"Kapan sih kamu mau jujur sama Sea?" Bellin mendengus kesal menatap tak suka ke arah Nolan. Dokter gigi yang gemar berdandan cantik itu bicara sambil memandangi kuku-kuku cantiknya.
"Nggak akan, selamanya akan selalu begini," sahut Nolan yang berdiri menyandarkan punggung pada dinding sambil memainkan stetoskop. Ia dengan segala keterbatasan yang dimiliki berpikir lebih baik menyakiti Sea ketimbang membuat wanita tersebut jatuh cinta padanya.
"Shit, dan aku yang jadi korban?" tuding Bellin berdiri dari duduk dengan kasar sampai membuat kursinya bergeser. "Rasi itu ngira kita ada affair, kapan hari dia datang marahin aku," ucap Bellin lagi lalu beranjak dari kursinya.
"Hm, nggak ada ruginya buat kamu, kan? Lalu soal Rasi, siapa tahu kalian cocok. Nanti kamu bisa jadi adik iparku, Bell." Nolan menegakkan badan kemudian berjalan menuju meja Bellin dan meletakan stetoskop di sana.
"Aku enggak mau dikira pelakor dokter Nolan yang terhormat!" bentak Bellin. "Lalu jadi istri Rasi sama sekali bukan impianku!" tambahnya sambil mencak-mencak.
Nolan tersenyum miring, ia lalu duduk di kursi Bellin yang sudah ditinggalkan si empunya. Kali ini Nolan memainkan rubik, sambil terus tersenyum samar.
"Beri saya waktu, nggak akan lama lagi." Nolan tiba-tiba mengubah raut wajah menjadi sendu.
"Kenapa harus selalu lebih mentingin Rasi, sih? Aku tau kamu punya rencana biar Rasi dan Sea dekat, kan? Gilak, dasar. Suami macam apa kamu, hah?" Bellin melempar botol minum ke arah Nolan, sayang tak mengenai tubuh pria itu sedikit pun malah jatuh ke lantai.
"Saya mementingkan diri sendiri, saya tak sebaik itu." Nolan mengambil botol minum yang jatuh ke dekat kakinya. "Siapa yang sedang mementingkan Rasi?" Ia meletakkan botol ke atas meja. "Saya tahu dia suka ke Sea sejak lama, tapi kenapa malah saya yang dijadikan tumbal?" lanjut Nolan kemudian berdiri lagi.
"Sea butuh kepastian, Nolan! Jangan kaya gini terus!" protes Bellin, sengit.
"Sea pasti dapatkan kepastian itu nanti." Nolan berdiri lalu berjalan ke arah Bellin. "Jangan bikin kacau rencana saya, dokter Bellin!" tegas Nolan selanjutnya.
"Kamu juga cinta, kan, ke Sea. Jangan nyakitin diri sendiri dokter gilak!" teriak Bellin sambil menunjuk daun pintu. "Aku muak liat muka kamu!"? Sana keluar!" sentak Bellin membuat Nolan malah terbahak.
"Jangan sampai mereka tahu saya sudah pindah tugas kemari. Awas, ya!" ancam Nolan, lalu pergi meninggalkan ruangan Bellin.
"Sakit jiwa!" umpat Bellin.
Beliin tak habis pikir dengan Nolan. Nolan sepertinya butuh dirawat intensif di rumah sakit jiwa.
Sementara itu, di ruangan dokter Ivone, Sea berkonsultasi layaknya pasien seperti biasa. Tidak ada keluhan sebetulnya yang Sea rasakan setelah melahirkan, dia juga bingung mau bicara apa. Akan tetapi, Dokter Ivon yang mengira Sea hendak konsul, malah menyarankan agar Sea program hamil lagi setelah An berusia tiga tahun saja. Sea hanya mengangguk, ia lalu pamit dari ruangan dokter Ivon.
Sea lalu memberanikan diri ke ruangan Beliin. Sayangnya, Beliin tidak ada di tempat. Alhasil Sea memilih pulang saja, sepertinya bukan waktu yang tepat mengetahui semua tentang Nolan saat ini. Sea memutuskan ke rumah Dita sana, hendak mengambil An. Namun, Dita tidak mengizinkan. Hal itu membuat Sea pulang sendiri ke rumahnya.
