Read More >>"> Cinta (Puisi dan Semi Novel (Cinta Rebecca) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta (Puisi dan Semi Novel
MENU
About Us  

CINTA REBECCA

(Semi Novel)

 

 

CINTA REBECCA:

Tepat pada hari ini, Ibu melahirkanku di Hua Tung - Taiwan Timur. Untuk pertama kali pula, saat itu, aku berteriak lantang dengan airmataku dan menyambut dunia di tengah malam hari. Pada hari ini, genap sudah dua puluh tahun yang lalu. Keheningan menempatkan diriku di antara tangan-tangan kehidupan, yang penuh dengan tangisan dan pergumulan hidup kedua orang-tuaku. Ayah ibu, menamakanku Rebecca. Aku mencintai Lembah Hua Tung yang merupakan ladang emas – ladang-ladang bunga yang memenuhi sebagian besar pemandangan dari lautan bunga. Lembah Hua Tung adalah lembah di mana warnanya bisa berubah-ubah sesuai dengan musim. Gunung Enam Puluh Batu Fuli yang diselimuti oleh bunga Daylili, serta Taimali di musim gugur. Daylili sangat terkenal dengan khasiatnya meredakan emosi dan membuat relaks. Daylili yang dikeringkan merupakan bahan yang digunakan untuk makanan khas, makanan lokal sepanjang hari di Hua Tung yang juga memiliki cita rasa yang unik. Pada musim dingin, bunga-bunga berwarna keemasan menyelimuti pegunungan, sejauh kita memandang akan terlihat pemandangan yang luar biasa menakjubkan.

 

Jauh di dalam relung jiwaku ada senandung yang hendak lahir dalam dunia kata, senandung-senandung yang bertunas di ladang hatiku. Mereka ingin menjelma ke dalam dunia, bagaikan selubung yang menyisihkan jalan bagi cahaya. Mereka bersemayam di balik perasaan yang tak lancar dan bertutur dari lidahku. Namun, bagaimana mungkin aku dapat membisikkan kepada mereka, padahal aku takut mereka akan terkotori oleh debu-debu dunia? Kepada siapakah mereka akan kusenandungkan? Tatkala mereka dengan damai mengendap di relung kalbu, dan takut akan berbenturan dengan kerasnya cadas kekebalan telinga manusia? Andai engkau melihat mataku lebih jelas lagi, maka engkau akan mampu menatap berkelebatnya bayang-bayang mereka. Jika kau biarkan kulitmu kusentuh dengan jari-jemariku, maka engkau pun akan dapat merasakan getaran sukma nadi-nadi mereka. Hasrat hatiku mengungkapkan mereka seperti danau, yang dengan sepenuh hati memantulkan kemerlip bintang-bintang di angkasa malam; dan tetesan airmataku menjadi anak-anak sungai yang mengharumkan embun dan menetes di kelopaknya. Senandung-senandung yang dipancarkan oleh keheningan, dan dipantulkan oleh bebunyian, mengalun dalam mimpi-mimpi, dan menggema dalam keterjagaan. Senandung-senandung keindahan cinta kehidupan manusia - adakah penyair yang akan melagukannya?

 

Keharuman mereka melampaui semerbak melati. Keindahan lidah apakah yang akan mengantarkan mereka pergi? Mereka bahkan lebih murni dari perawan suci. Apakah rintihan biola akan memperdengarkannya? Siapakah yang akan dapat merangkum deru gelombang lautan ke dalam jeritan burung malam? Siapa yang dapat mengendapkan ledakan halilintar ke dalam desah mendendangkan nyanyian Tuhan? Demikianlah selama dua puluh lima kali sudah aku berjalan mengelilingi matahari dan rembulan. Namun, aku tak tahu entah berapa kali bintang gumintang telah mengelilingi diriku. Toh, meski demikian aku pun belum dapat menyingkap selubung rahasia kehidupan ini, dan tak kukenal benda kegelapan yang tersembunyi.

