Bellin mencium pipi Raras dan Yeti bergantian, ia juga bertanya tentang kabar dua wanita di hadapannya itu. Entah kenapa, Yeti merasa kesal pada Bellin, terlebih saat melihat tangannya yang dibalut perban. Perkataan Raras tentang Bellin yang menyukai Nolan, membuat Yeti berpikir bahwa Bellin sengaja melukai diri agar bisa mencuri waktu dengan Nolan.
Yeti kemudian memilih pamit dari dapur setelah mengambil air hangat dalam gelas besar. Wanita itu kembali menemui Saphan di halaman belakang. Nolan pun sudah ada di sana, ia sedang makan pepaya ketika Yeti tiba.
"Mas ke sini bareng Bellin?" tanya Yeti, ia sengaja menginterogasi Nolan.
"Iya, tangan dia lagi sakit, kan. Terpaksa saya ajak bareng," jawab Nolan membuat Yeti hanya mengucap oh saja.
"Luka Bellin parah, Mas?" tanya Sea.
"Agak parah, jadi lumayan menghabiskan waktu lama buat menjahitnya." Penjelasan Nolan membuat Sea mengangguk, wanita itu lalu menawarkan kembali pepaya pada Nolan, tetapi Nolan menolak dengan alasan sudah kenyang.
"An ke mana?" Nolan celingukan, mulai sadar kalau buah hatinya tak terlihat sedari ia datang.
"Lagi main sama Rasi."
Baru saja Sea bicara seperti itu, Rasi datang menggendong An yang tengah tidur. Mulut anak itu penuh noda putih. Rasi bilang, An habis memakan donat yang ditaburi gula halus.
"Mau ditaro di mana, nih, anaknya? Gue pegel, Mas," seru Rasi sambil duduk dengan hati-hati agar tak membuat An bangun.
"Tidurkan di kamar anak-anak saja, Mas." Yeti memberi saran, kemudian pamit pergi mengajak Saphan masuk.
Setelah kepergian Yeti dan Saphan, Nolan mengambil alih menggendong An. Ia lalu mengajak Sea untuk ikut dengannya menidurkan An di kamar yang biasa digunakan anak-anak. Rasi tak bisa membohongi diri, meski bibirnya tersenyum, ia merasa ada denyut nyeri dalam hati saat menatap kepergian Nolan dan Sea.
Pria itu lalu merebahkan tubuh di atas tikar, menatap langit yang bersih tanpa gumpalan awan. Baru saja mata Rasi akan terpejam, suara anak-anak memanggilnya membuat ia kembali duduk. Lima orang bocah lelaki menghampiri Rasi, salah satu di antara mereka menagih janji pada dirinya yang akan kembali mengadakan permainan.
"Hadiahnya boleh nawar, enggak, Kak?" tanya seorang anak yang memakai kaus merah. Rambutnya ikal dengan warna kulit gelap.
"Memang mau hadiah apa?" Rasi balik bertanya.
"Nonton bioskop, Kak," sahut anak itu membuat teman-temannya bersorak 'huh' dengan nyaring.
Rasi tertawa sambil memiting leher si anak berambut ikal itu. Anak tersebut pun tertawa, merasa senang diperlakukan hangat oleh Rasi.
"Kita adain permainannya di ruang tamu, yuk?" Rasi melepaskan anak tadi, lalu berdiri dan mengajak lima bocah itu ke ruang tamu.
Berniat mengentaskan pikiran tentang Sea dengan bermain bersama anak-anak, di ruang tamu Rasi malah melihat pemandangan yang menohok hati. Rasi dan anak-anak duduk di lantai tanpa alas, sedangkan Sea dan Nolan duduk pada kursi yang sama. Mereka tengah mengobrol dengan Bellin yang juga ada di ruangan itu. Sea mengapit lengan Nolan, keduanya terlihat sangat romantis dengan Nolan yang tak henti mengusap punggung tangan Sea. Hati Rasi kembali terasa nyeri, meski ia sudah mengalihkan perhatian dengan bicara pada anak-anak yang duduk melingkar bersamanya.
"Kita main truth or dare, ya! Kalau mulut botolnya mengarah pada salah satu di antara kalian, kalian wajib milih mau truth or dare. Truth artinya jawab dengan jujur, sedangkan dare berarti berani menerima tantangan. Siap?" Rasi menjelaskan aturan permainan yang akan mereka lakukan dengan suara riang dan menggebu-gebu.
"Siap, Kak!" Anak-anak yang berjumlah lima orang itu berseru kompak.