Malamnya Sea kembali mendapat pesan dari Zarin. Pesan yang membuat Sea merasa down dengan keadaannya kini.
Mbak Zarin
[Kak Sea maaf, ya, aku ngerasa cerita Kak Sea flat banget. Atau Kak Sea mau ubah alur aja? Aku merasa nyawa cerita ini makin gak ada di bab-bab akhir apalagi]
Sea mengembuskan napas kasar, enak saja mengubah alur cerita yang ia tulis susah payah itu. Sea merasa ia mampu menyelesaikan karyanya kali ini.
"Mbak Zarin, mulai sekarang nggak usah repot-repot lagi soal naskah aku. Aku mundur, lagipula aku nggak akan bisa dalam waktu dekat menyelesaikan naskah ini. Terima kasih atas waktunya. Maaf kalau aku udah ganggu Mbak dan buang-buang waktunya."
Kali ini, Sea benar-benar merasa kecewa pada keadaan. Gagal mengintai Nolan, Dita yang melarang dirinya membawa An pulang, dan Zarin yang terus-menerus mengomentari tulisannya.
"Aku kenapa gini banget, sih?" Sea menjambak rambutnya sendiri. Ia merasa sepi, serasa tidak berharga untuk siapa saja. "Siapa yang bisa ngertiin aku coba?" Sea mulai terisak. Hatinya tiba-tiba diliput pilu yang amat.
Ruang tamu yang luas tiba-tiba terasa sempit, membuat Sea merasakan hawa panas di sekujur tubuh. Kecewa dengan seluruh keping takdir yang seolah tak memihak padanya, membuat Sea sore itu berada pada puncak kekesalan. Ia berteriak meluapkan emosi, membiarkan suara tangis pecah memenuhi ruangan itu. Menangis sendirian sungguh menyakitkan. Tiada penghiburan apalagi bahu sebagai sandaran.
Hingga Sea menjatuhkan diri ke atas karpet bulu yang sedang diduduki, meringkuk memeluk kedua lutut sambil bergumam tak jelas. Ingatannya kembali pada masa di mana papa memintanya menikah dengan Nolan.
Hari itu masih pagi. Sea yang baru seminggu diwisuda jelas kaget dengan perkataan papa. Pria kesayangan Sea itu bilang bahwa Nolan dan keluarganya akan melamar Sea secara khusus.
Bagaimana perasaan Sea saat itu? Bahagia, entahlah sebab Sea hanya tahu Nolan itu seorang dokter, cool, tampan dan tak banyak bicara. Berbanding terbalik dengan Rasi yang pecicilan dan berisik. Rasi itu ibarat kucing baru gede, tidak mau diam. Ya, kadang menyebalkan. Bukan kadang, tetapi selalu.
"Cinta ada karena terbiasa, papa yakin Sea dan Nolan akan bahagia." Masih jelas Sea dengar kalimat bujukan papa agar ia mau menerima perjodohan itu dan Sea percaya begitu saja.
"Nolan anak baik, mama juga yakin dia pasti sayang sama Sea." Dita saat itu jelas tak mau kalah ambil andil membujuk Sea hingga akhirnya Sea mengangguk, mau menikah dengan Nolan.
"Mas Nolan nggak baik ke aku, pa, ma," lirih Sea hingga ia terlelap dan bangun ketika waktu sudah dini hari.
Sea merasakan tubuhnya pegal semua, ia berangsur duduk sambil memijat kening. Wanita itu beranjak dan berjalan ke arah jendela, ia mengintip ke arah carport dan melihat mobil Nolan sudah ada di sana.
"Aku lupa, hidupku bukan novel yang mana pemeran utama wanita akan membuat pemeran pria jatuh cinta setelah menikah. Aku nggak lagi hidup dalam halusinasi," gumam Sea kemudian merapikan laptop dan pindah ke kamarnya. Rindu pada An tiba-tiba menyelusup ke celah hati yang terasa hampa.
Iya, hanya An yang mampu menjadi pelipur laranya kini. Nolan yang seharusnya bisa Sea andalkan, menjelma bagai racun yang kapan saja bisa mematikan.
"Sayangnya aku jatuh terlalu dalam mencintai Mas Nolan."
Namanya Rasi bagus ya ...
Comment on chapter TAMAT