Jika biasanya bila mendapat pesan dari Sea, Rasi akan gerak cepat, kali ini, pria itu malah acuh tak acuh. Ia malah kembali menyesap kopi, bahkan pindah ke area depan kafe agar bisa menyulut rokok. Shaline tidak menemani Rasi selama pria itu merokok, ia memilih ke pantry berniat menyajikan kue untuk Rasi.
30 menit berlalu, Rasi kembali mendapat pesan dari Sea. Bersamaan dengan itu, Shaline datang membawa piring kecil yang di atasnya terdapat satu potong tiramisu. Perempuan itu juga membawa gelas bening berisi air putih.
"Cobain, deh, kue buatanku. Ini hasil uji coba ke sekian kali kayaknya. Rasanya lebih lumayan enak dari yang sebelum-sebelumnya," ucap Shaline.
"Masuk tagihan, enggak, nih?" Rasi berusaha bergurau.
"Yang masuk tagihan cuma menu yang Mas pesan aja, takut banget disuruh bayar." Shaline mencibir, membuat Rasi tertawa melihat raut kesal perempuan itu.
"Udah sana, cobain!" Shaline menyeru sambil melirik ke arah tiramisu di hadapan Rasi.
"Kalau enak, gue pesen buat nyokap," ucap Rasi kemudian menyendok kue tersebut dan melahapnya.
Rasi sengaja mengunyah pelan kue itu, ia sampai memejamkan mata seolah-olah tengah mencerna rasa. Menurut Rasi, rasa kue buatan Shaline tidak buruk, meski tak seenak tiramisu yang biasa dia beli di toko langganannya.
"Enggak enak, ya, Mas?" tanya Shaline, penasaran dengan komentar Rasi.
Rasi tak langsung menjawab, ia malah melahap sisa kue dalam sekali suapan. Mulutnya sampai penuh, membuat Shaline menutup mulut karena tak bisa menahan tawa.
"Ini, tuh, karena enak apa emang buru-buru pengen ngabisin aja saking kuenya enggak enak?" tanya Shaline lagi setelah ia melihat Rasi tak lagi mengunyah.
"Gue minum dulu, boleh, ya?" Rasi menunjuk gelas tinggi berisi air putih. Shaline mengangguk membuat Rasi segera menenggak air tersebut.
"Mau jawaban jujur atau jawaban yang menyenangkan?" tanya Rasi setelah menghabiskan minumannya.
"Aduh, kok, kedengerannya horor, ya, Mas," kata Shaline sambil mengusap lengannya yang terbungkus kemeja over size marun.
"Itu pilihannya bagus, loh. Mau yang jujur atau yang menyenangkan?"
"Jujur, tapi nyakitin, enggak, sih? Atau menyenangkan, tapi hanya kebohongan? Gitu, bukan, sih, konsep yang Mas maksud?"
Rasi diam, ia mengulum senyum memperhatikan cincin yang melingkar di jari manis Shaline. Udah nikah kali, nih, cewek?
"Mas, kok, malah bengong? Aku mau tau jawabannya!"
Seruan Shaline membuat Rasi terperanjat, barusan ia sedikit melamun. Rasi kemudian batuk, ia menegakkan duduk dan bersiap menjawab pertanyaan Shaline. Namun, baru bibirnya akan berucap, ponsel di atas meja berdering. Rasi coba mengabaikan, tetapi Shaline menyuruhnya menerima panggilan itu.
"Siapa tahu penting, Mas. Angkat aja!"
Shaline awalnya hendak pergi, tetapi Rasi menahan perempuan itu. Ia katakan Shaline tetap duduk saja.
"Ras, Mas Nolan belum sadar juga! Kamu di mana, sih?" Dari seberang sana suara Sea terdengar bergetar.
Rasi menelan ludah, ia ingin berusaha mengabaikan Sea, tetapi wanita itu malah seolah-olah membuatnya untuk kembali mendekat.
"Rasi! Aku butuh kamu!" Sea menyentak Rasi.
"Ok, aku ke rumah sakit sekarang." Rasi menutup panggilan tanpa menunggu jawaban dari Sea.
Shaline sebetulnya penasaran, ada apa dengan Rasi. Raut wajah pria itu tiba-tiba berubah dingin. Shaline juga melihat kedua tangan Rasi mengepal.
"Maaf, Shal. Gue kayaknya harus cabut. Kakak gue masuk rumah sakit," ucap Rasi sambil memasukkan rokok serta ponsel ke dalam tas kecilnya.
"Bisa tunggu sepuluh menit, enggak, Mas?" Shaline berdiri, ia menunggu jawaban Rasi.
"Untuk apa?" Rasi bicara sambil berdiri juga, ia memakai tas sandangnya ke bahu.
"Pokonya tunggu aja, bisa?" tanya Shaline membuat Rasi mengangguk. Perempuan itu langsung melesat ke dalam. Ia kemudian kembali kurang dari sepuluh menit.
"Alhamdulillah, cuma tujuh menit. Ini, Mas. Biar nanti rileks di rumah sakitnya." Shaline menyodorkan jinjingan berisi es kopi dalam cup.
"Apa ini?" Rasi mengambil benda tersebut sambil menatap wajah Shaline.
"Es kopi, biar adem."
