Loading...
Logo TinLit
Read Story - I love you & I lost you
MENU
About Us  

Hari minggu yang cerah, bertepatan dengan ulang tahun ayah Arina, dari pagi Salim, Panama dan Arina sudah terlihat sibuk mempersiapkan berbagai keperluan untuk merayakan ulang tahun ayahnya, Salim membawa banyak balon dan alat pendukung lainnya.

Panama masih sibuk meniup balon-balon itu, disisi lain Arina yang sudah membeli bunga namun dia pilih untuk membuat buket bunga itu sendiri agar lebih spesial, sedangkan Salim dia mencoba menyibukkan dirinya dengan membuatkan Arina dan Panama es teh di dapur, Salim sudah meminta untuk membantu Arina merangkai bunga namun Arina menolak dan bilang Salim hanya akan merusak bunganya. Dan Salim pun menyadari kalau memang dia nanti bagian memotret saja karena itu sudah menjadi keahliannya.

Setelah semua perlengkapan selesai mulai dari balon, buket bunga, dan kue ulang tahun, kini ketiganya sudah dalam perjalanan, wajah bahagia mereka terpancar terlebih Arina dan Panama yang sangat antusias untuk bertemu ayahnya itu. Salim merasakan energi bahagia yang terpancar dari keduanya. 

“Udah gak sabar ya ketemu ayah?” Tanya Salim yang masih fokus menyetir,

“Iya dong kak, Pana mau cerita banyak sama ayah di hari ulang tahunnya.” Panama menjawab dengan antusiasnya sembari mengecek balon-balan dan perlengkapan lainnya sudah benar-benar sempurna.

“Kalo kamu, Na?”

Arina mengangguk dan tersenyum, terlihat hari ini dia tidak banyak bicara namun Salim bisa merasakan perasaan senang yang dia rasakan saat ini. Mobil sudah terparkir, kini mereka sudah siap dengan barang bawaan, tangan mereka penuh dengan semua barang bawaan, tidak lupa kamera sudah terkalung di leher Salim. Mereka menuju ruangan dimana ayahnya dirawat, sebelumnya Arina sudah berpesan kepada perawat disana bahwa dia akan merayakan ulang tahun ayahnya bersama. Mereka perlahan membuka pintu dan terlihat Ayah Arina sedang duduk di kursi roda bersama seorang perawat yang menjaganya. Nyanyian selamat ulang tahun mereka nyanyikan untuk ayah mereka, Salim pun sudah memotret beberapa momen indah ini, terlihat senyum bahagia mereka di ulang tahun ini.

Arina dan Panama memeluk ayahnya itu, pelukan hangat, pelukan kerinduan, rindu akan kehadiran sosok ayah yang selalu menjadi kekuatan mereka. Arina menaruh buket bunga itu di meja kecil di samping tempat tidur ayahnya, serta mengganti bunga yang ada di vas itu dengan bunga yang dia bawa kesini. Panama dan Arina kini meniup bersama-sama lilin setelah sesi berdoa, dan sedari tadi Salim tidak berhenti untuk mengabadikan momen spesial ini. 

“Selamat ulang tahun ayah, Panama harap ayah cepat sembuh dan secepatnya bisa kumpul bareng aku sama kak Arina.” Ucap Panama yang kini masih memeluk ayahnya,

“Selamat ulang tahun ayah paling hebat sedunia, Arina bersyukur lahir sebagai anak ayah, ayah cepat pulih ya, biar bisa nemenin Arina sama Pana menjalani kehidupan ini.”

Arina mengatakannya sambil menahan air mata yang sudah membendung itu, meskipun tidak ada respon dari ayahnya, namun melihat ayahnya saja sudah cukup bagi Arina. Salim mendekat ke arah mereka, dia meraih tangan ayah Arina lalu salim dan mencium tangan Pak Hans seperti dia mencium tangan orang tuanya. 

“Selamat bertambah umur, om. Mereka hebat ya om, pasti karena anak om ya, mereka juga baik pasti karena anaknya om juga, dan mereka kuat ya om pasti juga karena mereka anak om. Cepat pulih dan cepat pulang ke rumah om, biar mereka tambah senang.”

