Pertemuannya dengan Rasi di kafe membuat kesal Sea pada pria itu makin menebal. Malamnya padahal Rasi datang berkunjung, membawakan Japanese cake kesukaan Sea. Berlaku seolah tak ada apa-apa, Rasi seperti biasa mengganggu Sea meski ketus yang perempuan itu beri sebagai balasan.
"Mommy An mau dibuatin baju daster, enggak?" celetuk Rasi tiba-tiba. Namun, Sea tak menjawab. Ia pura-pura sibuk membaca sesuatu pada layar laptopnya.
"Atau mau gaun?" ucap Rasi lagi sambil berusaha mengintip layar laptop Sea.
"Diem, Ras. Aku masih kesel, ya, sama kamu. Udah sana balik, ngapain, sih, ke sini terus. Ngapel kek ke cewek kamu!" Sea akhirnya menyalak, lalu berdiri dan pergi dari hadapan Rasi. Meninggalkan ruang tamu menuju kamarnya.
Untuk membunuh perasaan yang membuat tertekan, Sea putuskan kembali membuka naskah. Mencoba membuat bab baru untuk novelnya. Namun, baru membuka laptop ia malah mendapati pesan baru lewat e-mail.
zarina@gmail.com
[Selamat siang, Kak. Saya tertarik dengan naskah novel kakak yang berjudul Pemeran Utama yang Hilang. Apa Kakak berniat mencetaknya?]
Lama sekali Sea menatap layar laptopnya, hingga kemudian ia dengan jemari bergetar mengetik balasan. Tentu saja setelah merangkai lebih dulu kalimat itu dalam kepala.
"Sangat niat, Kak. Tapi, saya merasa nggak PD. Tulisan saya masih buruk."
Sea menunggu balasan dari si pengirim e-mail yang ia yakini merupakan orang penerbitan. Semoga saja bukan sekadar orang iseng, begitu harap Sea.
zarina@gmail.com
[Saya bantu hingga naskahnya layak untuk cetak, kita bisa diskusi lebih lanjut. Silakan hubungi saya lewat WhatsApp ....]
Senyum Sea melebar, sungguh ia bahagia bukan main. Sekarang saatnya menunjukan pada pihak yang selama ini mencelanya, ia bisa dan mampu membuat naskah berkualitas dan baik. Untuk sementara seluruh prasangka pada Nolan terlupakan, meski tetap Sea akan mengungkapnya lagi nanti.
zarina@gmail.com
[Idenya sudah bagus, bahasanya juga luwes. Cuman memang Kakak terlalu lama menyampaikan konflik. Membuat pembaca capek]
Sea menelaah lama pesan dari pihak penerbit yang mengaku tertarik dengan naskah on going-nya. Saat Sea tanya dari mana tahu tentang novelnya, orang yang mengaku bernama Zarin itu bilang tak sengaja lihat di beranda salah satu platform.
Belum Sea sempat membalas, masih merangkai kata dalam kepala, Zarin sudah kembali mengiriminya pesan.
zarin@gmail.com
[Pria itu memperlakukanku sangat kasar, setelah menyelami kedalaman diriku ia malah berbaring memunggungi seolah bersatu denganku adalah hal menjijikan.]
[Coba, Kakak bandingkan dengan kalimat yang Kakak buat. Kalimat ringkas akan lebih mudah dipahami oleh pembaca]
Sea membaca kembali tulisannya, lalu membaca kalimat yang Zarin kirim barusan. Ternyata memang lebih enak dibaca setelah Zarin ringkas kata-katanya.
Cukup lama diskusi via chat itu Sea dan Zarin lakukan. Beruntung An nyenyak sekali tidurnya, Sea leluasa bertanya banyak hal pada Zarin. Hingga tiba di akhir percakapan Zarin menanyakan kapan Sea bisa melanjutkan hingga selesai tulisannya? Sea tak bisa memberi kepastian sebab tokoh utama pria dalam novelnya saja hingga kini tak mau masuk ke dalam hidupnya. Nolan, sosok yang jadi imajinasi Sea itu rasanya malah makin menjauh.
Sea mengakhiri bertukar pesan dengan Zarin tepat pukul 23.45. Punggungnya sampai terasa sakit akibat terlalu lama duduk di hadapan layar laptop. Tak terasa, sudah dua mug teh chamomile dia habiskan malam ini. Sea beranjak melihat keadaan An yang sudah bisa berbaring menyamping. Lucu sekali buah hatinya itu, tidur memeluk guling panda pemberian Rasi dengan posisi mulut tak mau diam seolah sedang menyesap ASI. Pipi bulat nan penuh itu tak kuasa untuk tak Sea kecup.