 

Selama dua puluh kali pula, sudah kuberjalan bersama bumi, matahari, rembulan, serta planet-planet mengitari hukum alam semesta. Lihatlah, sahabatku – kini jiwaku membisikkan nama hukum itu, laksana goa mengumandangkan debur gelombang samudera. Raganya ada di dalam Raga-Nya, Jiwanya ada di dalam Jiwa-Nya – namun semua tak memahami esensi-Nya – dia mendendangkan lagu pasang surut-Nya, namun tak memahami Diri-Nya.

 

Dua puluh tahun yang silam, dalam tangan waktu, menuliskan sosok Rebecca bagaikan sepatah kata di buku putih yang asing bagi dunia yang mengerikan ini. Lalu, lihatlah diriku, seorang Rebecca, sebuah kata yang maknanya samar-samar dan membingungkan – kadangkala tak bermakna – kadangkala bermakna banyak hal.

 

Pada hari ini, tiap-tiap tahun pikiran, renungan, dan kenangan saling berdesak-desakan di dalam kalbuku. Mereka tegak di hadapanku bagai iring-iringan hari yang berlalu dan memperlihatkan padaku hantu-hantu malam yang telah lama memperlihatkan diri dan telah lama wafat pula. Lalu, mereka pergi berpencaran bagai angin memancarkan awan-gemawan yang tersesat di senja-kala. Mereka mengecil dan menjadi redup di sudut kamarku bagai nyanyian sungai di lembah-lembah ngarai yang sunyi dan jauh - jauh sekali!

 

Pada hari ini, di setiap tahun, jiwa itulah yang telah membentuk jiwaku, bergegas menuju diriku dan seluruh penjuru bumi, melingkari diriku dengan lagu kenangan yang paling menyedihkan dan berselimutkan airmata-airmata. Lalu, dengan hati-hati mereka berlalu dan bersembunyi di balik benda yang kasat mata. Mereka laksana kawanan burung yang turun di atas sebuah papan penebahan yang ditinggalkan dan tak menemukan biji padi-padian disana, mengambang-ambang sejenak sebelum terbang lagi ke tempat yang lain.

 

Pada hari ini, makna kehidupan lampauku memberontak di hadapanku sebagai sebuah cermin suram yang kupandang lama, tapi tak melihat apa pun di sana kecuali wajah tahun-tahun yang lalu, yang pucat lesi bagaikan wajah-wajah kematian, dan dengan raut wajah berkerut dari harapan-harapan yang hilang, impian, serta gairah, bagaikan rona muka orang tua jompo.

 

Lalu, kupejamkan mataku dan kulihat lagi untuk kedua kalinya ke dalam cermin, tapi tak kusaksikan apa pun kecuali wajahku yang sendirian; dan aku memandang wajahku dan melihat suatu gurat kesedihan di sana. Kuperiksa kesedihan ini dan kutemukan dirinya bisu - tak mampu untuk bicara. Sesungguhnya, apabila kesedihan demikian ini dapat berbicara, dia lebih manis daripada kebahagiaan.

 

Banyak sudah yang kucintai selama dua puluh tahun ini; dan banyak yang kucintai justru dibenci oleh orang, dan banyak yang telah kubenci justru dikagumi oleh mereka. Peran akal menjadi terpinggirkan karena perasaan subyektif dan emosi yang dinomor-satukan. Meskipun cinta cenderung bersifat subyektif dan emosional, di mana tentunya perasaan dan emosi subyektiflah yang mendominasi dalam perwujudannya, tetapi menjadikannya sama sekali peran akal tidak dapat dibenarkan. Mungkin lebih tepat dikatakan, bahwa antara akal dan rasa dalam cinta haruslah seimbang.