Ucapan Salim membuat mereka terharu, Panama langsung memeluk ayahnya serta Salim disitu, Arina pun mengikuti memberi pelukan setelahnya. Mereka berempat berpelukan, saling menguatkan dan saling bersyukur memiliki satu sama lain. Salim mengambil kameranya lalu mereka berswafoto berempat, tidak hanya sekali jepretan namun banyak sekali foto-foto yang diambil. Arina sampai menyuruh Salim untuk berhenti mengambil fotonya, namun Salim tetap menolak dan tetap mengambil banyak candid dari mereka. Kunjungan mereka pun selesai, setelah berpamitan, kini mereka bertiga sedang dijalan pulang. Salim memberikan kamera analog miliknya itu kepada Arina agar bisa Arina lihat. 

“Lim, ini kamera baru ya?” Arina bertanya karena dia baru menyadari bahwa kamera milik Salim ini baru dia lihat.

“Iya, Na. Waktu tiga hari lalu kamu bilang mau ngeranyain ulang tahun ayah, aku kepikiran buat beli kamera analog ini, biar khusus foto momen-momen indah kamu.”

Entah berapa kali Salim membuatnya merassa orang paling beruntung sedunia, dia benar-benar tahu cara membuat dirinya bahagia.

“Lim, kamu kenapa benar-benar tahu caranya buat aku mau nangis senang sih?”

“Ya karena kamu berharga buat aku, Na.” Jawab Salim menoleh sebentar kearah Arina lalu pandangannya fokus lagi ke jalan.

“Aku pengen selalu ada di momen-momen bahagia kamu, aku pengen mengabadikan kamu lewat kamera ini, aku gak mau lewatin setiap momen kamu senyum, aku mau abadikan momen itu. Kalau pun aku buat jadi album, seratus album foto pun gapapa kalau isinya kamu dan semestamu, Na.” Salim melanjutkan ucapannya,

Di kursi belakang Panama sudah terisak haru mendengar sekaligus melihat bahwa kakaknya begitu disayangi oleh Salim, Panama sangat iri dengan Salim, dia merasa tersaingi dalam menyayangi kakaknya itu, Panama benar-benar belajar banyak dari Salim terutama dalam memperlakukan perempuan. Arina juga kini malah terisak dan mengalihkan pandangannya ke kaca samping dan memilih melihat jalanan ibu kota, wajahnya kini sudah memerah dengan hidung yang ikutan memerah karena tangisnya itu. Salim tertawa kecil melihat pemandangan kakak beradik ini sedang menangis bersama-sama.

“Udah dong kalian jangan nangis.” Salim mengelus rambut Arina lalu menepuk pelan pundak Panama agar berhenti menangis.

“Hari ini Panama mau makan sushi, gamau tahu, gara-gara kak Salim buat Pana nangis, Pana jadi lapar.” Jawab Panama dengan lucunya namun masih terdengar isakan darinya.

“Mari kita makan sushi yang banyak.” Salim menjawabnya kemudian tertawa kecil melihat tingkah Panama yang menggemaskan.

Kini mereka bertiga sudah berada di sebuah restoran jepang favorit Salim dan Arina, di hadapan mereka sudah terhidang banyak sekali sushi, mulai dari norimaki, nigiri sushi dengan toping ikan tuna yang merupakan menu favorit Arina, nigiri sushi namun dengan fillet ikan salmon yang merupakan makanan favorit Salim, Salim alergi dengan tuna jadi dia memilih salmon sebagai gantinya. Dan masih banyak lagi.

Disela-sela mereka menghabiskan makanannya, Arina mengambil kamera analog milik Salim kemudian memotret Salim dan Panama yang sedang memakan lahap sushi mereka.

