.
***
Tory masih tidak percaya kalau sekarang ia sedang berjalan beriringan dengan Juno. Selama ini dugaan Tory salah, Juno bukanlah cowok dingin yang tidak peduli dengan sekitarnya. Cowok itu sangat ramah dan mau menjawab banyak pertanyaan Tory tentang seni lukis dan juga hal lainnya. Juno juga memberitahu Tory soal buku-buku seni yang dibacanya.
“Aku baru saja menyelesaikan buku itu minggu lalu!” ujar Tory.
“Tugas Mr.Leo?”
Tory langsung mengangguk mengiyakan. “Dia minta esainya ditulis dikertas! Benar-benar melelahkan, rasanya aku sudah tidak bisa merasakan tanganku pagi ini,”
“Beliau memang orang yang seperti itu. Tapi percayalah, kalau kau mengerjakannya dengan sungguh-sungguh, itu benar-benar sangat membantu,” Jelas Juno.
Tory mengangguk setuju.
“Jadi kau dari Seattle,”
“Iya, ini adalah pertama kalinya aku tinggal jauh dari rumah,”
Juno menatap cewek itu heran. “Lalu kenapa kau memilih tinggal di Lafayette?”
Kali ini mereka berdua telah menyebrangi jalanan yang cukup ramai. Tory belum tau dimana toko peralatan seni yang akan ditunjukan Juno, namun ia hanya akan mengikuti saja.
“Seperti yang kubilang sebelumnya, aku masih harus mengumpulkan uang. Lafayette tidak terlalu buruk, bahkan aku suka dengan pemandangannya. Lagi pula, kau juga tinggal disana. Bukankah kau bisa memilih apartemen yang lebih bagus dan mahal?” tanya Tory yang sebenarnya sedikit menyesali perkataannya. Secara ia belum terlalu mengenal Juno, sehingga ia takut bila Juno merasa tersinggung.
Namun Juno hanya menggeleng tidak setuju. “Kalau boleh jujur aku juga sama sepertimu. Aku masih mengumpulkan uang dan setahun lalu aku menyewa kamar di Lafayette untuk kujadikan studio saja. Tapi lama kelamaan tempat itu membuatku nyaman dan aku memilih tinggal disana,” jelas Juno.
“Tapi, bukankah kau sudah lama tidak pulang kesana? Apakah kau kembali ke rumah ayahmu?”
Juno menghentikan langkahnya membuat Tory terdiam juga.
Apa dia salah bicara? Tory teringat dengan perkataan Theo kalau Juno tidak akur dengan ayahnya. Sebenarnya Tory juga tau kalau Juno sering bepergian seperti yang selalu dikatakan banyak orang. Hanya saja Tory tetap penasaran dan ingin mendengarnya langsung dari Juno.
“Saat itu aku memang sedang merasa jenuh di London. Aku pergi ke Milan sejenak untuk mencari inspirasi baru,” jawab Juno sambil kembali berjalan, Tory pun mengikutinya.
“Kau pasti sudah pergi ke banyak tempat,” komentar Tory dengan nada sedikit iri.
Kemudian Juno mulai menanyakan seperti apa Seattle dan Tory dengan senang hati menceritakan banyak hal. Dia juga menyadari kalau Juno ternyata sangat seru dan baik. Terkadang Juno hanya diam menyimak saat Tory bercerita panjang lebar. Mereka tertawa sesekali, dan Tory sedikit lega akan hal itu. Karena ia merasa bahwa Juno sempat berubah saat ia menyinggung tentang rumah ayahnya. Seolah-olah cowok itu sangat menghindari topik tersebut.
“Nah kita hampir sampai,” ucap Juno seraya berbelok ke sebuah jalan yang cukup kecil. Tory baru menyadari kalau mereka masuki area pertokoan. Ada banyak toko berjajar sepanjang jalan seperti cafe, resto kecil, toko bunga, toko buku, toko cendera mata dan masih banyak lagi.
