Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asmaraloka Jawadwipa (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

Kepalaku terus tertunduk meski kuupayakan sekuat tenaga untuk mendongak dengan angkuh. Nyatanya hati kecilku masih tak siap menghadapi realitas. Tiba di ambang pintu ruang bernuansa kayu jati ini, aku tak kuasa melihat rupa jalang yang mengotori rumah tanggaku.

"Viva, angkat kepalamu dan sapa Tavisha!" Biyung menyentuh bahuku. Oh jadi namanya Tavisha, sungguh tanganku gatal ingin menonjok perut pembawa sial itu.

"Hai, bitch."

Mereka bertiga memandangku heran, tak memafhumi kata kasar yang terlontar.

"Bitch itu artinya cantik." Jiwa sesatku mencuat ke permukaan.

"Terima kasih, Kakangmbok."

Cih, suaranya diperhalus segala. Atmaku menggerutu sementara kepalaku berdenyut menahan gejolak emosi yang campur aduk.

"Aku tahu kau sakit hati, Viva. Tapi semua telah terjadi. Pesanku, perlakukan Tavisha dengan baik," kata Biyung.

Aku memandang Tavisha dengan sinis. Perempuan dengan rambut lurus sepinggang serta garis muka khas Jambhudwipa itu memiliki lekuk tubuh indah. Perutnya yang agak membuncit tak menutupi kemolekannya. Pantas saja Arya tak kuasa menahan hasratnya.

Aku keki akan kejelitaan perempuan berhidung mbangir itu.

"Tavisha, kau pun mesti hormati kakangmbok-mu," tutur Arya sembari menarik pinggangku supaya lebih dekat dengannya.

Mimik Tavisha mengeruh sesaat sebelum memajang senyum dengan terpaksa.

🌼

"Kakangmbok, maafkan aku yang telah memberantakkan kemesraanmu dengan Arya," lirih Tavisha seraya membuntutiku.

Kami tengah menikmati semilir senja di kebun dekat sumur. Jalur setapak kami susuri di antara pohon mahkota dewa yang berderet serta memantulkan kilau keemasan dari Batara Surya. Aku terpaksa mengiakan wejangan Biyung untuk mengakrabi Tavisha sampai ia mampu beradaptasi dan memahami lingkungan Bagorejo.

Aku terus melangkah, melewati candi bentar yang tampak seperti Gapura Waringin Lawang versi lebih kecil. Aku baru pertama kali mengetahui adanya gapura tanpa atap ini setelah sekian lama tinggal di dekatnya. Secara, bangunan meruncing ke atas itu berada di sebelah utara rumah, sementara aku tiap hari melalui sisi selatan. Batu batanya tampak lawas karena lumut yang menyelimuti. Jika Waringin Lawang punya tangga undakan, gapura yang barusan kulewati tak memilikinya. Aku belum pernah mendengar keberadaan gapura ini di masa depan. Mungkin kelak aku bakal mengusulkan pada arkeolog untuk menggali bekas-bekas bangunan itu.

"Ini kesalahanku, aku sungguh minta maaf," kata perempuan itu lagi. Aku berbalik, sebal karena angan-anganku dibuyarkan, tapi aku terenyuh melihat rautnya yang menyedihkan. Aku tak kuasa mencicik apabila mendapat tatapan yang berkaca-kaca itu.

Tavisha tak sepenuhnya bersalah. Jika Arya kala itu bisa mengontrol birahinya, pasti perkara itu tidak akan terjadi. Buat apa aku memupuk kebencian pada perempuan malang itu? Seharusnya aku dapat melawan angkara murka yang berambisi untuk menggelapkan hatiku.

"Kalau Kakangmbok masih membenciku, biarkan aku menggugurkan kandungan ini. Pasti Arya bakal menyisihkanku." Tavisha mulai terisak dengan bahu semakin bergetar.

Aku tidak bisa melihatnya seperti itu. Kudekati ia lalu berkata, "Sudahlah, jaga dirimu dan bayimu. Anakmu ialah anakku juga."

"Tapi akulah penyebab Kakangmbok sakit hati."

Aku termangu. Apakah ucapannya benar? Apakah perempuan itu penyebab sakit hatiku? Kurasa bukan, karena Arya-lah penyebabnya.