“Makannya dihabisin dulu Arina.” Pinta Salim Namun Arina menghiraukan ucapan Salim dan lanjut memotret lagi,

“Katamu kan kamera ini khusus buat mengabadikan momen-momen indah aku kan, Lim.” Jawab Arina,

“Sama kamu juga merupakan momen indah buat aku, Lim.” Lanjut Arina dengan senyum manis lalu mengarahkan kamera ke Salim dan memotretnya kembali.

Salim tersenyum dan kini berpose dengan menunjukkan jempol saat Arina kembali memotretnya. 

“Dunia ini tidak terlalu baik, Lim. Sulit untuk menemukan seseorang yang benar-benar berharap bahwa aku baik-baik saja. Bahkan aku tidak menemukan sosok seperti itu di diri mama aku. Tapi justru orang itu kamu, Lim. Orang asing yang bahkan lebih peduli dari siapa pun. Aku ingin kamu tetap disini bersamaku, dan gak mau kamu pergi kemana-mana.” Ujar Arina yang kini beralih fokus menatap Salim dengan tatapan teduh.

Salim hampir meneteskan air mata, dia senang sekaligus sedih mendengar ucapan Arina barusan. Terdengar ada luka yang menyakitkan hatinya namun kehadirannya memberi obat untuk menyembuhkan luka itu. Mereka berdua sampai lupa bahwa sedari tadi Panama melihat kebucinan mereka. Sampai-sampai dia tersedak sushi yang sedari tadi dia makan, mungkin karena sampai terharu melihat mereka bahagia seperti ini. 

“Kalo makan pelan-pelan, Pana.” Ucap Arina lalu menyodorkan air putih untuk Panama,

“Aku keselek, kakak masih nyalahin aku karena makan gak pelan-pelan? Aku keselek karena liat kalian bucin gini. Tolong hargai jomblo seperti saya ini.” Jawab Panama dengan wajah yang memelas. Arina dan Salim yang melihatnya hanya tertawa, lalu kembali melanjutkan menyantap sushi mereka yang sudah dingin itu. 

“Makanya cari pacar, Nam. Biar nanti bisa double date.” Ujar Salim memberi saran dengan tatapan ke arah Arina seakan memancing singa betina itu,

“Gak ada pacaran, kamu harus fokus sekolah dulu.” Arina langsung membantah saran dari Salim,

“Tuh kan kak, kak Arina tuh gak kasih izin, padahal Pana kan anak baik, gak bakal macam-macam.” Pana memberi pembelaan,

“Iya kakak percaya kamu anak baik, kakak cuman gak mau nanti kalau kamu udah punya pacar, kamu gak sayang lagi sama kakak.” Ucap Arina dengan tetap mempertahankan argumennya.

“Kak, aku gak pandai ngomong tapi kakak harus tahu kalau aku sayang sama kaka, kalau pun reinkarnasi dan aku bisa memilih untuk jadi Bill Gates atau Ronaldo aku akan tetap milih buat jadi adiknya kakak.” Jawab Panama dengan tatapan serius dan terlihat tulus kepada Arina.

Lagi-lagi Arina dibuat terharu hari ini dengan dua laki-laki yang dia sayangi, pertama dia dibuat terharu oleh Salim dan sekarang dia dibuat terharu oleh adik satu-satunya itu. Mungkin Panama sudah tertular oleh Salim yang bisa membuat hati Arina benar-benar menghangat, kata-kata yang menenangkan baginya, namun bukan sekedar kata tetapi disertai tindakan nyata.

Tanpa aba-aba Arina langsung memeluk adiknya itu, dia tidak memedulikan orang-orang sekitar yang melihat dirinya. Arina benar-benar senang hari ini. Dia memeluk adik satu-satunya itu dengan penuh kasih sayang, Panama membalas pelukan tulus itu dari kakaknya, dia sangat bersyukur bisa terlahir sebagai adiknya. Salim tersenyum melihat pemandangan adik kakak yang benar-benar menyentuh hati, mereka saling menguatkan satu sama lain dan menyayangi satu sama lain.

