Rasi perlahan kembali memundurkan langkah begitu melihat pemandangan di hadapannya yang sangat menohok hati. Pria itu masuk ke rumah Nolan tanpa menekan bel, sebab pintu dalam keadaan terbuka. Namun, saat tiba di ruang tengah, ia melihat Nolan dan Sea sedang berpelukan.
Dua tas kanvas berisi pakaian untuk An hampir lepas dari tangan Rasi, tetapi ia cepat-cepat kembali memeganginya dengan erat. Rasi segera membalikkan badan dan pergi menuju carport. Ia masuk ke mobil dan duduk dengan gerakan kasar seraya melempar tas ke kursi belakang. Darahnya terasa mendidih hingga ubun-ubun.
Rasi pikir, hatinya akan baik-baik saja bila melihat keintiman Sea dan Nolan. Bukankah selama ini ia sudah berusaha ikhlas. Jangan-jangan ia masih menginginkan Sea.
“Enggak boleh kayak gini, Ras! Elu jangan punya pikiran jahat!” Rasi memarahi dirinya sendiri. Pria itu memukuli kepalanya beberapa kali.
“Sea pasti bahagia kalau Mas Nolan mau berubah. Elo enggak boleh mengharap lebih!” Rasi kembali bicara sendiri, kali ini sembari menjambak rambutnya.
Pria itu kemudian melirik pada tas kanvas yang ada di kursi belakang. Beruntung isi dalam benda tersebut tidak sampai berceceran keluar. Rasi kembali mengatur napas, dan segera pergi meninggalkan rumah kakaknya itu.
Setelah melihat Sea yang kemarin tampil beda di acara ulang tahun An, Rasi jadi ingin lagi melihat wajah wanita itu. Bisa-bisanya pagi ini, sebelum pergi ke toko dirinya memutuskan mampir ke rumah Nolan, hanya untuk menuntaskan rasa penasaran terhadap Sea.
Benar kata Nolan, kemarin Sea memang terlihat lain. Kecantikannya terpancar lebih cerah dari biasanya. Entah karena hatinya sedang bahagia, atau sekadar produk kecantikan yang digunakan. Namun, dasarnya wanita itu memang memesona. Alis rapi nan hitam alami, dengan bulu mata lebat, serta hidung lancip dan bibir yang selalu terlihat merah muda. Semua keindahan itu, terbingkai sempurna dalam bentuk wajah oval dengan kulitnya yang putih bersih.
Rasi segera menyadarkan diri dari lamunan ketika ia hampir sampai di tempat tujuan. Toko yang kini ia kelola berada di dalam salah satu pasar tekstil terbesar di Jakarta Selatan. Setelah menaruh mobil, Rasi gegas menuju lapaknya yang ternyata sudah dibuka oleh pegawainya.
“Bang, Mbak Lala ada hubungin Abang, enggak?” tanya pegawai Rasi yang merupakan seorang pria berusia 35 tahun bernama Latif.
“Mbak Lala siapa?” Rasi balik bertanya sambil duduk di balik meja kasir.
“Mbak Lala yang punya Katineung Wedding, salah satu pelanggan kita. Dia hari ini mau datang buat ngambil kain pesanannya.”
Rasi diam sejenak, ia berusaha mengingat nama Lala, dan pikirannya langsung mengarah pada wanita berhijab yang memiliki lesung pipi saat tersenyum.
“Istrinya Nando, si pipi bolong kalau kata dia!” Rasi akhirnya membuat pekerjanya semringah. Pria itu takut kalau Rasi lupa, sebab Lala semalam bilang pada Latif ingin bertemu Rasi untuk konsultasi soal kain.
Nando adalah teman kuliah Rasi. Saat ini, pria itu sukses sebagai pendiri aplikasi pengiriman uang tanpa biaya admin. Lala sendiri merupakan seorang perancang busana yang terkenal dengan jahitan kebayanya.
“Lala ada menghubungi kamu?” Rasi melirik Latif yang sedang merapikan stok kain.
“Iya, semalam Mbak Lala WhatsApp saya. Hari ini dia mau datang jam satu. Ngambil brokat prada pesanannya, sekalian mau tanya ke Bang Rasi, soal kain yang cocok buat bikin gaun anak-anak katanya,” sahut pria itu dan hanya direspon dengan anggukan oleh Rasi.
Kegiatan Rasi di toko berjalan seperti hari yang telah lalu. Pembeli datang, menanyakan barang. Rasi menjelaskan setiap detail bahan yang dimiliki tokonya. Kebanyakan dari mereka adalah pelanggan tetap yang sudah tahu kualitas kain yang Rasi miliki.
Toko kain yang sudah dimiliki Saphan sejak puluhan tahun lalu itu, memiliki beberapa cabang di pasar lain. Bahkan, salah satunya berada di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat. Rasi biasanya akan mendatangi toko lain di hari yang berbeda.