Kucoba tepis murkaku dan berdamai dengan perempuan itu, tapi sesuatu terasa mengganjal di sanubariku. Aku masih tak berkenan jika Arya jatuh hati padanya.

🌼

Tiga bulan berselang dengan lekas dan keseharianku hanya itu-itu saja—memasak, mencuci, menganyam tikar, dan kegiatan lain yang dilakukan kaum perempuan. Kadang kala aku harus memenuhi keinginan Tavisha yang katanya sedang mengidam. Ia semakin dimanjakan oleh Arya dan Biyung yang sepertinya masih diliputi rasa bersalah kepada perempuan Jambhudwipa yang sebelumnya tinggal di pemukiman Mleccha itu.

Aku masih ripuh menganyam pandan untuk dijadikan tikar saat Arya memanggilku.

“Viva, tolong buatkan warna merah dari akar mengkudu itu,” titahnya.

Kulirik ia sekilas, sekonyong-konyong merindukan saat ia masih menekuni pekerjaannya sebagai angukir, yang piawai membuatkanku gelang berukir naga yang sampai sekarang melekat di tanganku. Kupikir pekerjaan itu berpenghasilan lebih menjanjikan daripada menjadi anglukis. Penduduk desa kurang berminat pada seni lukis yang maknanya amat tersirat dan sulit diterka. Mereka lebih suka akan pahatan dan ukiran yang bisa dipajang di luar maupun dalam rumah mereka. Seni lukis cuma diminati keluarga kerajaan di Trowulan maupun di pusat kerajaan bawahan. Namun, aku tak menghakimi Arya selagi ia masih dapat memenuhi kebutuhanku.

Setelah mengembuskan napas kasar, kubuat juga cairan merah dari akar mengkudu yang sebelumnya dibubuk. Sementara tanganku sedari tadi bekerja tak ada waktu istirahat, Tavisha duduk manis di dipan sembari menontonku.

"Kau tidak ada pekerjaan selain menatapku?" sindirku.

"Ah iya, sini biar aku yang mengaduk," sahut Tavisha sembari beranjak.

Aku tersenyum miring, akan tetapi segera tergantikan dengan benak yang membara. Bagaimana tidak? Arya mencekal lengan Tavisha dan menyuruhnya duduk kembali.

"Jangan banyak bekerja dulu, kasihan anak kita," ucap Arya, dibalas anggukan dan senyum manis Tavisha.

Aku membanting adukan, melengos pergi setelah menendang kayu bakar di tungku sementara pandanganku buram oleh air mata. Dengan entengnya Arya menyebut "anak kita" dengan perempuan lain yang aleman itu. Ia pikir keren membuatku cemburu serta pamer bahwa ia bajingan akut sampai-sampai perempuan dari luar Jawa Dwipa pun tunduk padanya.

"Ada apa, Viva?" tanya Biyung yang baru masuk rumah, membawa tampah berisi beras.

Tanpa menyahut, aku terus melangkah lebar menuju pondok Pranaja. Sesampainya di sana, aku menyelonong lewat pintu yang dibiarkan terbuka. Si tuan rumah sedang terlelap dengan mulut membuka dan iler yang mengering di sudut bibir.

"Pranaja, aku sudah tidak kuat," ucapku sambil menepuk pelan lengannya.

Ia meregangkan tubuh sambil menguap sebelum duduk di sebelahku.

"Viva, kenapa kemari pas aku ileran begini sih?" gerutu Pranaja dengan mata sipit yang setengah terbuka.

Aku memandang muka bantal yang awut-awutan itu. Rambut sebahunya acak-acakan, hidungnya tak terlalu mancung dan bibirnya tipis. Ketampanannya tak kalah dari Arya. Hanya saja ia keras kepala.

"Ada apa?" tanya lelaki itu membuyarkan pikiranku.

Aku bingung, rasanya mau berteriak mengingat Arya yang menyayangi Tavisha tanpa memikirkan perasaanku.

"Kenapa tadi nangis?" Aku tertawa kecil mendengarnya, tiba-tiba malu dengan diriku sendiri yang mirip anak kecil. Pranaja terkekeh kemudian melanjutkan, "Bayi besar ada konflik lagi sama suami?"

"Aku jenuh. Arya seenak jidat memerintahku sementara istri mudanya dilarang kerja meski cuma mengaduk cat.” Aku bersungut-sungut dengan kepala yang kian memanas.