"Gratis, nih? Duh jadi enak gue." Rasi mengusap tengkuknya.
"Anggap aja bayaran karena tadi Mas udah bantu mindahin lemari. Kalau diitung-itung, sama aja kayak aku bayar orang buat ngerjain kerjaan tadi."
'Anjir, gue ternyata cuma disamain sama kuli. Dasar!'
"Ok, deh. Makasih, ya!"
Rasi lalu pamit, Shaline hanya melambai tak mengantar Rasi hingga ke mobil. Namun, perempuan itu merasa heran. Rasi malah kembali keluar dari mobil, kemudian berlari menuju ke arah Shaline.
"Tiramisu buatan elu masih kurang lembut, ya. Manisnya kurang, coba buat lagi nanti. Tapi, gue suka, kok!"
Rasi kembali berlari menuju mobil tanpa menunggu Shaline menimpali ucapannya. Shaline sendiri malah terpaku. Cukup lama ia berdiri di teras, padahal mobil Rasi sudah melesat jauh. Hingga Orin datang menegur Shaline, mengajak perempuan itu masuk karena sudah waktunya bersiap menutup kafe.
Di rumah sakit, Sea sedang menangis memegangi tangan Nolan yang sedang terbaring lemah di tempat tidur. Sekitar pukul 20.00 tadi, Nolan pingsan setelah keluar dari ruang OK. Dokter yang memeriksa Nolan berkata bahwa Nolan kelelahan.
Bagaimana tidak, sudah satu pekan ini, Nolan kurang istirahat. Ia banyak sekali menghabiskan waktu di meja operasi. Sea sempat menegurnya, tetapi Nolan selalu berkata ia baik-baik saja.
Rasi tiba di IGD sekitar pukul 21.00, saat menjejak kaki di tempat itu, Sea langsung beranjak dan berjalan menuju Rasi. Sea sepertinya hendak memeluk Rasi, tetapi Rasi malah langsung saja berjalan menuju tempat tidur. Ia meneliti keadaan Nolan yang tengah tak berdaya.
"Apa kata dokter?" tanya Rasi tanpa menoleh ke arah Sea.
"Mas Nolan kecapean, padahal aku udah larang dia buat melonggarkan jadwal kerja. Tapi, kamu tau sendiri, kan, Mas Nolan kayak apa?" sahut Sea, ia kembali duduk di kursi yang tadi ditempatinya.
"An di mana?" tanya Rasi, Lagi-lagi tanpa menoleh ke arah Sea.
"An di rumah mamaku. Kebetulan aku lagi di sana tadi," jawab Sea.
"Mamaku udah tau?"
Sea menggeleng, ia belum berani memberi tahu Yeti. Wanita itu takut membuat Dita khawatir.
"Kamu sebaiknya pulang aja, biar aku yang jaga di sini." Barulah Rasi melihat ke arah Sea. Sea tak lantas menjawab, ia malah menatap ke arah jinjingan yang Rasi bawa. Penampakan minuman dalam cup menarik perhatian Sea, membuat wanita itu berdiri dan mendekat ke arah Rasi.
"Minuman ini buat aku, ya?" tanya Sea sambil mengambil jinjingan dari tangan Rasi. Tanpa permisi, Sea mengambil cup dari dalam jinjingan. Ia lalu berjalan ke arah tempat sampah untuk membuang jinjingan tadi.
"Jangan sedih, ya. Yang sakit nanti pasti sembuh lagi. Yuk, minum dulu!" Sea membaca tulisan yang tertera pada cup. Ia lalu bersiap menancap permukaan cup dengan sedotan. Namun, Rasi lekas mencegahnya. Ia rebut kembali cup berisi es kopi itu dengan gerakan kasar.
"Ini punyaku!" seru Rasi, lalu merebut pula sedotan hitam dari tangan Sea. Tanpa menunggu Sea bicara, Rasi langsung saja menikmati minuman itu tanpa menghiraukan Sea yang bengong melihat kelakuannya.
"Tega banget enggak bagi-bagi," ucap Sea, lalu berjalan kembali ke kursi.
"Udah, sana pulang. Pesan taksi online aja. Kasian An kalau kamu enggak ada di rumah."
"Kamu enggak mau nganter aku?" Sea menatap Rasi, tak percaya pria itu berlaku demikian terhadapnya.
"Aku harus jagain Mas Nolan. Aku datang ke sini buat jagain Mas Nolan, biar kamu bisa istirahat di rumah aja."
"Kupikir kita bisa jaga Mas Nolan sama-sama," kata Sea.
"Kalau gitu, aku pulang lagi aja. Biar aku yang jagain An." Rasi beranjak, membuat Sea juga beranjak.
"Aku aja yang pulang!"
"Ok, hati-hati!"
Sea berbisik sesuatu terlebih dahulu di telinga Nolan sebelum pergi. Ia lalu menatap ke arah Rasi yang malah membuang pandangan ke arah lain. Jangankan mengantar Sea ke depan, mengajak Sea bicara lagi saja, tidak Rasi lakukan. Ia memilih menghabiskan minumannya. Kemudian berkali-kali membaca tulisan yang ada pada cup.
Thank's Shaline
Semangat sea
Comment on chapter Bab 1