Sea mulai meresapi kata-kata Rasi tentang semua kritikan pria itu atas seluruh karya tulisnya. Sea baca keseluruhan tulisan dari bab awal dan ia merasakan banyak sekali kalimat yang tak efektif.
"Riset Sea, itu perlu buat bikin tulisan kamu tambah kerasa nyata dan dapet feel-nya." Sore itu Rasi kembali mengajak Sea diskusi, bukan di rumah melainkan di warung tenda langganan Rasi.
Kopi hitam tetap jadi favorit Rasi, sedangkan Sea hanya memesan air mineral tanpa makanan atau minuman lain. Rasi menyesap rokoknya sangat dalam. Ia embuskan asap nikotin itu ke samping kanan agar tak mengenai Sea yang duduk di sebelah kiri.
"Rokok apa enaknya, sih, Ras?" sindir Sea tanpa menggubris kalimat Rasi sebelumnya.
"Kita lagi bahas tulisan kamu, bukan rokok. Emang kamu mau nulis tentang tokoh pecandu rokok?" Rasi tersenyum miring, merasakan tenggorokannya yang hangat akibat menyesap rokok yang memiliki kandungan mint itu.
Sea menggeleng. "Merokok dapat membunuhmu." Sea menunjuk bungkus rokok Rasi yang tergeletak di meja.
"Iya, kalo abis ngerokok ketabrak truk.” Rasi tertawa nyaring.
"Rasi, ih. Kayak anak kecil.” Sea melempar punggung ke sandaran kursi.
"Ok, balik ke laptop. Jadi, sebenarnya tokoh utama yang lagi kamu buat ini adalah seorang dokter bedah, ya?" Rasi menunjuk layar laptop Sea.
Sea mengangguk, tetapi ia masih belum sampai pada pembahasan konflik sang tokoh. Masih belum menemukan waktu yang pas untuk memunculkan konflik secara tajam.
"Kenapa nggak langsung ke Mas Nolan aja risetnya?" tanya Rasi membuat Sea malah jadi ingin melihat wajah sang suami, apa ini rindu?
"Mas kamu itu Bang Toyib, waktunya aja abis dipake ngurus pasien. Mana ada dia sempet aku tanya-tanya hal beginian.” Sea kemudian membuka tutup botol air mineral dan menenggak isinya untuk membasahi kerongkongan yang tiba-tiba terasa kering.
"Ya udah, cari aja sendiri di akun sosmed buat liat keseharian dokter. Biasanya ada, kan?" saran Rasi.
Sea mengerti, sepulang dari bertemu Rasi malamnya ia lekas membuka sosial media dan mencari profil seorang dokter yang sudah lama ia ikuti. Namun, akun tersebut tak banyak mengunggah kesehariannya. Baru Sea akan keluar dari profil dokter tersebut, matanya terpaut pada bio yang menunjukkan blog sang dokter.
Sea iseng memasuki tautan yang menghubungkan pada blog pemilik akun. Di sana, ia dapati banyak tulisan si dokter yang Sea yakini adalah seorang pria. Bibir Sea tersenyum merekah, sebab sepertinya dia akan menemukan apa yang dicarinya.
"Perubahan dimulai, Sea. Semangat." Sea mengepalkan tangannya lalu kembali menatap layar laptop, membaca isi blog dokter tersebut.
Suara tangis An membuyarkan lamunan Sea yang baru saja selesai membaca blog seorang dokter yang ia temukan beberapa hari lalu. Sea berlari dari ruang televisi ke kamar dan mendapati An yang sudah berderai air mata. Wanita itu lekas meraih tubuh An dan membawanya ke dalam dekapan. Kemudian, Sea memberi putrinya ASI.
An langsung berhenti dari tangisnya, Sea tersenyum sambil mengusap sisa-sisa air mata. Lagi-lagi pahatan wajah An mengingatkannya pada Nolan. Sea meraba ke dalam sanubari, kata Rasi, Sea seperti orang yang tak pernah jatuh cinta. Namun, bagi Sea keberadaan An cukup sebagai wujud nyata bahwa ia memiliki cinta untuk Nolan.
