KEBERADAAN PRIBADI SEPERTI BUNGKUS SURAT
Buah pikiran yang tidak bermanfaat, buah pikiran yang tidak berarti,
jika diikuti akan menyelewengkan pikiran karena tidak memahami buah pikiran itu.
Pikiran yang mengembara berlari ke sana kemari,
tetapi dengan memahami buah pikiran itu, seseorang yang giat dan waspada mengawasi pikiran. Seseorang yang telah mendapat pencerahan sudah mengatasi buah pikiran itu
sehingga mereka tidak muncul untuk mengacaukan pikiran.
Dengan ‘bentuk’ yang tidak terjaga dan terpengaruh oleh pandangan keliru,
dikuasai oleh kemalasan dan kelambanan, seseorang akan berjalan seiring dengan kekuasaan mara. Maka, biarlah pikiran seseorang terjaga, biarlah seseorang dikuasai oleh pikiran benar,
dengan menaruh pandangan benar di garis depan, dengan memahami kemunculan dan kelenyapan, serta menanggulangi kemalasan dan kelambanan.
Mereka akan meninggalkan semua tujuan yang buruk.
Ini menyatukan pikiran dengan pikiran yang telah mencapai pencerahan sempurna.
Gajah jantan dengan gading sepanjang tiang kereta kuda bergembira
dalam kesendiriannya di hutan.
Dunia berada dalam cengkeraman keterikatan khayalan dan hanya duniwai yang dapat dilihat,
bagi seorang bodoh yang terjerat dalam ikatan kemelekatan dan terbungkus dalam ketidak-tahuan. Dunia tampaknya kekal, tetapi bagi orang yang melihat, tidak akan mempunyai rintangan.
Kesedihan atau penderitaan apa pun yang ada,
berbagai macam penderitaan di dunia ini,
karena adanya sesuatu kecintaan terhadap hal-hal yang ada itu.
Tanpa sesuatu yang dicintai, penderitaan dan kesedihan itu tidak akan ada.
Jadi, mereka bahagia dan bebas dari kesedihan.
Yang tidak mempunyai yang dicintai di manapun di dunia ini karena cita-cita untuk tidak bersedih dan tidak kecewa, jangan melekat pada apa pun di mana pun di dunia ini.
Bila terpengaruh rasa senang dan rasa tidak senang di desa dan di hutan,
seseorang seharusnya tidak mengkaitkannya pada dirinya sendiri atau orang lain.
Kontak memengaruhi seseorang yang masih bergantung pada kemelekatan.
Bagaimanakah kontak dapat memengaruhi seseorang yang tanpa kemelekatan?
Dengan kesadaran terhadap badan jasmani yang ada, terkendali terhadap enam dasar indria, membuang kekotoran perbuatan-perbuatan lampau, tidak rindu, tidak goyah, tenang,
dan tidak mempunyai kebutuhan untuk membicarakannya kepada orang-orang.
Para dewa dan sebagian besar manusia benar-benar terbelenggu oleh apa yang mereka anggap sebagai tersayang dan menyenangkan, serta lesu karena kesedihan
(ketika orang-orang yang mereka sayangi meninggal dunia).
Mereka jatuh ke dalam kuasa Raja Kematian.
Namun, mereka yang waspada siang dan malam – yang melepaskan apa pun yang dicinta,
yang hidupnya tidak menyebabkan penyesalan yang dalam,
dan yang tidak bersedih hati pada waktu kematian, mereka telah mencabut akar kesedihan terhadap kedatangan kematian yang begitu sulit ditanggulangi.
Tunduk kepada yang lain itu tidak menyenangkan.
Bisa membebaskan adalah menyenangkan.
Kemelekatan bisa berakibat penderitaan.
Keterikatan-keterikatan sulit untuk ditanggulangi.
Apa pun yang mungkin dapat dilakukan seorang musuh terhadap orang yang dimusuhinya atau oleh seorang pembenci kepada yang ia benci, pikiran yang diarahkan dengan keliru bahkan dapat melakukan kerugian yang jauh lebih besar.
Dalam diri mereka yang tidak memiliki pikiran amarah dan kejahatannya sudah padam, tidak marah oleh hal-hal yang menyebabkan kemarahan, tidak menghina, dan tidak menyakiti.
Orang yang tidak terkendali menusuk orang dengan kata-kata seperti halnya gajah perang ditusuk anak panah, bertujuan untuk mengembangkan dan mengabdi batin yang lebih tinggi.
Penuduh ‘salah’ pergi ke neraka.
Jangan melakukan perbuatan buruk secara terbuka atau tersembunyi.
Jika kamu sudah melakukan perbuatan buruk atau melakukan sekarang,
kamu tidak akan bisa lolos dari rasa sakit, walaupun kamu mencoba melarikan diri.
Hujan membasahi apa yang tertutup, hujan tidak membasahi apa yang terbuka,
maka bukalah apa yang tertutup sehingga hujan tidak akan membasahinya.
Demikian juga ia yang telah menyangkal perbuatan yang telah dilakukan.