 

Cinta hanya mengandalkan rasa, dan rasa hanya menimbulkan sifat emosional, karena genap waktu dan energi diarahkan demi pemenuhan hasrat pribadi, sehingga sifatnya sangat egois. Padahal egoisme adalah sesuatu yang terlarang dalam cinta! Namun, bukan berarti emosi atau rasa itu tidak perlu, karena tanpa mereka, cinta hanya sekadar aktivitas formal yang hampa dan tidak indah. Akal dan cinta perlu digabungkan. Melalui cinta, akal akan mengenal realitas, dan akal memberikan ketenangan pada cinta yang bekerja. Pertimbangan akal dan penghayatan rasa harus menjadi alat dan sarana utama dalam menjalankan cinta. Bangkitkanlah dan letakkan dasar-dasar baru.

 

Cinta tak memberikan apa-apa, kecuali keseluruhan dirinya.

Cinta tidak mengambil apa-apa, kecuali dirinya.

Cinta tidaklah memiliki atau dimiliki,

karena cinta telah cukup untuk cinta.

 

Musim semi telah tiba, rasa murungku segera tergantikan angan-angan yang bercampur-aduk antara harapan dan cita-cita. Sesekali aku berkeliling kebun dan halaman atau duduk sendiri dekat jendela, memandang rembulan. Aku dipenuhi mimpi-mimpi yang sulit kupercayai.

 

Matahari menarik kembali dengan sinar-sinarnya dari taman, dan bulan memainkan jemari di atas mahkota kembang-kembang. Aku duduk seorang diri di bawah pepohonan, merenungi suasana alam sambil menerawang pandang ke tamasya malam melalui celah-celah dahan - pada tebaran bintang di kubah langit, yang berkedipan cemerlang bagai taburan bintang berlian di atas permadani batu nilam.

 

Dari jauh terdengar kericik bergairah air parit kecil yang mengalir lincah dan menyenandungkan perjalanannya ke lembah. Burung-burung berlindung di balik ranting dan dedaunan, dan bunga-bunga mengatupkan wajahnya dari sinar bulan, serta keheningan pun turun mengendap atas malam; kudengar gemerisik langkah-langkah menyibak rerumputan. Kuamati dengan pandangan tajam dan kemudian tampak olehku seseorang yang menuju ke tempatku.

 

“Oh, rupanya Edmund yang bertandang,” bisikku dalam hati.

 

Edmund adalah tetangga dekat kami. Ia adalah seorang sahabat baik ayahku almarhum, walaupun usianya jauh lebih muda dari ayah. Aku merasa bahagia ia datang, karena artinya ada orang yang dapat diajak berdiskusi, atau berbicara apa saja dalam sepiku, atau berbicara mengenai rencana masa depan kami berdua. Kami memang semula berencana meninggalkan kota ini. Namun, di balik semuanya itu memang aku sudah menyukainya dan menghormatinya sejak usiaku masih kanak-kanak. Bagaimanapun juga, harus kuakui, sejujurnya, aku menyukainya, dan Edmund telah mengisi sudut istimewa di hatiku. Edmund sudah lama tidak bertandang dan ia berada di kota lain dalam pekerjaannya.

 

Beberapa waktu sebelum ibu meninggal, ibu pernah mengatakan kepadaku bahwa beliau berharap agar Edmund menjadi suamiku suatu hari kelak. Ketika itu, aku tidak memberikan tanggapan dan harapan apa pun pada ibu, karena Edmund bukanlah tipe pria seleraku. Selama ini, aku memimpikan pria muda yang tinggi semampai, berwajah kepucatan dan melankolis, sementara Edmund sudah tidak muda lagi - tubuhnya kekar dan wajahnya selalu tampak riang. Walaupun demikian, apa yang diucapkan beliau ternyata telah membentuk imajinasi dalam benakku. Herannya, sekarang terkadang aku merasa aneh juga bila membayangkan Edmund menjadi suamiku. Entah mengapa. Sebenarnya, aku ingin berpura-pura tidak menunggu kedatangannya; namun, begitu aku melihat sorot matanya yang berseri-seri seperti biasanya, dan suaranya yang lembut ketika menyapaku – kemudian, Edmund memandang diriku tanpa berkedip; hal ini membuatku salah tingkah, dan seketika wajahku merona merah.