Orang tua Sea dan orang tua Nolan bersahabat sejak masa sekolah. Bahkan mereka menjalankan bisnis bersama dan hidup bertetangga setelah masing-masing menikah. Sea sudah sering dengar sedari SMP, bahwa akan dijodohkan dengan Nolan. Mereka dulu sering liburan bersama. Sea kira perjodohan itu hanya bualan, tetapi suatu hari papa bicara serius.
“Nolan anak yang baik, papa akan bahagia kalau Sea menikah dengannya.” Itu perkataan papa ketika Sea masih kuliah. Sea saat itu hanya mengangguk.
Awalnya Sea pun ragu, tetapi ketika ia bercerita pada teman-temannya soal perjodohan dengan Nolan. Mereka malah semangat mendukung Sea. Saat itu rasanya, tak ada alasan menolak Nolan. Sea yakin bila menuruti kata orang tua, hidupnya akan bahagia.
Hingga akhirnya Sea dan Nolan menikah, mengadakan resepsi sesuai keinginan Sea. Nolan memang belum sepenuhnya bersikap hangat, tetapi Sea kira semua akan berubah seiring berjalannya waktu.
Hingga malam itu, ketika untuk pertama kalinya Sea bertukar keringat dengan Nolan. Bagi Sea sendiri, alasannya adalah cinta meski Nolan melakukannya dengan sangat cepat dan memunggungi Sea setelah kegiatan itu. Ketika Sea menyerahkan keseluruhan dan keutuhan diri pada Nolan, saat itulah perwujudan cinta Sea pada pria itu terbukti.
"Sea, Mama boleh masuk?" Suara Yeti membuyarkan lamunan Sea.
Sea menoleh dan mempersilakan ibu mertuanya untuk masuk. Yeti dengan senyum mengembang duduk di samping Sea pada tepi ranjang.
"Maaf Mama baru datang lagi, sekarang papa udah makin susah ditinggal ke mana-mana. Diajak juga kasihan," ucap Yeti kemudian mencium kepala An penuh sayang. "Oma kangen banget sama An," lanjut wanita itu lalu menatap lurus ke dalam mata Sea.
"Mama kenapa? Ada yang lagi dipikirin?" tanya Sea yang seolah-olah bisa merasakan kegundahan Yeti.
"Kalau papa meninggal gimana ya, Sea? Meski papa bukan papa kandung Mas Nolan, tapi Sea tetep, kan anggap beliau papa mertua, Sea. Sea sayang, kan sama papa?" Mata Yeti berkaca-kaca, bibir dan dagu yang bergetar bukti nyata bahwa wanita itu sedang menahan tangis.
"Mama ... Sea tetep sayang kok, sama papa. Dari kecil Sea tetanggaan sama kalian dan papa juga baik banget ke Sea, masa Sea nggak sayang ke papa," jelas Sea jadi teringat bahwa papa mertuanya itu selalu mengajak lapa Sea untuk main badminton di lapangan kompleks. Sayang, papa Sea lebih dulu dipanggil yang Maha Kuasa tanpa melihat An lahir ke dunia.
"Papa itu selalu bangga sama Mas Nolan, meski nggak ada darah papa yang mengalir di tubuh Mas Nolan. Mas Nolan selalu bisa menuruti perintah papa termasuk berkarir jadi dokter seperti sekarang. Tapi, semalam papa bilang katanya kasihan ke Sea dan An yang selalu ditinggal-tinggal sama Mas Nolan. Papa merasa bersalah sudah memaksa Mas Nolan jadi dokter," papar Dita membuat Sea jadi teringat sesuatu. Tulisan blog seorang dokter yang sedang ia pelajari.
"Kata papa, apa perlu papa suruh Mas Nolan buka praktek saja di Jakarta agar kalian bisa selalu bersama?" lanjut Yeti, tetapi Sea sepertinya tak terlalu mendengarkan. Dalam benaknya kini ingin lekas kembali membaca blog si dokter.
"Sea, gimana?" desak Yeti.
Sea justru lebih fokus mengingat-ingat kalau tidak salah, pada blog dokter tersebut Sea membaca sebuah kalimat 'profesi dokter sebenarnya bukan impian saya, melainkan keinginan seseorang yang berjasa dalam hidup saya'.
Mas, apa blog itu milik kamu?
Namanya Rasi bagus ya ...
Comment on chapter TAMAT