Read More >>"> The Maiden from Doomsday (12) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Maiden from Doomsday
MENU
About Us  

Setetes air jatuh menimpa wajah Hal, disusul tetesan air lainnya, yang jatuh dari langit. Hal segera bangkit dari duduknya, ia melipat karpet plastik yang dibentangkan di sebelah pohon Milly. Setelah menaruhnya di atas akar, ia mendorong beberapa seng yang dipaku pada papan ke atas empat buah tiang. Empat tiang itu ada di kanan-kiri depan dan belakang pohonnya, sehingga pohon Milly kini beratap. Di ujung keempat sisi atap itu ada pula kawat besi yang dipilih di keempat tiang kayunya. Cukup kokoh jika hujan berangin.

Langit pun makin pekat gelapnya, sampai tetesan hujan itu makin banyak dan berubah menjadi limpahan lebat. Hanya sedikit jarak antar seng dan papan yang dijadikan atap di tengahnya, dari situlah menetes hujan sampai menyentuh akar pohon Milly. Orang-orang akan melihatnya sebagai seorang dungu jika tidak ingin sebuah pohon terkena hujan. Bukannya ia tidak mau, tapi mengingat pohon itu adalah Milly, ia berpikir bagaimana jika Milly masih merasakan segala sesuatu meski sudah menjadi pohon. Makanya ia membuat sebuah atap agar hanya sedikit air yang langsung menuju akar, tanpa mengenai batangnya. 

Ia juga memasang atap ini jika hari terlalu panas. Baginya sinar matahari memang bagus, tapi tidak dengan yang hampir membakar kulit. 

Karena hari sudah hujan lebat begini, ia menuangkan bir ke sebuah gelas dan meminumnya. Sedikit hangat rasanya. Hal ingat bagaimana ia dan Milly minum-minum di warung kopi dulu, jadi ia menuangkan sedikit bir ke pohon. Dan tertawa sambil berkata, "Kamu cuma boleh minum sedikit, Milly."

Setelah habis sebotol bir hanya dalam setengah jam lebih, ia lanjutkan dengan membakar cerutu. Baru diambilnya kemarin saat perjalanan pulang dari pinggiran kota. Sekali dua hari, Hal akan pergi ke pinggir kota, tempatnya pepohonan ek. Di sana ia membuat permohonan pada pohon ek keramat yang dapat menjelma sebagai anak-anak, bahkan jika tidak pernah ada tanggapan. Ia tetap rajin ke sana, karena baginya untuk mengembalikan Milly, hanya itu satu-satunya jalan.

Saat Hal hendak berdiri, untuk duduk memunggungi batang pohon, kepalanya berdenyut. Ia terpaksa menyeret bokongnya sambil meraba-raba, sebab matanya berpicing menahan denyut di kepala. Baru ingat ia kalau terakhir mulutnya memasukkan makanan ke perut terakhir kali kemarin. Sampai petang ini ia belum makan apa-apa. Badannya yang sempat berisi setahun ini kembali kurus kerontang, lebih-lebih sebelumnya. 

"Hujan begini enaknya makan apa, ya, Milly?" Ia mengembuskan asap dari mulutnya lalu lanjut bicara, "Rasanya mau makan masakan kamu lagi. Aku jujur, masakan kamu hari itu perfect kalau kata orang di apartemen mewah sana. Waktu itu aku termakan cakap duluan, jadi malu untuk tambah. Makanya nanti kalau kita balik jadi normal lagi, kamu harus masak setiap hari, ya."

Jika Hal disuruh jujur, masakan Milly masih kalah dibandingkan dengan Milly yang dari masa depan. Mungkin semakin dewasa dia, semakin jago pula dalam memasak. Namun masakan Milly-nya jauh lebih ia sukai secara perasaan.

Mengingat tentang Milly dari masa depan, sudah berminggu-minggu ia tidak melihatnya. Itu bagus. Karena sebelumnya, wanita makin menggila. Dia bahkan sampai ingin menebang pohon Milly beberapa kali, Hal terpaksa memukulnya dan mengusirnya dengan paksa. Beberapa kali Hal sempat merasa ingin membunuhnya, tapi ia terus teringat bahwa wanita itu juga Milly. Mau bagaimana pun itu.

Wanita itu juga berkali-kali memegangi kepala Hal, sambil mengeluarkan dedaunan yang beterbangan ke sana ke mari. Hal ingat betul dedaunan itu yang membuatnya lupa setahun lebih lalu. Ia sempat ingin menghindar awalnya, tapi tidak berguna. Dedaunan itu selalu bisa mendarat di kepalanya. Meski begitu tetap saja tidak ada yang berubah, tidak seperti dulu. Hal bertanya-tanya mengenai itu, tapi sejujurnya ia begitu bersyukur daun-daunnya tidak bisa menghapus ingatannya lagi.