Orang bijaksana yang telah melihat keadaan itu tidak bersedih di tengah kesedihan,
selesai dengan berkelana dalam kelahiran demi kelahiran,
tidak ada keadaan sebab-akibat selanjutnya baginya.
Yang pikirannya tenang dan damai, yang telah memotong tali nafsu duniawi,
sama sekali selesai dengan pengembaraannya dalam kelahiran.
Dia terbebas dari ikatan mara.
Bila pikirannya telah terolah demikian,
bagaimanakah penderitaan dapat mendatanginya?
Seorang suci terlatih dalam cara-cara kebijaksanaan.
Tidak ada kesedihan untuk orang yang tenteram, yang tenang dan selalu waspada.
Manusia yang perbuatannya tidak terhormat akan berada di alam sana.
Makhluk apa pun yang lahir atau akan lahir akan berproses terus dengan meninggalkan tubuhnya, tahu bahwa semua yang dimiliki seseorang harus ditinggalkan.
Orang bijak akan bersemangat menjalani kehidupan suci.
Yang menopang dirinya sendiri dan tidak menyimpan apa pun, yang tenang dan selalu waspada, yang tidak berniat mendapatkan pujian dan kemasyuran.
Apa yang mendatangkan kegembiraan membawa ketakutan
dan apa yang ditakutkan adalah penderitaan.
Dunia ini pasti terkena siksaan.
Menderita karena kontak itu disebut sebagai penyakit ‘aku’,
karena bagaimana pun ‘aku’ dipahami,
itu selalu bukan demikian,
menjadi sesuatu yang lain.
Orang yang memiliki kondisi batin yang tidak putus-putus,
yang di dalamnya telah sangat siap dan sudah mengatasi ikatan,
ia adalah seorang yang memahami keadaan tidak terbentuk,
dan dengan mengatasi empat ikatan, ia tidak akan terlahir kembali.
Bergegaslah tanpa pikir panjang dan tidak melihat;
sesungguhnya, mereka menyebabkan adanya ikatan yang baru.
Seperti serangga yang jatuh ke dalam nyala api,
beberapa orang hanya asyik dengan apa yang dilihat dan apa yang didengar.
Cacing yang bercahaya akan bersinar selama matahari belum muncul,
tetapi ketika matahari itu muncul,
sinar cacing yang bercahaya itu akan terpadamkan dan tidak akan kemilau lagi.
Demikian para pengembara bersinar
hanya selama Yang Telah Mencapai Pencerahan Sempurna belum muncul di dunia ini.
Para pemikir-pemikir itu tidak suci, demikian juga para pengikut mereka,
karena mereka yang mempunyai pandangan salah tidak akan terbebas dari penderitaan.
Di atas, di bawah, dan di mana pun terbebaskan, seseorang yang tidak menyatakan ‘aku adalah ini’, telah menyeberangi banjir yang tidak terseberangi sebelumnya, terbebas dari pembaharuan duniawi di dalam belenggu, tidak melihat ada yang bisa disalahkan.
Mereka yang terikat oleh belenggu-belenggu itu
tidak akan pernah menyeberangi banjir yang begitu lebar dan dahsyat.
Semua bentuk di dunia fana ini tidaklah kekal adanya,
seperti orang yang penglihatan matanya bagus dalam perjalanan akan berusaha menghindari tempat apa pun yang berbahaya; begitu juga seorang bijaksana yang hidup di dunia ini
harus menghindari tindakan-tindakan yang tercela.
Melihat dunia tidak memuaskan dan mengetahui keadaan tanpa ikatan,
seorang yang luhur tidak bergembira di dalam kejahatan.
Dalam kejahatan, orang yang telah murni tidak menemukan kegembiraan.
Bagi yang baik, mudah untuk melakukan apa yang baik.
Bagi yang buruk, sulit untuk melakukan apa yang baik.
Bagi yang buruk, mudah untuk melakukan apa yang buruk, terjerat dalam jaring,
dibutakan oleh kesenangan indria, tertutup oleh baju nafsu keinginan, terikat dalam jerat kelalaian.
Seperti ikan dalam perangkap, mereka menuju pada kelapukan dan kematian;
seperti seekor anak kerbau yang masih menyusu pada induknya.
Bagi yang tidak mempunyai akar dan tanah, tidak ada daun - jadi bagaimana menjalar?
Siapa yang dapat menyalahkan petapa pahlawan itu, yang bebas dari setiap bentuk kemelekatan? Bahkan para dewa pun memuji orang seperti itu.
Bagi yang mulia, sulit untuk melakukan apa yang buruk,
tidak salah, dengan atapnya yang putih, kereta yang berjeruji satu itu berlalu,
melihat dia datang, bebas dari kesulitan.
Dia yang sudah memotong arus, dia yang tidak lagi dalam keterikatan.
Yang tidak punya konsep-konsep, tidak punya sudut pandang-sudut pandang,
yang sudah menanggulangi ikatan dan jeruji,
dunia dengan para dewanya tidak akan memandang rendah,
tingkah laku petapa yang bebas dari nafsu keinginan.
Dia yang selalu mempunyai kesadaran, yang terus menerus mantap di dalam tubuh demikian.