 

“Hai, Rebecca. Bergembirakah kau hari ini? Oh, kau benar-benar telah berubah! Betapa kini kau telah menjadi seorang dara yang dewasa dan telah berubah menjadi sekuntum mawar yang jelita.” Lalu, tangan kecilku digenggamnya dengan kuat dan sedikit menimbulkan rasa sakit. Kemudian, Edmund memandangku dengan seulas senyum manis.

 

Enam tahun, aku tak bertemu dengan Edmund dan kini, ia telah tampak jauh berubah. Kelihatannya lebih tua, kulitnya menjadi lebih gelap, apalagi Edmund sekarang memelihara jambang yang tak serasi dengan wajahnya. Namun, bagaimana pun juga, Edmund tetaplah seorang pribadi yang bersahaja - wajahnya yang lebar memancarkan kejujuran, kecerdasan, serta pandangan yang ramah bersinar yang hampir seperti pandangan mata kanak-kanak.

 

Mari kita olah buah-buah bumi, layaknya jiwa yang memelihara kuncup-kuncup kebahagiaan dari benih-benih cinta yang tertancap di dada kita. Mari kita penuhi lumbung-lumbung dengan hasil-hasil alam, layaknya hidup memenuhi hati kita tiada terhingga dengan anugerah yang tak terbatas. Mari tebarkan bunga-bunga untuk ranjang kita, dan langit sebagai selimut dan meletakkan kepala kita bersama di atas jerami-jerami lembut. Mari kita beristirahat setelah bekerja seharian, dan mendengar gemericik anak-anak sungai yang saling berkejaran.

 

“Banyak sekali kesedihan yang telah menimpa rumah ini,” ujar Edmund dengan prihatin.

 

“Yah, kini mereka semua sudah meninggalkanku,” desahku dengan mata sedikit basah.

 

“Kau masih selalu ingat ayah-ibumu, bukan?” tanya Edmund melanjutkan.

 

“Sedikit sekali,” jawabku berterus terang.

 

“Aku banyak menyimpan kenangan tentang orang tuamu,” katanya dengan nada lembut dan sepasang matanya tampak bersinar.

 

Udara memang sangat buruk petang hari ini. Dalam keadaan seperti itu, aku sering kali hanya tinggal di rumah saja. Pada petang ini, kami menghabiskan waktu dengan duduk-duduk di ruang keluarga yang hanya diterangi cahaya lilin, sesekali hujan menerpa kaca jendela. Tak pernah Edmund mencium tanganku seperti hari ini, atau mengambil kesempatan untuk berdua-duaan saja denganku, bahkan kutahu sebelumnya bahwa Edmund selalu menghindari kesempatan seperti itu. Kemudian, aku mempersilahkan Edmund ke ruang tamu, sementara aku menyiapkan teh baginya.

 

“Kau ingin menanyakan apakah aku pernah jatuh cinta sebelumnya?” katanya membuka percakapan, seakan-akan bisa menebak arah pembicaraan kita petang itu.

 

”Tidak. Tak pernah aku tersentuh oleh perasaan seperti yang kualami saat ini.” Sekilas matanya kulihat seperti sedang terganggu dengan kenangan kisah lampau keluarganya yang pahit juga.

 

Setiap hati mempunyai kodrat tersendiri. Setiap hati punya arah istimewa. Setiap hati punya tempat untuk menyepi, punya tempat untuk berlabuh. Di situlah tempat istirahat guna mencari pelipur lara dan hiburan. Setiap hati mendambakan hati lain yang dapat bersatu, guna menikmati berkah kehidupan dan ketenteraman, atau melupakan kepedihan hidup serta penderitaannya.

 

Sebuah prasangka sering kali membutakan manusia,

dan sebuah keadilan hanya dapat dilahirkan dari rasa cinta

yang tak membedakan apa pun latar belakang seseorang.