"Kamu masih cinta padanya?"

Aku mengangkat bahu. "Akhir-akhir ini risi tiap kali dia menatapku. Tidak ada lagi perasaan berbunga-bunga kayak dulu."

"Kamu bisa meninggalkannya," usul lelaki bermata sipit itu.

"Enggak! Aku gak mau menyerah begitu saja. Nanti Tavisha yang kesenangan," bantahku.

"Tapi kamu nyiksa diri kamu sendiri, Viva! Sikap Arya ke kamu juga mulai beda, kan? Ini baru awal dan kamu sudah kejer begini, gimana ke depannya saat anak mereka lahir?" celoteh Pranaja menghakimi.

"Viva, suami kamu sudah membagi hati. Semua pria kalau punya istri muda juga pasti lebih sayang padanya, termasuk Arya yang selama ini kamu puja-puja."

Aku membisu. Benar kata Pranaja. Arya pasti lebih sayang kepada Tavisha. Perempuan itu jelas mempunyai fisik jauh lebih baik dibanding aku, apalagi ia mengandung keturunan Arya. Mungkin tiga purnama lagi ia akan melahirkan, dan pasti aku bakal disuruh membantu mengurusi anak mereka. Ih! jangan sampai terjadi.

"Renjana Maheswari, turunkan egomu dan kita cari jalan keluarnya."

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
ALMOND
1087      624     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
Acropolis Athens
5404      2034     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.
Tumpuan Tanpa Tepi
11148      3065     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Memoreset (Sudah Terbit)
3863      1451     2     
Romance
Memoreset adalah sebuah cara agar seluruh ingatan buruk manusia dihilangkan. Melalui Memoreset inilah seorang gadis 15 tahun bernama Nita memberanikan diri untuk kabur dari masa-masa kelamnya, hingga ia tidak sadar melupakan sosok laki-laki bernama Fathir yang menyayanginya. Lalu, setelah sepuluh tahun berlalu dan mereka dipertemukan lagi, apakah yang akan dilakukan keduanya? Akankah Fathir t...
Romance is the Hook
4795      1575     1     
Romance
Tidak ada hal lain yang ia butuhkan dalam hidupnya selain kebebasan dan balas dendam. Almira Garcia Pradnyani memulai pekerjaannya sebagai editor di Gautama Books dengan satu tujuan besar untuk membuktikan kemampuannya sendiri pada keluarga ibunya. Namun jalan menuju keberhasilan tidaklah mudah. Berawal dari satu kotak cinnamon rolls dan keisengan Reynaldo Pramana membuat Almira menambah satu ...
The Sunset is Beautiful Isn't It?
2271      700     11     
Romance
Anindya: Jangan menyukai bunga yang sudah layu. Dia tidak akan tumbuh saat kamu rawat dan bawa pulang. Angkasa: Sayangnya saya suka bunga layu, meski bunga itu kering saya akan menjaganya. —//— Tau google maps? Dia menunjukkan banyak jalan alternatif untuk sampai ke tujuan. Kadang kita diarahkan pada jalan kecil tak ramai penduduk karena itu lebih cepat...
Prakerin
7885      2075     14     
Romance
Siapa sih yang nggak kesel kalo gebetan yang udah nempel kaya ketombe —kayanya Anja lupa kalo ketombe bisa aja rontok— dan udah yakin seratus persen sebentar lagi jadi pacar, malah jadian sama orang lain? Kesel kan? Kesel lah! Nah, hal miris inilah yang terjadi sama Anja, si rajin —telat dan bolos— yang nggak mau berangkat prakerin. Alasannya klise, karena takut dapet pembimbing ya...
Adiksi
7844      2321     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
Gunay and His Broken Life
8354      2489     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...
Dear N
15629      1772     18     
Romance
Dia bukan bad boy, tapi juga bukan good boy. Dia hanya Naufal, laki-laki biasa saja yang mampu mengacak-acak isi hati dan pikiran Adira. Dari cara bicaranya yang khas, hingga senyumannya yang manis mampu membuat dunia Adira hanya terpaku padanya. Dia mungkin tidak setampan most wanted di buku-buku, ataupun setampan dewa yunani. Dia jauh dari kata itu. Dia Naufal Aditya Saputra yang berhasil m...