Setiap kali gagal, wanita itu selalu menggeram. Dia akan menjerit-jerit tidak jelas dan memaki pohon ek. Terkadang dia jadi lembut juga meski memaksa Hal untuk berhenti merokok dan minum-minum. Dia juga sering membawakan makanan. Tentu saja tidak satu pun ada dimakan oleh Hal. Ia membiarkannya membusuk. Besoknya wanita itu akan datang lagi dengan makanan baru sambil membawa pulang makanan yang lama. Tidak mau berhenti.

Mungkin sekitar dua atau tiga pekan yang lalu, wanita itu datang tanpa membawa makanan. "Aku bakal mencobanya, tapi tidak bisa janji, karena belum tentu berhasil atau tidak. Jadi, aku minta maaf, Paman. Aku minta maaf," katanya pada Hal yang tidak menjawab, hanya diam saja. Setelah itu dia tidak pernah muncul lagi.

Lama kelamaan memikirkan apa yang akan dicoba oleh wanita itu, Hal terlelap. Dibasahi oleh hujan yang menetes dari lekang atapnya tidak membuatnya bangun. Sampai senja berlalu dan hujan berhenti, barulah ia membuka mata. Sudah gelap gulita, ia keluarkan pemantik dan masuk ke dalam rumah sakit. Balik-balik ia membawa banyak lilin dan membakarnya di sekeliling atap. Di tiang-tiang sudah dipaku tempat untuk menaruh lilin. 

Ia kemudian memeluk batang pohonnya dan mengusapnya. "Milly, bisakah kamu kembali lagi? Sudah lebih sebulan atau mungkin dua bulan, pohon itu tidak merespon apa-apa. Bilang kalau dirinya tidak mau mengabulkan permintaan pun tidak."

Hal lalu membuang keretek dan cerutu di dekatnya, ia mencampakkan benda itu jauh-jauh. Ada sebotol bir lagi di dekat akar pohon, ia juga mencampakkan botol itu hingga terpecah mengenai pohon lain. "Kata orang kita bisa bertahan dua pekan tanpa makanan, dan lima hari tanpa minum," ucapnya, "akan kucoba."

Mulai dari pagi esoknya. Di hari pertama, ia terus mendengar perutnya yang berbunyi. Bolak-balik ia buang air kecil, tubuhnya pun makin lemas. "Ini baru sehari, Milly. Kamu percaya ada surga dan neraka? Kalau aku mati, di mana kita bisa bertemu?"

Hari kedua, bibirnya mengering. Tenggorokannya terasa kasar. Kepalanya makin pusing dan matanya mulai kabur. "Kamu bertanya kenapa aku begini? Ini supaya kita dapat bertemu."

"Makan, biarkan aku memakan tanah ini! Tidak, aku tidak boleh makan. Aku harus mati. Jika kumakan pohon ini, dapatkah aku jadi pohon? Tidak, itu Milly, di mananya pohon?" Hari ketiga kepalanya tidak lagi dapat dipakai. Untuk bangkit pun ia sudah tak ada tenaga. Kerjanya seharian hanya mengoceh tidak jelas.

Di hari keempat Hal bahkan tak dapat lagi bicara. Setiap kali ia membuka mulutnya yang terdengar hanya suara embusan napas yang melengking dan parau. "Hah ... akh ...."

Hari berikutnya, tidak ada sinar matahari. Namun hari juga tidak mendung. Langit cukup berawan, tanpa kejelasan akan hujan atau panas. Sedangkan Hal sudah tak dapat apa-apa. Matanya hampir ketutup seluruhnya. Ia sempat kejang-kejang di pagi hari. Tubuhnya menegang dan seperti kesetrum. Setelah beberapa saat berhenti, kepalanya tidak ada apa-apa. Kosong. Dan setelah beberapa saat selanjutnya ia benar-benar menutup matanya. 

"Kebodohan kalian berdua sama. Mau masa apa pun itu, pilihan kalian tetap sama. Bukankah begitu, Milly?" ucap seorang anak kecil yang berjongkok menatap wajah Hal.

"Kumohon kabulkan yang terakhir ini. Cepatlah, sebelum Paman Hal benar-benar pergi."

"Diriku ini bahkan bisa menghidupkan orang yang telah lama mati. Seseorang di ujung maut karena kelaparan atau menjadi sebuah pohon itu bukan apa-apa. Kecuali untuk orang yang benar-benar mau mati seperti dia di masa depan," lanjut anak itu menunjuk pada Hal.

"Maksudmu Paman masih mau hidup?"

"Si bodoh ini mau hidup di suatu tempat yang jauh, tapi sayangnya itu tidak akan kesampaian. Karena permintaan terakhirmu akan kupenuhi, Milly. Sebagai gantinya kau akan menghilang. Apa kau setuju dengan ini?"

"Ya, aku setuju. Aku ingin melihat diriku bahagia bersama seseorang yang seharusnya. Aku hanya berharap Paman dan aku bisa hidup lebih lama lagi. Dan tidak sendirian."