 

“Kedatanganku hari ini, aku telah meyakinkan diriku bahwa saat ini aku memang ingin memiliki hatimu, dan apa yang bisa kuberikan kepadamu? Cinta. Hanya itu.” Edmund melanjutkan kata-katanya. “Apakah hal itu memiliki arti bagimu?” tanyaku tanpa menoleh. “Memang terlalu kecil, Sayangku. Bagian ini terlalu kecil,” jawab Edmund, “Aku mengangankan hidup yang tenang di tempat yang sunyi dan berbuat baik bagi sesama bersamamu. Juga mengerjakan sesuatu yang bermanfaat, kemudian mengisi waktu luang dengan menikmati alam dan musik; dan puncak dari semua kebahagiaan adalah hidup di sampingmu dan membentuk keluarga bahagia. Inilah yang terbesar bagiku.”

 

Kulihat, Edmund meragukan diamku yang kelihatan tak menanggapi cintanya atau karena usia kami jauh berbeda. “Apakah kau mencintaiku karena aku masih muda atau karena aku adalah aku?” tanyaku. Ada terasa rona merah mengaliri lesung pipitku; dan aku tahu bahwa ucapanku itu dapat dimengerti Edmund, bahwa aku telah menanggapi serta menerimanya.

 

“Aku sendiri tidak tahu, tetapi memang aku telah siap mengatakan cintaku,” jawabnya sambil memandangku dengan pandangan penuh perhatian dan daya pesona.

 

“Bagaimana mungkin engkau dapat menggambarkan sesuatu yang engkau sendiri bagai telah hilang dari hadapannya, walaupun wujudmu masih ada oleh karena hatimu yang gembira telah membuat lidahmu bungkam selama ini?”

 

“Cinta itu sebatang kayu yang baik. Akarnya tetap di bumi, cabangnya di langit dan buahnya lahir di hati. Lidah dan anggota-anggota badan, ditunjukkan oleh pengaruh-pengaruh yang muncul dari cinta itu dalam hati dan seluruh anggota badan. Seperti ditunjukkannya asap dalam api dan ditunjukkannya buah dalam pohon.”

 

Dunia cinta adalah dunia yang sangat menarik, karena cinta sendiri berawal dari ketertarikan. Rasa tertarik sekaligus cinta terhadap lawan jenis ini tidak bisa dipungkiri merupakan fitrah manusia, bahkan merupakan fitrah alam semesta. Kebutuhan untuk bersatu dengan lawan jenis dan dengan pasangan jenisnya merupakan kebutuhan alami setiap makhluk hidup. Tidak hanya itu, bahkan segala sesuatu di alam semesta ini agaknya diciptakan berpasangan, seperti ada gelap – ada terang, ada siang – ada malam, ada tanah – ada hujan.

 

Kami pun terlibat pembicaraan yang cukup panjang, karena sudah lama sekali kami tidak saling ketemu. Dari penuturan Edmund, baru aku mengenal watak ayahku secara jelas. Ayahku ternyata adalah seorang pria dengan kepribadian sederhana, jauh dari bayanganku selama ini. Edmund juga adalah seorang pria yang penuh kesungguhan, penyayang dan lugas. Ia lawan bicara yang baik, meski aku seringkali merasa canggung dan rikuh. Aku tetap harus berkata hati-hati dengan semua kata-kata bernilai yang harus kuucapkan, agar Edmund tetap menghargaiku.

 

“Kau harus selalu ingat bahwa kau adalah satu-satunya puteri ayahmu,” katanya kemudian. Di balik keceriaannya, ternyata ia tetap menyimpan kesungguhan dan sikap penuh perhatian yang lebih dewasa dari sebelumnya, “Kau tak perlu selalu tenggelam dengan perasaanmu. Kau mengerti dan suka bermain piano, membaca atau mengawasi ladangmu - itu bisa mengisi hari-harimu dari kesibukannya – jangan sampai kau menyesal di kemudian hari. Seluruh hidup ini adalah milikmu seutuhnya, dan kau sendirilah yang menentukan masa depanmu.”