Nolan, Sea, dan Bellin yang duduk pada kursi hanya tersenyum saja. Ketiganya menolak saat Rasi ajak bergabung ke dalam permainan.
"Ini, kok, cuma lima orang? Yang lain pada ke mana?" tanya Rasi, meneliti satu-persatu wajah anak-anak itu.
"Yang lain ada yang piket bantu Bu Raras nyikat kamar mandi. Ada juga yang sedang les, dan ada yang masih mengerjakan tugas sekolah, Kak," kata anak bertubuh gempal.
"Jadi, kita main tanpa mereka, nih?" Rasi meyakinkan anak-anak itu.
"Yakin, Kak. Anak cewek biasanya suka malu-malu," sahut si rambut ikal.
"Ok, kita mulai, ya!"
Rasi kn kebagian memutar botol, meski kegiatan tersebut tidak ia nikmati sepenuhnya sebab pandangannya terus-menerus tertuju pada Nolan dan Sea. Mereka sudah tak lagi bermesraan, malah duduknya sudah terpisah karena Sea sempat beranjak pergi sebentar lalu kembali lagi.
Permainan makin seru saat pertanyaan-pertanyaan konyol mulai dilemparkan satu anak ke anak lainnya. Mereka lebih sering memilih truth ketimbang dare. Hingga di menit kesekian, botol yang diputar si anak gempal mengarah pada Rasi. Anak-anak itu langsung bersorak, membuat Nolan pun ikut heboh. Ia beranjak dari duduk, lalu mendekat ke arah mereka.
Sea dan Bellin pun ikut melakukan hal sama. Mereka penasaran Rasi akan memilih truth atau dare. Rasi yang ditatap oleh banyak orang, menjadi gugup. Lebih tepatnya ketika ia dan Sea bertukar pandang barusan. Sea tersenyum manis ke arahnya sambil menyelipkan rambut ke balik telinga, hal itu tentu membuat debaran dalam dada Rasi makin tak keruan.
"Ayo, Kak, truth or dare?" tanya seorang anak dengan gigi depan yang oompong.
"Truth aja," jawab Rasi dan membuat Nolan langsung mengacungkan telunjuk.
"Boleh saya yang mengajukan pertanyaan?" tanya Nolan.
"Enggak boleh, Mas! Mas, kan, dari tadi enggak ikutan main." Rasi dengan cepat menghardik ucapan Nolan.
"Kan saya mewakili anak-anak. Iya, kan, anak-anak?" Nolan menatap satu-persatu sosok di hadapannya. Ingatannya jadi tertuju pada kejadian berbelas tahun lalu. Ia pun sempat menjadi penghuni panti.
"Iya, setuju! Boleh, kok, kalau Mas Nolan yang kasih pertanyaan ke Kak Rasi," seru si anak dengan rambut ikal.
"Ayo, Ras! Pertanyaannya gampang, kok," ucap Sea sambil menggerakkan kedua alisnya. Barusan Nolan membisikkan pertanyaan apa yang akan ia lontarkan pada Rasi.
"Jangan takut, Ras. Santai aja!" Bellin ikut bicara yang membuat Rasi memutar bola mata.
Tadi, dirinya sempat bertemu dengan Bellin di dapur sebelum An tidur. Rasi sempat mengobrol dengan Bellin, pria itu pun bertanya apa Bellin menyukai Nolan, sehingga sengaja melukai tangannya agar bisa diberi penanganan oleh kakaknya itu. Bellin jelas tidak mengaku. Ia bahkan marah karena Rasi menuduhnya yang tidak-tidak.
"Boleh, ya, Ras, saya yang bertanya?" tanya Nolan lagi.
"Ganti jadi dare aja, deh!" Rasi akhirnya menyerah, tetapi ia memilih mengganti pilihan agar tidak usah repot menjawab pertanyaan Nolan nantinya.
"Ok, dare, ya?" Nolan bergumam sambil mengusap dagunya. Ia sedang menimbang sesuatu.
"Ayo buruan apa dare-nya?" Rasi tak sabar akan tantangan yang Nolan berikan.
"Sabar, dong, Ras. Jangan sampai dare-nya bikin nyali kamu ciut." Bellin menyindir Rasi, yang disindir tak menjawab bahkan tak melirik sekilas pun pada asal suara.
"Ok, dare untuk Rasi adalah, jeng, jeng, jeng. Telepon perempuan yang kamu sukai saat ini juga dan nyatakan perasaan kamu sama dia," seru Nolan dan disoraki oleh seluruh orang yang ada di ruangan tersebut.
"Telepon!"
"Telepon!"