Tak lama kemudian mereka tiba di sebuah toko kecil yang terlihat sudah sangat kuno. Toko itu bernama Moonlight. Juno membuka pintu dan langsung terdengar suara lonceng kecil. Tory mengikutinya masuk sambil melihat sekelilingnya. Toko ini tidak terlalu besar, mungkin hanya berukuran 10 meter persegi. Dinding dan lantainya terbuat dari kayu. Lampu-lampu menggantung dari atas menerangi ruangan. Terdapat kanvas-kanvas putih dalam berbagai ukuran di ujung ruangan. Rak-rak kayu yang dipenuhi oleh berbagai macam cat, kuas, dan peralatan melukis lainnya. Tory sedikit takjub saat melihat berbagai lukisan yang dipajang di dinding. Rasanya seperti masuk ke dalam dunia dongeng yang penuh dengan keajaiban.
“Juno? Astaga, sudah lama aku tidak melihatmu,” Seorang pria tua dengan rambut yang sudah sepenuhnya beruban muncul dari balik rak dan langsung memeluk Juno erat.
“Pierre, senang bertemu denganmu,” sapa Juno juga.
Pierre terlihat senang sekali melihat Juno, seperti bertemu kawan lama.
Kemudian perhatian Pierre beralih pada Tory. Ia membetulkan letak kacamatanya untuk melihat Tory dengan jelas.
“Pierre perkenalkan ini Tory, dia mahasiswa baru di Franco University jurusan seni lukis,” Jelas Juno.
Tory langsung memberi salam pada Pierre.
“Wah, jarang sekali kau membawa seseorang kesini,” Pierre menepuk bahu Juno dengan akrab.
Kemudian mereka mulai terlibat pembicaraan tentang kemana saja Juno selama ini. Juno pun menceritakan berbagai perjalanannya sedangkan Tory ikut menyimak dalam diam.
Pierre adalah pemilik toko yang tinggal tidak jauh dari sini. Ia hidup sendirian karena istrinya sudah lama meninggal sedangkan kedua anak laki-laki nya sekarang pergi ke asrama di Lyon, Perancis. Dulunya Pierre adalah seorang seniman kontemporer yang cukup terkenal sebelum akhirnya ia memilih untuk pensiun dan membuka toko. Tory sedikit takjub saat menyadari kalau lukisan-lukisan di dinding adalah karya Pierre.
“Kalau begitu cari saja apa yang kalian butuhkan disini, tenang saja aku akan memberikan separuh harga,” Pierre mengedipkan sebelah matanya ke arah Tory.
Juno mengisyaratkan Tory untuk mulai melihat-lihat sedang ia sendiri akan mencari kanvas baru. Pierre juga terlihat kembali menata rak yang berisi buku-buku seni. Tory mengangguk dan mulai menelusuri rak yang dipenuhi oleh berbagai cat dan kuas. Dalam hati Tory sedikit kaget saat melihat harga yang tertera pada peralatan yang ada. Semuanya jauh lebih murah dari harga normal. Memang kebanyakan cat yang dijual adalah cat bekas namun masih bisa digunakan. Tory mendapatkan beberapa warna yang ia butuhkan untuk proyek yang harus ia kerjakan minggu ini. Ia juga mengambil beberapa kuas yang masih terlihat sangat bagus.
“Bagaimana? Menemukan yang kau cari?” tanya juno yang tiba-tiba muncul sambil membawa 3 kanvas dalam ukuran yang berbeda. Tory mengangguk dan menunjukan cat dan kuas yang diambilnya.
“Aku tidak percaya disini ada cat merk ini! Dan warna ini sulit sekali untuk dicari!” ucap Tory tidak bisa menyembunyikan nada senangnya.
“Tapi sayangnya tidak ada cat yang utuh di toko ini,” Juno meraih salah satu cat akrilik berwarna ungu yang tinggal setengah.
“Kau bercanda? Setengah saja bisa digunakan untuk membuat lukisan yang besar ataupun lusinan karya lainnya,” jelas Tory masih sibuk mencari cat lain di rak terbawah.
“Kau benar juga,” Juno meletakan cat itu kembali. “Oh ya sepertinya aku menemukan apa yang kau butuhkan,” Juno mengisyaratkan Tory untuk mengikutinya. Sedikit bingung Tory mulai mengikuti Juno ke belakang toko.
Disana ada rak buku-buku sketsa. Tory mulai menelusuri buku-buku itu dengan penuh semangat. Apalagi karena ia memang sedang membutuhkan buku sketsa yang baru. Memang bukan buku sketsa yang mewah namun masih sangat bagus dan punya banyak halaman yang masih bisa digunakan. Harganya juga sangat terjangkau. Juno membantu Tory untuk memilih.
