Pohon kelapa melambaikan daun-daunnya dengan teratur, tidak lupa pula hembusan angin sore ini menambah suasana menjadi sendu, langit pun tak kalah indah menampilkan warna jingga yang menyala.
Arina duduk di tepian pantai dengan kakinya yang dibiarkan telanjang sehingga langsung menyentuh pasir putih. Rambutnya terurai diterpa hembusan angin yang semakin kencang yang membuat sedikit wajahnya tertutupi oleh rambut hitam panjang miliknya. Namun itu semua tidak mengurangi indahnya wajah Arina, itulah yang Salim rasakan.
Mereka bertemu kembali setelah kejadian yang membuat mereka sempat untuk terhenti. Arina berdiri dari duduknya, kakinya menjelajahi pasir putih bersih itu, dirinya berjalan di sekitar tepian, Salim hanya memandangnya saja tanpa ingin mengganggu wanita pujaannya itu. Tatapannya tak pernah dia lepas dari seseorang yang sedang berjalan sepanjang tepian pantai, dengan dress putih serta rambut yang terurai indah karena terpaan angin pantai yang membuat pesonanya semakin nyata.
Salim berlari sebentar ke arah mobil mereka terparkir, dia sedang mengambil sesuatu yang ingin dia berikan kepada Arina, tanpa membiarkan Arina sendiri terlalu lama di pantai, Salim dengan cepat menambah kecepatannya.
“Lim, gak perlu lari gitu,” ucap Arina,
Salim terengah-engah kemudian mendekat ke arah Arina dengan barang yang dibawanya dari mobil.
“Buat kamu, Na,” ucap Salim lalu memberikan satu tangkai bunga tulip putih.
Arina sedikit terkejut dengan apa yang Salim berikan, sejak kapan dia menyimpan bunga tulip di mobilnya, pasalnya dari tadi dia tidak melihat bunga itu di mobilnya,
“Kamu lari ke mobil buat ambil ini?” tanya Arina sambil menunjuk bunga tulip itu,
Salim terkekeh pelan, kemudian bunga tulip itu dia berikan ke tangan Arina.
“Cantik, bunga itu semakin cantik kalau dipegang kamu, Na, Serasi dengan warna putih itu. Warna putih menampilkan kesucian, dan kerendahan hati. Sama sepertimu, Terjaga dan rendah hati,” ujar Salim,
Arina tersenyum, dia kembali duduk di tempat semula, dia nikmati kembali indahnya langit yang sedang beranjak menuju malam, dengan bunga tulip yang masih dia genggam.
“Aku senang, Na,” ungkap Salim sambil melihat wajah Arina yang tampak lebih indah sore ini.
“Senang kenapa?” jawab Arina dengan tatapan yang masih fokus ke hamparan laut di depannya.
“Aku senang masih bisa bersamamu lagi, terima kasih untuk sudah percaya pada hubungan kita, Na,"
“Aku juga senang, Lim,”
“Kita hadapi sama-sama ya, Na?” tanya Salim meminta persetujuan dari wanita yang disayanginya itu. Arina mengangguk dan tersenyum ke arah Salim.
“Semoga selamanya ya, Na, Aku ingin selalu bersamamu, Selalu ingin melihatmu tersenyum, selalu ingin mendengar tawamu dan selalu lainnya, semoga kita sampai,”
“Memangnya kamu mau berapa lama bersama denganku?” tanya Arina memastikan,
“Jawabanku selalu sama, Na, Selamanya, aku ingin bersama selamanya. Tapi kalau selamanya terlalu lama, aku ingin sampai seumur hidupku, Na,” pungkas Salim,
Sebuah pelukan hangat yang Arina berikan, dia tidak membalas jawaban Salim barusan, hanya pelukan yang dia berikan, Salim membalasnya dengan senang dan erat. Tanpa menjawab pun dia tahu bahwa Arina senang.
“Na, aku boleh minta satu hal?” tanya Salim tiba-tiba dan seketika membuat Arina melepaskan pelukannya,
“Tanya apa, Lim?”
“Aku minta kamu jangan pernah mengatakan kalau cintamu sudah habis untukku ya,” pintanya,
Arina mengerutkan alis tebalnya itu sehingga membuat kedua alisnya menyatu,
“Aku gak siap untuk mendengarnya, Na,” lanjutnya,
Arina tidak berani menjawab permintaannya, dia juga takut akan hal itu, takut kalau pada akhirnya cintanya habis namun justru Arina takut kalau justru cintanya Salim yang akan habis untuknya nanti. Hari esok adalah misteri, cinta juga misteri, seseorang di hari kemudian juga misteri, semua bisa berubah semua bisa hilang bahkan pergi.
“Semua bisa berubah tanpa kita sadari, Lim. Bisaku hanya menjaga rasa itu agar tetap lestari setidaknya sampai aku mati,” jawab Arina,
“Mau selamanya atau gak, kita gak akan tahu, Lim. Aku gak mau terlalu naif.” pungkas Arina,
“Aku terima apapun jawabanmu itu, Na, yang jelas saat ini aku senang karena ada langit senja, pantai dan juga kamu."
Salim seketika terdiam, dan menyadari bahwa perkataan Arina benar adanya, bahwa semua bisa berubah, semua masih misteri dan semua bisa terjadi tanpa kita sadari. Seketika hening mengambil alih keadaan, tatapan mereka sama-sama kedepan, membiarkan kaki mereka tersiram air laut, membiarkan rambut mereka terbawa angin, membiarkan hening menyelimuti sore ini, memanjakan kedua mata mereka dengan melihat matahari yang mulai tenggelam dari warnanya yang jingga sampai ke abu-abuan.
Keduanya saling bertatap, memandangi satu sama lain dengan seksama sampai jarak sangat dekat bahkan sampai hidung mereka bertemu, keduanya memejamkan mata merasakan sebuah kecupan lembut dibibir mereka.