"Telepon!"
Rasi pusing mendengar teriakan mereka. Pria itu akhirnya berteriak 'stop' sembari menutup kupingnya. Semua orang pun refleks membungkam mulut, lalu saksama menyaksikan tantangan yang akan Rasi lakukan.
"Tapi, gue enggak punya cewek yang disukai, nih, gimana dong?" ucap Rasi membuat Bellin tertawa.
"Aku enggak percaya Rasi kayak gitu," ucap Bellin.
"Masa enggak ada, Ras? Bisa jadi pelanggan toko kain kamu?" Sea ikut berkomentar.
Perkataan Sea tentang pelanggan toko, membuat Rasi mengingat Lala, wanita yang merupakan istrinya Nando, teman kuliah Rasi. Semalam Rasi mendapat kabar bahwa Nando mengalami kecelakaan tunggal dan sedang kritis di rumah sakit.
"Ras, malah bengong, sih! Ayo telepon!" Nolan kembali berseru.
"Telepon!"
"Telepon!"
"Telepon!"
Akhirnya Rasi mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia mulai mencari nama seseorang dalam kontaknya. Semua orang serius menatap ke arah Rasi, mereka bersiap mendengarkan dengan siapa Rasi bicara lewat sambungan telepon.
Di saat seperti itu, tiba-tiba Yeti datang. Wanita itu langsung meneriaki nama Rasi, membuat seluruh orang yang ada di ruangan menoleh padanya.
"Rasi, kamu ngapain nelpon Mama?" tanya Dita memekik keras.
Rasi mengusap tengkuk, lalu berdiri sambil mematikan sambungan telepon. Ia kemudian mendekat ke arah Dita dan merangkul wanita itu.
"Ini, Ma. Kita lagi main truth or dare. Giliran aku kena tantangan, diminta telepon cewek yang aku sayang. Ya udah, aku telepon Mama aja," ucap Rasi membuat jantung Dita tersentak.
"Ah, Rasi curang! Enggak boleh mama, dong, yang ditelepon," kata Sea lalu pamit dari ruangan itu karena mendengar tangisan An.
Nolan pun ikut pamit, disusul Bellin melakukan hal sama dan kelima anak tadi yang ikut membubarkan diri sebelum ada pemenang di antara mereka. Di ruangan itu, tinggal ada Rasi dan Yeti saja.
"Maaf, ya, Ma. Aku jadi ganggu Mama," ucap Rasi pelan.
Yeti menggeleng, kemudian memosisikan diri di hadapan Rasi. Wanita itu mendongakkan kepala agar bisa menatap wajah putranya.
"Enggak apa-apa, Mama cuma kaget kirain kamu sengaja mengerjai Mama."
"Aku enggak mungkin, kan, telepon Sea? Bisa terjadi perang saudara nantinya." Rasi tersenyum getir membuat Yeti memegangi kedua pipi putranya itu.
"Temukan kebahagiaanmu, Nak. Bukalah hati untuk wanita lain. Biarkan dirimu mengenal sosok lain selain Sea. Kamu hanya perlu berdamai dengan dirimu."
"Susah, Ma. Aku udah coba sama Zarin, tapi gagal."
Yeti diam sejenak, ia mengingat nama Zarin dan langsung mengangguk setelah terlintas sosok perempuan tomboi yang sempat Rasi kenalkan padanya dulu. Yeti melepaskan pipi Rasi, tangannya berpindah meraih jemari Rasi.
"Kapan kamu pergi dengan Zarin?"
Rasi kemudian menceritakan pertemuannya dengan Zarin beberapa waktu lalu. Selain membahas tentang novel Sea, Rasi juga berusaha melakukan pendekatan pada wanita itu. Namun, hasilnya sia-sia. Hatinya tak terpaut sedikit pun pada Zarin. Ia malah merasa bersalah sebab telah menjadikan Zarin kelinci percobaan.
"Tapi, Zarin enggak patah hati, kan, sama kamu?" Yeti khawatir Zarin menaruh hati pada Rasi, tetapi Rasi menyakitinya.
"Enggak, Ma. Dia malah ternyata mau nikah dua bulan lagi. Dijodohkan sama orang tuanya dan merasa cocok." Rasi tahu kabar itu beberapa hari yang lalu dari Zarin yang mengirimnya pesan.
"Kamu mau mama jodohkan juga?"
Rasi langsung menggeleng, ia hanya tak mau melukai hati lain. Perasaannya pada Sea biarlah memudar dengan sendirinya.
Namanya Rasi bagus ya ...
Comment on chapter TAMAT