“Terima kasih tidak pernah meninggalkan dalam situasi apapun, Terima kasih selalu ada disisi kakak, selalu support kakak, selalu menyayangi kakak, dan terima kasih kamu terlahir jadi adik kakak, kakak sayang banget sama kamu.” Ucap Arina mengeratkan pelukannya, Salim benar-benar banyak belajar dari kakak beradik ini, belajar untuk tetap saling ada untuk satu sama lain, dan tidak pernah meninggalkan. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
ALMOND
1071      617     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
Premium
Antara Aku Pelangi & Hujan
16420      1583     0     
Romance
Zayn bertemu dengan seorang gadis yang sedang menangis di tengah derasnya hujan dan tanpa sadar Zayn tertarik dengan gadis tersebut Ternyata gadis tersebut membawa Zayn pada sebuah rahasia masa lalu yang di lupakan Zayn Membawanya pada sesuatu yang tidak terduga
Adiksi
7737      2309     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
DAMAGE
3568      1265     2     
Fan Fiction
Kisah mereka berawal dari rasa penasaran Selgi akan tatapan sendu Sean. Ketidakpuasan takdir terhadap pertemuan singkat itu membuat keduanya terlibat dalam rangkaian cerita selanjutnya. Segalanya pun berjalan secara natural seiring kedekatan yang kian erat. Sean, sang aktor terkenal berperan sangat baik untuk bisa menunjukkan kehidupannya yang tanpa celah. Namun, siapa sangka, di balik ...
My World
739      501     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
Premium
Aksara yang Tak Mampu Bersuara
20010      1904     0     
Romance
Ini aku. Aku yang selalu bersembunyi dibalik untaian kata indah yang menggambarkan dirimu. Aku yang diam-diam menatapmu dari kejauhan dalam keheningan. Apakah suatu saat nanti kau akan menyadari keberadaanku dan membaca semua tulisanku untukmu?
Miracle of Marble Box
3126      1351     2     
Fantasy
Sebuah kotak ajaib yang berkilau ditemukan di antara rerumputan dan semak-semak. Alsa, Indira dan Ovi harus menyelesaikan misi yang muncul dari kotak tersebut jika mereka ingin salah satu temannya kembali. Mereka harus mengalahkan ego masing-masing dan menggunakan keahlian yang dimiliki untuk mencari jawaban dari petunjuk yang diberikan oleh kotak ajaib. Setiap tantangan membawa mereka ke nega...
Kiara - Sebuah Perjalanan Untuk Pulang
3043      1316     2     
Romance
Tentang sebuah petualangan mencari Keberanian, ke-ikhlasan juga arti dari sebuah cinta dan persahabatan yang tulus. 3 Orang yang saling mencintai dengan cara yang berbeda di tempat dan situasi yang berbeda pula. mereka hanya seorang manusia yang memiliki hati besar untuk menerima. Kiara, seorang perempuan jawa ayu yang menjalin persahabatan sejak kecil dengan Ardy dan klisenya mereka saling me...
KELANA [Kenzie - Elea - Naresh]
5302      1859     0     
Fan Fiction
Kenzie, Elea, Naresh, tiga sahabat yang ditakdirkan menjadi seorang bintang. Elea begitu mengagumi Naresh secara diam-diam, hingga dia amat sangat peduli terhadap Naresh. Naresh yang belakangan ini sering masuk lambe turah karena dicap sebagai playboy. Bukan tanpa sebab Naresh begitu, laki-laki itu memiliki alasan dibalik kelakuannya. Dibantu dengan Kenzie, Elea berusaha sekuat tenaga menyadarka...
Pria Malam
1090      660     0     
Mystery
Semenjak aku memiliki sebuah café. Ada seorang Pria yang menarik perhatianku. Ia selalu pergi pada pukul 07.50 malam. Tepat sepuluh menit sebelum café tutup. Ia menghabiskan kopinya dalam tiga kali tegak. Melemparkan pertanyaan ringan padaku lalu pergi menghilang ditelan malam. Tapi sehari, dua hari, oh tidak nyaris seminggi pria yang selalu datang itu tidak terlihat. Tiba-tiba ia muncul dan be...