Hingga pukul 13.00 tiba, Lala datang bersama dua buah hati dan salah satu asistennya. Rasi melayani wanita itu dengan ramah. Bahkan, dirinya memberi diskon pada barang yang Lala beli.
“Nando apa kabar, La?” tanya Rasi sebelum Lala meninggalkan tokonya. Wanita itu pun sudah mendapatkan kain yang akan ia pergunakan untuk membuat gaun anak-anak.
“Alhamdulilah, baik, Mas. Memangnya sekarang jarang ketemu, ya?” Lala balik bertanya dengan pandangan yang terus tertuju pada dua buah hati yang sedang adu mulut, entah meributkan apa. Beruntung asisten Lala, dapat melerai keributan mereka.
“Sejak punya ponakan, jadi jarang gabung sama mereka,” sahut Rasi membuat Lala mengangguk, dan setelah itu ia lekas pamit dari toko.
Rasi sendiri memutuskan meninggalkan toko, setelah Yeti mengirimnya pesan. Wanita itu meminta Rasi pulang cepat, sebab sedang ada Nolan dan Sea di rumah mereka.
“Anjay, apa bisa gue baik-baik aja kalau liat mereka mesra kayak tadi pagi?” Rasi bicara sendiri sambil meninggalkan toko. Ia pun tak lupa mampir sebentar di perjalanan membeli tiramisu pesanan Dita.
Setibanya di rumah, Rasi tak langsung turun dari mobil. Ia tetap diam dalam kendaraan, mengumpulkan energi positif agar nanti tak menampakkan rasa cemburu saat melihat Sea dan Nolan.
Sementara itu di ruang tamu, Sea dan Nolan sedang duduk berdampingan. An dalam pangkuan Yeti dan Saphan duduk pada kursi roda dengan senyum bahagia, meski raganya sudah tak lagi sempurna. Bibirnya miring dengan kepala yang tak bisa lagi ditegakkan.
Kegiatan mereka yang sedang mengobrol terpangkas oleh kedatangan Rasi. Dita lantas berdiri, ia menyerahkan An pada Sea, lalu menyambut Rasi.
“Beli, kan, tiramisunya?” tanya Yeti membuat Rasi memutar bola mata kesal.
“Mama, nih, anaknya baru datang yang ditanya malah tiramisu. Tanya, dong, hari ini capek, enggak?” Rasi pura-pura merajuk. Cara bicaranya barusan diperhatikan oleh An, membuat gadis kecil itu menunjuk ke arah Rasi.
Yeti yang sadar akan hal itu, menyenggol lengan Rasi. Lalu menunjuk dengan dagu pada An setelah Rasi meliriknya.
“An kayaknya minta kamu gendong, Ras!” Yeti menyeru sembari berlalu ke dapur setelah menerima tentengan berisi tiramisu dari Rasi.
Rasi jadi salah tingkah, satu sisi ia bahagia melihat Sea dan Nolan akur. Di sisi lain, ada perasaan aneh dalam diri Rasi yang membuat tubuhnya diserang hawa panas.
'Elu enggak boleh cemburu, Ras! Ingat, mereka itu suami istri. Bukannya elu mau Sea bahagia. Mas Nolan udah berubah sekarang, Sea pasti bahagia.'
“Ras, kok, malah bengong? Ini An minta digendong.” Suara Nolan membuyarkan lamunan Rasi.
“Kamu kenapa, Ras?” tanya Sea sembari berdiri dan berjalan ke dekat Rasi dengan An dalam pangkuan.
“Enggak apa-apa, cuma lagi mikir. Tadi aku bener enggak, ya, kasih uang kembalian ke pembeli.”
“Kamu kebiasaan, Ras. Suka lupa kasih kembalian,” ucap Saphan dengan nada tidak jelas, membuat Nolan mendekat ke arah pria itu.
“Papa mau ke kamar? Nolan antar, ya?” tanya Nolan sambil jongkok di depan Saphan. Pria itu mengangguk dan Nolan kembali berdiri.
“Aku antar papa ke kamarnya dulu, ya, Hun,” ucap Nolan pada Sea sambil melirik wanita itu.
Rasi kembali diserang hawa panas. Bahkan, kini Nolan sudah tidak bicara formal pada Sea. 'Apa tadi Mas Nolan bilang, hun? Honey, maksudnya? Secepat itu Mas Nolan berubah. Tapi, enggak heran. Siapa yang bisa menolak pesona Sea?'
“Iya, Mas. pelan-pelan dorong kursi rodanya, ya,” sahut Sea, dan Nolan segera mendorong kursi roda Saphan.
“Nih, mau main sama An, enggak?” tanya Sea pada Rasi setelah Nolan pergi.