“Bagaimana dengan yang ini?” Juno menunjukan sebuah buku sketsa ukuran besar dengan sampul kulit berwarna biru muda. Sampul buku itu sangat cantik dengan lukisan kupu-kupu berwarna putih dan merah muda. Buku itu terlihat sangat mewah dan menarik, membuat Tory sangat takjub.
“Le Papillon?” Tory membaca tulisan kecil yang ada di bawah buku itu.
“Dalam bahasa Prancis artinya kupu-kupu,”
Tory langsung melirik cowok itu dengan curiga. “Jangan bilang kau sengaja memilihnya karena itu?”
Juno terkejut. “Karena aku orang Prancis? Tentu tidak. Aku hanya berpikir kalau buku ini cocok untuk mengganti buku sketsamu yang rusak,” jelas Juno terdengar sedikit tersinggung.
Tory hanya tertawa geli. Ternyata Juno lucu juga.
Tory masih memperhatikan buku sketsa itu lekat-lekat. Harganya memang lebih mahal dari buku sketsa yang lainnya.
“Nggak ah, aku belum pernah menggunakan yang ukuran besar seperti ini,”
Kenapa? Kau bisa punya lebih banyak ruang untuk menggambar,” ucap Juno.
“Tentu tapi aku tidak mau merusak buku secantik ini,” Tory menyentuh sampul buku itu lagi. Tentu saja ia ingin memilikinya namun Tory merasa belum siap. Juno mengangguk paham dan mereka mulai mencari buku sketsa yang lainnya.
Akhirnya Tory menemukan buku sketsa yang cocok untuknya. Keduanya pun langsung membayar peralatan yang mereka ambil. Tory masih tidak percaya kalau Pierre memberikan potongan harga lagi, hal itu membuat Tory sangat senang dan berjanji akan datang lagi saat ia membutuhkan sesuatu. Kemudian keduanya pun keluar dari toko.
Diluar, Juno mengajak Tory membeli sandwich yang dijual di toko dekat situ. Alasannya karena ia sangat lapar. Awalnya Tory hendak menolak namun ia juga merasa sangat lapar karena belum makan dari pagi. Juno menceritakan kalau sandwich itu adalah favoritnya. Tory sangat setuju akan hal itu. Mereka juga duduk di meja yang ada di depan toko untuk menghabiskan sandwich itu. Sandwich itu sangat tebal dengan daging yang enak, membuat Tory yang kelaparan langsung menghabiskannya dengan cepat.
“Sepertinya kau lapar sekali,” ucap Juno geli membuat Tory tersadar kalau Juno bahkan baru setengah jalan sedangkan ia sudah selesai makan.
“Habis sandwich-nya enak sekali,” ucap Tory sambil meringis.
Juno meraih sapu tangan dari natungnya dan mengusap sisa saus yang ada di ujung bibir Tory. Jantung Tory berdegup kencang. Selama ini ia selalu melihat hal seperti ini dalam sebuah film murahan. Tory selalu mengkritik adegan seperti ini, namun saat ini ia tidak menyangka kalau seorang Juno-lah yang saat ini duduk di depannya. Tory hanya bengong tidak tau harus bereaksi apa.
“Ada apa?” tanya Juno bingung sedangkan Tory langsung duduk menjauh. Tory menggeleng dan langsung dan meneguk air mineralnya. Pasti wajahnya sekarang merah sekali. Dalam hati Juno sedikit geli dengan tingkah Tory.
“Ah maaf, aku harus pergi,” Ucap Tory setelah melihat waktu di ponselnya.
“Pergi kemana?” tanya Juno lagi.
“Aku ada kerja sambilan di Olivier,” jelas Tory sambil bangkit berdiri dan mengambil tasnya.
Juno mengangguk paham. “Hati-hati dan sampai besok,”
Tory melambaikan tangan dan berlalu meninggalkan Juno.
Juno masih memperhatikan Tory yang terus berjalan meninggalkan pertokoan. Ia tersenyum kecil sebelum menyeduh minumannya. Kemudian perhatiannya beralih pada sapu tangan putih yang ada di tangannya. Sapu tangan milik Tory.
***