Loading...
Logo TinLit
Read Story - Call Kinna
MENU
About Us  

Jika ada sebuah teori yang rumit. Maka, akuntansi masuk dalam salah satunya. Mungkin dasarnya mudah. Tapi coba bayangkan ketika dasar-dasar itu kemudian diterapkan dalam sebuah laporan keuangan. Dimana uang-uang akan berkumpul jadi satu dan mengisi dalam beberapa bagian. Menjadi harta, kewajiban, kas, utang, dan segala macam tetek bengek lainnya.

Bayangkan lagi, jika ada orang yang selalu terjebak di dalamnya. Maka, Kinna masuk dalam list itu. Mengambil SMA jurusan IPS, lalu kuliah akuntansi. Kemudian bekerja di bagian divisi keuangan. Hidup yang lurus, sesuai jalur. Agar mudah dapat pekerjaan dan berkarir. Begitu kata orang-orang.

Hah, mudah dapat pekerjaan apa? Nyatanya, Kinna—beberapa tahun lalu— setelah wisuda malah nyaris berakhir seperti gelandangan. Kalau Kalla tidak memergokinya jadi SPG di salah satu mall. Dan akhirnya memaksa menerima tawaran untuk bergabung di grup perusahaan keluarga Tanubradja. Tentu saja Kinna menolak. Tapi, Dona— mamanya Kalla— yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri, ikut memaksa juga. Dengan dalih, Kinna boleh resign kapan saja jika sudah mendapat pekerjaan yang lebih dia inginkan.

Kinna menerima itu. Dan ya, omong kosong jika dia akan mendapat pekerjaan yang lebih dia inginkan. Jika semua yang dia inginkan sudah dia dapatkan di TB Group. Melalui hari bersama Kalla. Menatapnya dari jauh setiap hari. Dari balik jajaran staf biasa bagian keuangan yang terus memandang kepala divisi sebelah. Tapi dia harus tahu diri. Siapa posisinya dan letak kakinya berpijak. Dia hanya berhutang budi pada Kalla dan keluarganya yang super baik hati.

“Oy, ngelamun aja! Nyeruduk tahu rasa lo!”

Sindiran Jelita, rekannya satu bagian— muncul juga. Tengah menyeduh kopi panas dari pantry. “Gue buat laporan SPJ bulan ini. Bantu koreksi, Ki!”

Kinna nyengir melempar tasnya malas.

It still morning, baby. Let’s get up,” dilemparkan Jelita satu sachet mokacino. “Ngopi dulu, gih.”

“Je— my heart was broken in pieces!”

Jelita melirik sekilas. “Again?” tebaknya.

Kinna mengangguk sendu. Jelita tahu segalanya. Cerita antara dirinya dan Kalla. Kisah cinta diam-diamnya selama belasan tahun.

What?! Pak Kalla punya cewek bar—” dan jeritan Jelita terhenti, saat sosok yang digibahkan muncul. Asyik berjalan sambil bersiul. Sesekali meniupkan balon dari permen karet. Benar-benar tidak mencerminkan perilaku seorang atasan. Jelita buru-buru tersenyum ketakutan. “Eh, Pak, pa— pagi!”

Kalla melirik keduanya dari atas kubikel. Tapi pandangannya tidak tertuju pada Jelita. Tentu pada Kinna. “Eh, si Cendol! Udah nyampe sini aja lo! Kayaknya tadi bebek lo masih jalan?”

Kinna mendengus, mengalihkan muka pada Jelita. “Je, jangan lo panggil Pak! Palanya jadi gede!”

Kalla tertawa mendengarnya. Ikut menggoda Jelita juga. “Okelah. Jelita, lo jangan panggil gue Pak, dong! Panggil Mas aja gimana?”

Jelita nyengir malu. “E— emang boleh, Pak?”

“Boleh, dong. Oh ya, lo udah tahu belum?” Jelita menggeleng. “Jelita, lo cantik! Seperti nama lo! Cantik jelita!”

Jelita semakin malu. Mukanya merah semua. Aduh, Kinna bisa gila rasanya. Sahabatnya digoda begitu. Eh, atau sebenarnya dia cemburu.

Kalau ini bukan di kantor, Kinna pasti akan menggamparnya. Tapi karena dia punya batas kesabaran dan sopan santun pada atasan sendiri. Atau lebih tepatnya— sosok berhutang budi, jadi dia harus jaga sikap.