“Terima kasih sudah hadir di hidup Mommy, Nak,” bisik Sea lalu ikut tenggelam dalam lelap bersama An.
Hingga pagi harinya, Sea bangun dengan keadaan tubuh yang segar. Ia keluar kamar setelah mandi.
"Nolan semalam tanya, An kapan diimunisasi. Jangan sampai telat katanya,” ucap Dita saat Sea bergabung ke meja makan.
Sea melirik sebentar ke arah wanita yang melahirkannya itu, alisnya bertaut. Kenapa Nolan itu senang sekali bertanya tentang An pada sang mama? Beralasan ponsel Sea susah dihubungi.
“Kamu jangan ngurusin nulis terus, sampai-sampai suamimu sulit menghubungi.” Dita bicara tanpa memalingkan wajah dari rotinya.
Sea hanya bisa menggigit bibir bawahnya sambil mendesah pelan. Pembelaan macam apa yang bisa ia sampaikan? Nolan terlalu pintar memutar balikan keadaan. Bahkan Rasi yang Sea anggap bisa berpihak padanya saja tak bisa perempuan itu jadikan pegangan.
“Dia bulan depan mau pulang katanya, tepat enam bulan usia An, ya. Berlakulah baik selama suami di rumah, biar nanti An Mama bawa ke rumah yang dulu. Kamu berdua saja di sini dengan suamimu.”
Kalimat Dita terdengar indah andai Nolan adalah suami yang Sea harapkan. Tak tahu saja Dita, tiap berdua dengan Nolan sulit sekali pria itu bicara pada Sea.
Tangis An dari dalam kamar membuat Sea spontan berlari meninggalkan sarapannya, ia meraih tubuh putrinya yang baru bangun dan membawa An keluar kamar tepat ketika Rasi datang.
“Eh, anak cantik baru bangun?” Rasi tanpa permisi meraih tubuh An dengan paksa dari gendongan Sea.
“Habiskan dulu sarapannya, kalau udah, baru aku kasih lagi An ke kamu.” Tanpa berani menatap Sea, Rasi pergi membawa ponakannya ke ruang tamu.
Hal itu tetap tak buat kesal Sea pada Rasi terurai. Ia masih geram dengan adik ipar sekaligus rivalnya sejak SMP itu.
Selesai sarapan, Sea kembali mengambil An dari Rasi untuk ia mandikan. Rasi pun tak lama, ia pamit kembali karena kedatangannya sekadar untuk mengantarkan mainan dan pakaian baru untuk An. Tanpa mengucap terima kasih, Sea melepas kepergian Rasi.
Seharian itu, Sea kembali bertukar pesan dengan Zarin. Sea akhirnya mengerti, masih terlalu banyak kesalahan yang ia lakukan dalam menulis, pantas saja ia sering dikomentari tak sedap oleh pembaca.
Hingga hari beranjak malam, Sea putuskan untuk meminjam ponsel sang mama. Ia mencoba peruntungan dengan menelepon Nolan, ingin rasanya memaki pria itu. Namun, yang terjadi ketika Nolan menjawab panggilan adalah Sea yang malah diam tanpa kata.
“Ma, ada apa? Istri dan anakku baik-baik saja, kan?”
Nolan benar-benar pintar, bagaimana Dita tak sayang padanya? Suara yang terdengar khawatir itu bahkan tak pernah Nolan tunjukkan pada Sea.
“Dokter Nolan, operasi sudah siap dilakukan.”
Sea mendengar suara seseorang di seberang sana, mungkin Nolan memang sedang bekerja.
“Ma, titip An dan mommy-nya, ya. Nanti saya telepon lagi.”
Bibir dan dagu Sea bergetar menahan tangis. Andai suara lembut itu yang Nolan berikan untuknya, pasti Sea bahagia. Sayang, suaminya berlaku seperti itu hanya di hadapan orang lain.
‘Bawa anak itu imunisasi, uang yang saya beri cukupkan untuk kebutuhannya. Jangan buat saya terlihat buruk di mata keluarga.’
Bahkan yang Sea dapat dari Nolan hanya sebuah pesan menyakitkan. Kalau sudah begini percuma saja bukan mengadukan keburukan Nolan? Sea hanya mampu menunggu hingga bom itu meledak dengan sendirinya.
Namanya Rasi bagus ya ...
Comment on chapter TAMAT