Sea kembali membuka blog dokter yang ia curigai adalah akun Nolan. Ia berusaha mencatat sekecil apapun hal yang menjurus pada perkiraannya. Dari hasil pencarian, Sea menemukan fakta baru. Pemilik akun tersebut, menuliskan pernah bertugas di salah satu rumah sakit Singapura.
Sampai di situ, Sea mulai merasakan dadanya bergemuruh hebat. Selanjutnya ia kembali mencari kiriman pada blog tersebut, untuk lebih meyakinkan diri bahwa akun itu milik Nolan. Hingga Sea menemukan kembali tulisan yang membuat pikirannya tertuju pada Nolan.
Jika menikah adalah pilihan, maka mari jalani meski hanya saling menyakiti.
Sea berhenti di situ, matanya memanas tak sanggup lagi meneruskan lebih lanjut. Terlebih saat dilihat kiriman itu memiliki tanggal yang sama dengan waktu pernikahannya bersama Nolan.
Hari itu kebetulan ada Rasi, Sea langsung saja menanyakan perihal blog tersebut pada pria itu. Sea harap, Rasi memberi jawaban memuaskan.
"Rasi, Mas Nolan main blog nggak, sih?" tanya Sea pada Rasi yang tengah menggendong An.
"Dulu sempet punya, sih. Tapi setahuku jarang main juga karena sibuk kali, ya," jawab Rasi tanpa menoleh pada Sea.
Sea memegangi dada kiri yang tiba-tiba terasa berdenyut nyeri. Hatinya makin yakin, blog tersebut milik Nolan. Dengan perasaan kacau balau, saat itu juga Sea kembali membuka blog. Ia dengan sabar membaca satu-persatu kiriman, untuk menemukan bukti lebih banyak.
Jemari Sea di atas keyboard gemetar. Ia mantapkan diri untuk berkomentar di salah satu kiriman yang menuliskan tentang pentingnya olahraga bagi kesehatan tubuh, terutama jantung. Jantung. Sangat erat hubungannya dengan Nolan, bukan.
Setelah menimbang beberapa hal, Sea akhirnya mengetik sebuah komentar.
Seberapa penting kita memeriksakan kesehatan jantung, Mas?
Sea mengembuskan napas setelah mengirimkan komentar itu. Ia berharap ada jawaban dari si pemilik blog yang bisa membuat Sea benar-benar yakin bahwa itu akun Nolan.
Sambil menunggu balasan, Sea telusuri kembali kiriman lain yang lebih baru. Matanya terbelalak saat menemukan tiga rangkaian nama yang jelas-jelas adalah milik An, putrinya.
Tumbuhlah kuat, Nak. Kelak engkau akan tahu bahwa hidup, bukan hanya sekadar tentang bernapas.
Sea tak bisa tinggal diam saja, ia mengambil tubuh An dari gendongan Rasi kemudian membawanya untuk dititipkan pada Dita. Setelah itu, Sea mengajak Rasi pergi keluar. Rasi yang kebingungan menurut saja dengan permintaan Sea. Sampai keduanya tiba di teras rumah, Sea menutup pintu agar perbincangannya dengan Rasi tak didengar Dita.
“Rasi, please, kasih tahu aku, Mas Nolan sebenernya nyembunyiin apa dari aku?” pinta Sea dengan mata berkaca-kaca.
“Nyembunyiin apa sih, Sea? Aku nggak tahu,” kilah Rasi bersungguh-sungguh.
“Aku bakal terima sesakit apapun kenyataan itu asal jangan abu-abu kayak sekarang,” ucap Sea dengan suara pelan.
“Ya, tapi, aku emang beneran nggak tahu, Sea,” tegas Rasi membuat Sea menjatuhkan diri ke kursi kayu di teras itu.
“Yang aku tahu, Mas Nolan itu sayang sama kamu dan An. Itu aja.” Suara Rasi melemah, ia kemudian berjongkok di hadapan Sea.
“Tapi, Mas Nolan nggak baik ke aku, Rasi,” bentak Sea dengan hidung kembang kempis.
Rasi diam sejenak, membiarkan Sea bergulat dengan emosinya. Selama ini, yang Rasi tahu Nolan pun mencintai Sea. Rasi bahkan sempat berpikir untuk menyatakan cinta pada Sea setelah tamat SMA. Namun, ia sudah mengendus berita perjodohan Sea dan Rasi sejak lama. Rasi memilih mengalah. Ia tak mau merusak rencana orang tuanya.