Rasi bukannya menjawab, malah fokus pada bibir Sea yang disapu lipstik merah muda. Bulu mata wanita itu terlihat lentik dan penuh, pasti dirinya sengaja merias diri. Pakaian yang dikenakannya pun membuat Sea terkesan menjadi lebih dewasa dan memikat.
“Aku cuci tangan dulu, deh,” sahut Rasi kemudian berlalu. Tak lama dari kepergian Rasi, Yeti kembali dengan membawa nampan.
“Nih, Sea. Tiramisu kesukaan kamu, kan?” ucap Yeti sambil meletakkan beberapa piring kecil yang berisi tiramisu di atasnya.
“Mas Nolan tadi siang bilang lagi ngurangin makanan manis, Ma.”
“Ya, biarkan saja. Ini, kan, Mama hidangkan buat kamu. Mas Nolan nanti Mama ambilkan buah saja.”
Di saat seperti itu, Nolan dan Rasi datang kembali. Kedua pria itu, sama-sama merentangkan tangan ke hadapan An. Namun, An malah loncat ke pelukan Rasi. Nolan tak kecewa, ia paham selama ini telah banyak mengabaikan An.
Tadi pagi, Nolan sudah banyak bicara dengan Sea setelah pikirannya terbuka oleh ucapan wanita itu. Nolan merasakan tubuhnya terasa lebih enteng dan bersemangat, setelah membuka hati untuk Sea dan menerima seluruh saran wanita itu tentang dirinya yang harus berjuang melawan penyakitnya. An memang sepertinya belum bisa dekat dengannya, sedari pagi, gadis kecil itu masih sering menolak saat Nolan hendak mencium dan memeluknya.
“Mas, mau melon atau semangka?” tanya Yeti membuat Nolan menoleh pada sumber suara.
“Melon aja, Ma,” sahut Nolan, dan Yeti beranjak. Rasi pun minta izin pada Sea untuk membawa An ke ruang televisi.
Setelah kepergian Rasi membawa An, Sea mengajak Nolan duduk. Wanita itu menatap penuh minat pada tiramisu yang Yeti hidangkan. Namun, tetap menahan untuk menunggu Yeti kembali agar bisa menikmati kue keju khas Italia itu bersama-sama. Tak lama, Yeti kembali membawa melon yang dipotong dadu untuk Nolan.
Mereka lalu menikmati makanan masing-masing sambil mengobrol ringan. Yeti tak bisa memungkiri, hatinya bahagia melihat Nolan bisa hangat pada Sea. Dita pun melihat binar kebahagiaan dari wajah Nolan. Ia harap, putra pertamanya itu mau kembali semangat berobat dan melakukan pasang ring seperti saran dokter.
Selesai menikmati kue, Sea membawa piring kotor ke dapur. Nolan pun ikut bersama Sea, sedangkan Yeti pamit ke kamar untuk melihat keadaan Saphan. Melintas di ruang televisi, Sea melihat An tengah tidur di sofa bed dengan Rasi di sampingnya.
“An pasti ngira Rasi itu papanya, ya?” ucap Nolan ketika mereka sudah sampai di dapur dan Sea tengah mencuci piring.
“Nanti juga An betah sama kamu, Mas. Asal sering ketemu aja.” Sea bicara tanpa menoleh pada Nolan.
“Maaf, ya, Sea, ak—“
“Mas, kan, tadi siang udah kita bahas. Aku udah maafin Mas. Asal Mas mau berusaha buat sembuh dan jangan menjauh lagi dari aku dan An.”
“Iya, aku pasti berusaha buat selalu ada untuk kalian.”
Sea tersenyum sambil mengangguk. “Kapan Mas chek up lagi? Aku mau ikut, ya?”
“Pekan depan aku periksa lagi.” Nolan mengambil piring-piring dari tangan Sea dan memasukkannya ke rak.
“Mas, apa, Mas suka kangen ke aku?”
Pertanyaan Sea membuat Nolan yang baru selesai menutup rak segera membalikkan badan. Ia dekati Sea yang masih berdiri membelakangi bak cuci piring.
“Tiramisunya manis, enggak?”
“Manis, masih terasa sampai sekarang.”
“Aku mau coba juga, boleh?”
Sea mengernyit, tetapi belum hilang bingungnya akan pernyataan Nolan barusan, Sea malah dibuat kaget. Tiba-tiba Nolan mengecup bibirnya, tanpa peduli mereka sedang ada di mana.
“Mas! Ini di dapur!”
Namun, protes Sea malah membuat Nolan mengulang perbuatannya. Tanpa mereka tahu, ada sepasang mata berkaca-kaca yang menyaksikan kegiatan keduanya. Rasi yang hendak mengambil minum, kembali pergi setelah melihat kejadian tersebut.
'Harusnya gue enggak penasaran terus sama Sea. Makin gue cari tau, makin sakit ternyata rasanya.'
Namanya Rasi bagus ya ...
Comment on chapter TAMAT