 

Kata-kata itu rasanya seperti diucapkan oleh seorang ayah yang baik, walau Edmund berusaha berbicara seperti seorang sahabat sekaligus seperti seorang kekasih juga. Lingkungan yang kukenal sejak kanak-kanak selama ini seakan menjadi obyek bisu saja, tetapi dengan banyaknya bimbingan Edmund, semua bagiku jadi lebih bernyawa. Pikiranku dipenuhi harapan indah, dan kurasa sangat menyenangkan. Untuk itu, setiap malam aku selalu berdoa, bersyukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan kebahagiaan ini padaku; dan Edmund adalah satu-satunya yang bisa memberikan apa yang aku butuhkan dalam kekosongan hidup yang sendiri ini.

 

Setiap manusia agaknya pernah mengalami jenis cinta romantis seperti ini. Sejarah dunia pun agaknya tidak kekurangan cerita tentang cinta romantis ini, baik yang sifatnya fiktif-imajinatif, maupun yang benar-benar terjadi dari segala penjuru dunia. Cinta romantis ini biasanya merujuk kepada sifatnya yang cenderung berhubungan dengan perasaan (passion). Setiap orang memiliki kesan dan pendapatnya sendiri-sendiri tentang cinta. Namun, aku lain dan mengganggap bahwa cinta adalah sakral dan segala-galanya, dan itu di luar nalar kebohongan, kepalsuan, kemunafikan, dan tipu muslihat. Setiap orang menghayati sendiri kehidupan cintanya. Siapa pun di dunia ini. Dunia cinta seharusnya digambarkan sebagai dunia yang kudus, suci, dan agung. Dunia yang harus punya warna cerah dan ceria, meskipun terkadang dunia cinta itu seringkali ditemui sebagai cinta yang penuh kesenduan, puitis, dan mengandung haru. Cinta harus menjadi landasan hidup dan dasar eksistensi manusia. Cinta adalah potensi paling luhur yang dimiliki manusia sebagai anugerah Tuhan, karena ia merupakan bagian dari ‘Diri Tuhan Sendiri’. Eksistensi manusia pada dasarnya merupakan manifestasi yang sadar dan progresif dari prinsip-prinsip yang ada dalam diri manusia yang dinamakan cinta. Cinta merupakan inti kehidupan manusia, dan seharusnya membimbing manusia dalam kehidupan sehari-harinya.

 

Kemudian Edmund meneruskannya lagi, “Kusucikan bibirku dengan api suci untuk berbicara tentang cinta. Namun, saat bibirku kubuka untuk bicara ketika dulu kepadamu, kudapati diriku diam membisu. Rasanya, segala kata yang keluar dari mulutku itu menjadi tak bernilai. Ketika itu, padaku – kau bertanya tentang rahasia dan misteri cinta. Lalu, aku tak mampu menjawabnya karena aku perlu merenungkannya, dan aku pikir bahwa jawabanku nanti haruslah sungguh-sungguh memuaskanmu. Namun, kini, cinta itu menghiasiku dengan segala baju kebesarannya. Maka, giliranku bertanya kepadamu tentang jalan-jalan cinta dan keajaibannya – adakah kau dapat menjawab dengan mengatakannya agar aku puas dan tak menduga-duga?”

 

