Atlas yang mendengar curahan hati Clarin lalu keluar dari markas dan kembali ke rumah. Ia berniat meminta maaf pada Clarin atas sikapnya yang tidak ramah tadi. Sesampainya Atlas di rumah, ia mampir sebentar ke kamar, mengambil gitar akustiknya. Sedikit lagu mungkin akan membuat Clarin luluh. Dengan berlari kecil-kecil Atlas menyebrang lewat jembatan kamar mereka. Setibanya di depan pintu kamar Clarin, Atlas membunyikan gitarnya. Ia memang tak pintar bermain gitar. Namun Clarin sempat mengajarinya sedikit-sedikit. Ia mengerti beberapa chord, namun tak semua. Setidaknya lagu ini bisa ia mainkan dengan chord yang mudah.
"So I say a little prayer and hope my dreams will take me there, where the skies are blue to see you once again my love ...," nyanyi Atlas persis di depan pintu kamar Clarin. Clarin yang sedang berbaring di ranjang lekas bangun mendengar suara fales Atlas. "Astaga Tlas, lo ganggu tidur nyenyak tetangga. Main gitar tapi chordnya gak ada yang pas. Jangan sok ke-pedean jadi pemain gitar. Geli dengernya tadi. Fales lagi suara lo," omel Clarin meledek Atlas. "Ya ela Cla, gue nyanyi maksudnya kan baik. Biar lo enggak galau lagi. Keluar yuk, sambil nyanyi-nyanyi di luar. Mumpung enggak hujan. Kita duduk di ayunan aja. Lo yang nyanyi dan main gitar deh, gue bagian kasih applause sama mangap aja." Clarin keluar dari kamar, cuaca memang sedang baik saat itu. "Males, gue mau tidur, ngantuk banget. Lo tumben belum ngantuk. Biasa jam segini juga udah tepar."
"Ayo dong Cla, plis. Gue enggak bakal aneh-aneh lagi. Gue bakal dengerin semua curhatan, omelan, dan keluhan lo. Kita udah lama juga kan, enggak main ayunan itu. Sejak SMA jarang banget kita duduk di ayunan ngabisin berjam-jam buat ngomongin hal yang enggak penting. Sekalian nostalgia sama lo. Bentar kok, enggak lama," pinta Atlas memohon ke Clarin. Tak mau menunggu lama Atlas menarik lengan Clarin dan membawanya ke halaman rumah. Mereka duduk bersebelahan di ayunan. Ayunan itu bersih karena Clarin selalu membersihkannya bila ada waktu luang. Ayunan ini berarti bagi mereka. Sempat ia ingin membuang ayunan itu karena mereka sudah jarang duduk di ayunan, ya sudah sangat lama sekali. Namun Atlas melarang Clarin membuangnya. 'Jangan dibuang. Kita ketemu pertama kali kan, di ayunan ini.' Kata-kata Atlas yang masih terngiang dalam pikiran Clarin.
"Nih, gitarnya. Lo yang main, biar warga enggak pada bangun semua. Ntar' rumah lo dibakar tetangga kalau gue yang main. Ya maklum, namanya juga baru belajar," ujar Atlas disertai cengiran lebar. Clarin mengambil gitar Atlas. Ia segera memainkan jemarinya. Perlahan, malam itu ia bernyanyi ditemani Atlas. Seperti janji Atlas barusan, ia akan menjadi penonton yang baik. Atlas memberi tepuk tangan meriahnya untuk Clarin.
"Maaf ya tadi gue kayak anak kecil, enggak bisa dibilangin. Lain kali kalau lo punya masalah, cerita ke gue. Toh, gue sering banget dengerin lo curhat soal drama-drama Korea favorit lo itu. Jadi kalau lo mau curhat, gue juga bakal dengerin."
"Iya. Gue enggak mau bikin lo kepikiran. Jadi gue enggak cerita apapun. Tumben perhatian, pake bawa-bawa gitar segala. Ada maunya ya?" tanya Clarin. Clarin meletakkan gitar itu di samping tempat ia duduk. Masih ada tempat untuk meletakkan gitar Atlas. Atlas tersenyum nakal. Clarin selalu seperti ini, "Gini, nih. Lo itu selalu. Giliran gue perhatian malah ketus balasannya. Jadi enggak mau diperhati'in?" tanya Atlas menggoda Clarin. Clarin ketawa, "Apa'an sih Tlas, jangan lebai gitu. Udah yuk, gue ngantuk. Nih, gue balikin gitarnya. Jangan main games lagi, udah malem. Gue pulang ya," ujar Clarin mengakhiri pertemuannya dengan Atlas. Atlas buru-buru menarik tangan Clarin. Ia mengecup kening Clarin lama.
"Tlas, apa'an sih?! Gue udah gede, malu kalau dilihat sama tetangga. Dikira kita syuting video aneh-aneh," omel Clarin yang mulai risih dengan ciuman good night-nya Atlas. Atlas mengusap-usap rambut Clarin, "Itu cuman ciuman di kening Cla, apa salahnya? Toh lo belum punya pacar. Ntar' kalau udah punya, gue bakal berhenti ngelaku'in kebiasaan ini. Harusnya lo seneng dicium pria tampan. Jarang-jarang gue kasih ciuman maut gue ke cewek. Itu juga pilih-pilih dulu kalau mau ciuman."
Clarin masih berusaha mengelak, "Emang ntar' kalau lo udah punya pacar lo bakal tetep lakuin itu? Kasih ciuman di kening gue apa bakal lo lakuin kalau lo udah punya cewek?" tanya Clarin lagi soal ciuman kening Atlas. "Gue bakal lakuin sih. Tapi gue harus izin ke pacar gue dulu. Lagipula sebelum dia ada dan jadi pacar gue, lo kan cewek nomor 2 gue setelah ibu gue sih," jelas Atlas pada Clarin. Clarin mengelak lagi, "Tapi kan enggak seharusnya Tlas. Lo itu sahabat gue Tlas," ucap Clarin dengan maksud Atlas mengerti dan menghentikan kebiasaannya itu.
"Udahlah, jangan protes lagi. Cuman kecup kening aja udah sewot. Udah gih, masuk. Nyamuknya mulai keluar semua. Gue balik ya. Jangan lupa gosok gigi dan mimpi'in gue, daaaah!!" ujar Atlas seraya pergi dari rumah Clarin. Ia kembali ke kamarnya dengan membawa gitarnya. Akhir-akhir ini Atlas memang sering mengecup kening Clarin. Entah karena alasan apa. Meski agak canggung awalnya, lama-kelamaan Clarin justru menikmatinya. Hal yang paling ditunggu saat malam tiba, kecupan dari Atlas. Mungkin kini sudah terlambat baginya untuk mundur, berpura-pura tidak mengakui perasaannya. Tapi semenjak Atlas sering bersamanya, Clarin mulai menyukai sahabatnya. Ia mengingkari kata-katanya sendiri, tidak seharusnya sahabat seperti itu. Clarin hanya berharap supaya Atlas tidak terlalu memusingkan perasaannya. Ia juga tidak mau Atlas tahu soal perasaannya yang berubah menjadi lebih dari sekedar sahabat. Clarin memutuskan masuk lagi ke kamar dan memilih untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu. Ia mematikan lampu kamarnya dan mulai tidur. Sebelum ia tidur, ia mengirim pesan WA pada Atlas. Clarin mengajak Atlas berangkat bersama esok pagi.
*