“Kamu cinta, kan, ke Mas Nolan?” tanya Rasi setelah melihat keadaan Sea membaik.
“Kamu nggak perlu tahu urusan hati aku,” sentak Sea sambil menyorotkan tatapan tajam pada Rasi.
“Kamu bahagia, kan, dengan pernikahan ini?” desak Rasi, ia hanya ingin memastikan Sea baik-baik saja menjalani pernikahannya.
“Aku makin hari makin rindu sama Mas Nolan, meski sikapnya buruk padaku. Tapi, percuma. Kamu juga nggak percaya, kan? Jadi buat apa bertanya tentang perasaanku, hah?” Sea berdiri, meninggalkan Rasi tanpa pamit baik-baik.
Rasi tertawa, mengejek dirinya sendiri yang begitu ingin tahu sesuatu yang sudah jelas jawabannya. An bukti nyata bahwa Sea mencintai Nolan.
Rasi kemudian memilih pamit pada Sea. Ia kembali membuat janji temu dengan Zarin. Pada kawan semasa SMA-nya itu, Rasi mengirim pesan. Ia sampaikan menunggu Zarin di kafe tempat biasa bertemu.
Zarin datang setelah lima belas menit Rasi menunggu. Wanita itu tampak tergopoh dengan peluh menghiasi dahi. Ketika SMA, Zarin merupakan seseorang yang pendiam. Suatu hari, ia pernah jatuh di taman saat hendak mengambil sepatunya yang sengaja disangkutkan pada pohon oleh siswa jahil.
Saat itu, Rasilah yang membantu Zarin. Hubungan mereka mulai akrab, hingga kini makin terjalin baik. Kini, Zarin bekerja di penerbitan sebagai pemimpin redaksi. Rasi yang tahu Sea ingin mencetak buku, mencoba mengenalkan karya Sea pada Zarin. Ia yang mencintai Sea diam-diam, ingin membuat wanita itu bahagia. Namun, Rasi tak mau Sea mengetahuinya.
"Gimana, Sea mau denger saran elu, nggak?" tanya Zarin setelah memesan minuman kesukaannya.
"Sepertinya, sih, denger. Tapi, nggak tahu juga. Dia susah ditebak." Rasi mengaduk minumannya dengan sedotan.
"Elu masih suka ke dia?" tebak Zarin, yang memang tahu perasaan Rasi.
"Salah nggak, sih, Rin? Gue kaya nggak punya harga diri, ya, suka sama kakak ipar sendiri." Suara Rasi bergetar, terdengar menyedihkan oleh Zarin.
Zarin tak langsung menimpali ucapan Rasi. Ia menerima minuman yang dipesannya, lalu mengucap terima kasih pada pelayan.
"Nggak ada yang salah. Niat elu bantu Sea supaya novelnya bisa cetak udah bener. Cuma, Sea memang butuh banyak merombak ceritanya biar lebih menarik," tutur Zarin sambil menyesap minumannya.
"Gue udah sampein semua saran yang elu kasih tentang novel Sea. Gue harap dia menerapkan itu semua, dan bisa lanjut kerja bareng sama elu."
Zarin mengangguk-angguk. Wanita itu sebetulnya bisa melihat potensi diri Sea. Hanya saja, Sea kurang percaya diri.
“Nanti gue ajak dia ketemuan, deh. Gimana, menurut lo?” kata Zarin, sambil menyesap habis minumannya.
Rasi berpikir sejenak, ia sebenarnya takut hal ini diketahui Sea. Ia tak mau ada yang tahu bahwa dirinya menyukai Sea.
"Tenang aja, gue nggak bakal bilang tahu dari elu." Zarin menendang kaki Rasi di bawah meja, wanita itu berusaha memangkas keraguan Rasi.
“Boleh juga, biar dia makin paham, ya," cetus Rasi.
“Iya, jadi gue juga jelasin ke dia lebih terarah.”
Akhirnya pertemuan itu Rasi dan Zarin sudahi. Zarin pulang menggunakan taksi online. Ia menolak saat Rasi hendak mengantarnya.
“Males, ah, takut baper,” ungkap Zarin sambil tertawa keras membuat Rasi melakukan hal sama.
Setelah Zarin mendapatkan taksi, barulah Rasi pergi. Ia memilih untuk pulang ke rumah saja. Sepertinya bukan waktu yang pas untuk menemui Sea saat ini. Wanita itu sedang sensitif.
Namanya Rasi bagus ya ...
Comment on chapter TAMAT