“Benarkah demikian adanya?” sergahku dengan perasaan terkejut; dan sesungguhnya Edmund tak perlu kujawab lagi karena dengan keberaniannya mengungkapkan itu dan kedekatan hubungan dan pelayananku setiap kali bertemu, itu sudah menjadi jawaban dari semua tindakan-tindakanku kepadanya. Bukankah aku seorang wanita kecil yang pemalu?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Bertemu Jodoh di Thailand
2020      1067     0     
Romance
Tiba saat nya Handphone Putry berdering alarm adzan dan Putry meminta Phonapong untuk mencari mesjid terdekat karena Putry mau shalat DzuhurMeskipun negara gajah putih ini mayoritas beragama buddha tapi ada sebagian kecil umat muslimnya Sudah yang Sholatnya Sudah selesai yang Sekarang giliran aku yaaku juga mau ibadah ke wiharakamu mau ikut yang Iya yangtapi aku tunggu di luar saja ya Baikl...
Behind The Scene
1116      450     6     
Romance
Hidup dengan kecantikan dan popularitas tak membuat Han Bora bahagia begitu saja. Bagaimana pun juga dia tetap harus menghadapi kejamnya dunia hiburan. Gosip tidak sedap mengalir deras bagai hujan, membuatnya tebal mata dan telinga. Belum lagi, permasalahannya selama hampir 6 tahun belum juga terselesaikan hingga kini dan terus menghantui malamnya.
ORIGAMI MIMPI
26145      2997     55     
Romance
Barangkali, mimpi adalah dasar adanya nyata. Barangkali, dewa mimpi memang benar-benar ada yang kemudian menyulap mimpi itu benar-benar nyata. Begitulah yang diyakini Arga, remaja berusia tujuh belas tahun yang menjalani kehidupannya dengan banyak mimpi. HIngga mimpi itu pula mengantarkannya pada yang namanya jatuh cinta dan patah hati. Mimpi itu pula yang kemudian menjadikan luka serta obatnya d...
Ketos in Love
751      454     0     
Romance
Mila tidak pernah menyangka jika kisah cintanya akan serumit ini. Ia terjebak dalam cinta segitiga dengan 2 Ketua OSIS super keren yang menjadi idola setiap cewek di sekolah. Semua berawal saat Mila dan 39 pengurus OSIS sekolahnya menghadiri acara seminar di sebuah universitas. Mila bertemu Alfa yang menyelamatkan dirinya dari keterlambatan. Dan karena Alfa pula, untuk pertama kalinya ia berani m...
The Eternal Love
18371      2651     18     
Romance
Hazel Star, perempuan pilihan yang pergi ke masa depan lewat perantara novel fiksi "The Eternal Love". Dia terkejut setelah tiba-tiba bangun disebuat tempat asing dan juga mendapatkan suprise anniversary dari tokoh novel yang dibacanya didunia nyata, Zaidan Abriana. Hazel juga terkejut setelah tahu bahwa saat itu dia tengah berada ditahun 2022. Tak hanya itu, disana juga Hazel memili...
Asmara Mahawira (Volume 1): Putri yang Terbuang
5055      938     1     
Romance
A novel from Momoy Tuanku Mahawira, orang yang sangat dingin dan cuek. Padahal, aku ini pelayannya yang sangat setia. Tuanku itu orang yang sangat gemar memanah, termasuk juga memanah hatiku. Di suatu malam, Tuan Mahawira datang ke kamarku ketika mataku sedikit lagi terpejam. "Temani aku tidur malam ini," bisiknya di telingaku. Aku terkejut bukan main. Kenapa Tuan Mahawira meng...
Gue Mau Hidup Lagi
340      212     2     
Short Story
Bukan kisah pilu Diandra yang dua kali gagal bercinta. Bukan kisah manisnya setelah bangkit dari patah hati. Lirik kesamping, ada sosok bernama Rima yang sibuk mencari sesosok lain. Bisakah ia hidup lagi?
HAMPA
360      245     1     
Short Story
Terkadang, cinta bisa membuat seseorang menjadi sekejam itu...
The Reason
8410      1617     3     
Romance
"Maafkan aku yang tak akan pernah bisa memaafkanmu. Tapi dia benar, yang lalu biarlah berlalu dan dirimu yang pernah hadir dalam hidupku akan menjadi kenangan.." Masa lalu yang bertalian dengan kehidupannya kini, membuat seorang Sean mengalami rasa takut yang ia anggap mustahil. Ketika ketakutannya hilang karena seorang gadis, masa lalu kembali menjerat. Membuatnya nyaris kehilan...
The Past or The Future
385      303     1     
Romance
Semuanya karena takdir. Begitu juga dengan Tia. Takdirnya untuk bertemu seorang laki-laki yang akan merubah semua kehidupannya. Dan siapa tahu kalau ternyata takdir benang merahnya bukan hanya sampai di situ. Ia harus dipertemukan oleh seseorang yang membuatnya bimbang. Yang manakah takdir yang telah Tuhan tuliskan untuknya?