Anak perempuan itu berdiri. Dia menutup matanya dan tubuhnya terangkat ke udara. Semilir angin berhembus di sekitar mereka. Tubuh Hal yang kurus kering kembali normal, tidak cukup gemuk, hanya seperti mana ia dulu. Sedangkan pohon di sebelah Hal bercahaya, mengecil kembali membentuk tubuh seorang manusia. Akarnya menjadi kaki, dahannya menjadi tangan, daunnya berguguran, dan kulitnya menjadi putih tanpa ada bagian yang keras. Hal dan Milly baru saja kembali.

"Paman, maafkan aku. Aku lupa tujuan awalku ke sini. Bukannya kita cuma mau bertemu lebih awal? Ini salahku sampai membuat masalah besar, tapi tetap saja, setahun ini sungguh berharga. Waktu yang tidak aku dapat di masa depan, bisa aku dapatkan." Bersamaan dengan habisnya ucapan itu, Milly yang satunya lagi pun ikut menghilang, dengan cahaya hijau di sekelilingnya.

Setengah jam berlalu, barulah Hal membuka matanya. Tubuhnya masih lemah, ia butuh waktu lama cuma untuk duduk. Dipikirnya ia akan menatap langit begitu bangun, tapi itu salah. Apa yang ada di hadapannya adalah sebuah ruangan putih dengan langit-langit yang penuh debu. 

"Sudah bangun? Untung berat Paman turun drastis, kalau tidak, aku malas membopong badan orang tua yang bau karena belum mandi berhari-hari." Suara itu, Milly. Hal yakin sekali, ia langsung memandang ke arah pintu ruangan. Ada seorang gadis di sana, gadis berkulit putih yang mengedipkan mata cokelatnya, Milly. Dia tidak berubah sejak setahun lalu. Hal menyunggingkan senyum, tapi matanya malah meneteskan air. 

"Ini makan, masih hangat. Katanya mau makan masakan aku, padahal hari itu main ejek sebelum dimakan. Kemakan cakap duluan, ya?"

"Kamu ... dengar?"

"Aku juga lihat orang paruh baya yang buat atap di atasku sambil minum-minum, sambil merokok tiap hari. Baunya minta ampun."

Milly menyodok mulut Hal yang tertutup dengan sesendok bubur instan. "Mau bilang apa?"

Hal memakan bubur itu. Begitu halus, ia tidak perlu mengunyah, main telan saja. "Aku pulang, Milly."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Hidden Kindness
349      236     2     
Fan Fiction
Baru beberapa hari menjadi pustakawan di sebuah sekolah terkenal di pusat kota, Jungyeon sudah mendapat teror dari 'makhluk asing'. Banyak sekali misteri berbuntut panjang yang meneror sekolah itu ternyata sejak ada siswi yang meninggal secara serius. Bagaimana cara Jungyeon harus menghadapi semua hal yang mengganggu kerja di tempat barunya? Apakah ia harus resign atau bertahan?
Golden Cage
441      244     6     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Katanya Buku Baru, tapi kok???
435      289     0     
Short Story
Ibu Mengajariku Tersenyum
972      490     0     
Inspirational
Jaya Amanah Putra adalah seorang psikolog berbakat yang bekerja di RSIA Purnama. Dia direkomendasikan oleh Bayu, dokter spesialis genetika medis sekaligus sahabatnya sejak SMA. Lingkungan kerjanya pun sangat ramah, termasuk Pak Atma sang petugas lab yang begitu perhatian. Sesungguhnya, Jaya mempelajari psikologi untuk mendapatkan kembali suara ibunya, Puspa, yang senantiasa diam sejak hamil Jay...
Until The Last Second Before Your Death
431      308     4     
Short Story
“Nia, meskipun kau tidak mengatakannya, aku tetap tidak akan meninggalkanmu. Karena bagiku, meninggalkanmu hanya akan membuatku menyesal nantinya, dan aku tidak ingin membawa penyesalan itu hingga sepuluh tahun mendatang, bahkan hingga detik terakhir sebelum kematianku tiba.”
Asmara Mahawira (Volume 1): Putri yang Terbuang
5363      986     1     
Romance
A novel from Momoy Tuanku Mahawira, orang yang sangat dingin dan cuek. Padahal, aku ini pelayannya yang sangat setia. Tuanku itu orang yang sangat gemar memanah, termasuk juga memanah hatiku. Di suatu malam, Tuan Mahawira datang ke kamarku ketika mataku sedikit lagi terpejam. "Temani aku tidur malam ini," bisiknya di telingaku. Aku terkejut bukan main. Kenapa Tuan Mahawira meng...
Gareng si Kucing Jalanan
6536      2772     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...
SERENA (Terbit)
16579      2829     14     
Inspirational
Lahir dalam sebuah keluarga kaya raya tidak menjamin kebahagiaan. Hidup dalam lika-liku perebutan kekuasaan tidak selalu menyenangkan. Tuntutan untuk menjadi sosok sempurna luar dalam adalah suatu keharusan. Namun, ketika kau tak diinginkan. Segala kemewahan akan menghilang. Yang menunggu hanyalah penderitaan yang datang menghadang. Akankah serena bisa memutar roda kehidupan untuk beranjak keatas...
Sherwin
342      224     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
Bittersweet My Betty La Fea
2843      1020     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...