Kalla baru akan berbalik, saat kembali menghampiri Jelita. “Satu lagi, Je!”

“Ya, Pak?”

“Bilang tuh ke si Cendol! Nanti ikut gue buat meeting di unit B. Jam dua belas udah harus ke ruangan gue!”

Kinna tentu saja gusar mendengar namanya disebut-sebut. Padahal toh, dia di sini, tidak usah bilang pada Jelita. Apaan, sih?

“Ehem... Maaf ya, Pak Sakalla Tanubradja yang terhormat, saya bukan bagian divisi Bapak! Kalau mau, Bapak ajak, bawahan Anda sendiri!”

“Tapi gue maunya lo, Ndol! Titik! Udah sana, balik kerja! Gosip aja kerjaan lo berdua!” setelah mengeluarkan sarkasmenya itu, akhirnya Kalla undur diri.

Kinna baru akan mengumpat lagi kalau Jelita tidak menahannya. “Benci atau cinta? Mana yang lebih gede, Ki?”

Kinna bungkam. Kinna benci. Tapi juga cinta di saat bersamaan.

***

 Setelah berjam-jam berkutat dengan laporan anggaran belanja yang harus selesai hari ini— Kinna menemukan penyegaran diri. Pukul dua belas siang. Seperti menemukan secercah air di gurun pasir, Kinna segera menutup laporannya. Melupakan sejenak setumpuk laporan angka-angka itu. Bermaksud mengajak Jelita makan siang. Tapi yang dicarinya sudah tidak ada di kubikel sebelah.

Kinna mendumel lagi. Ya ampun, jangan bilang dia ditinggalkan di sini sendiri? Menyebalkan sekali. Sekarang divisi keuangan sudah kosong melompong. Para penghuninya entah melipir ke mana. Tega sekali Jelita meninggalkannya demi semangkuk bakso di siang hari. Padahal Jelita toh bisa menunggunya sebentar saja. Dan diketiknya pesan pada perempuan yang dipanggil Kalla, si cantik Jelita itu.

Me: Nyebelin bgt gue ditinggal, ish -_-

Jelilitan: Ehe, maap :( Abisnya lo sibuk bgt td, Ki. Gue cabut brg Roy

Me: Mie ayam, plis. Gue nyusul.

Jelilitan: okey dokey, yo!

Kinna menyimpan ponselnya secepat kilat. Mengikat rambut pendeknya menjadi kuncup, lalu melangkah santai keluar divisi. Sambil bersenandung menyanyikan salah satu lagu punk, dirinya terus melangkah. Nyaris menubruk sosok tinggi di ujung ruangan.

“Ya ampun, maaf!” pekikan Kinna terhenti tatkala sadar siapa yang berdiri di depannya itu. Dengan rambut hitam kecoklatan yang rapi, kulit putih bersih, setelan kemeja biru langit, ditambah sepatu kulit coklat bertali spageti. Tipikal manusia santai yang cuek, tapi lembut.

“Hai, Ki!”

“Jordan,” ringis Kinna menahan senyuman malu, “What are you doin here?

“Im waiting for you! And finally... you’re here!”

Kinna tertawa geli. Jordan— penghuni divisi sebelah— memang suka menggoda. Entah apa maksudnya. Seharusnya Kinna risih. Tapi tidak, sisi hatinya malah senang. Merasakan bagaimana setiap hari Jordan mencoba mendekatinya. Memberi perhatian-perhatian kecil yang menghangatkan. Seperti setangkai bunga di meja kerjanya, sebungkus coklat, atau bahkan membuntutinya saat jam-jam makan siang seperti ini. Terakhir, mengajaknya nonton film di bioskop. Film Action kesukaannya tentu saja. Kalau bukan action atau horor, Jordan mana mungkin menawarkannya pada Kinna.

Dan satu hal yang pasti, hanya Jordan. Satu-satunya laki-laki yang memperlakukannya selayaknya perempuan. Tak peduli bagaimana bentuknya. Tapi Jordan selalu menatapnya dengan binar yang memabukkan. Membuat Kinna bisa gila kapan saja. Jordan terlalu baik, terlalu manis, terlalu perhatian. Kinna merasa serba salah dan tidak pantas. Jelita selalu bilang, Jordan pasti menyukainya. Kinna ingin menunjukkan perhatian yang sama, hanya saja dia belum bisa seutuhnya melakukan itu pada Jordan.

“Sendiri aja. Mana Jeje? Biasanya bareng Jeje.”

“Jeje mah kalau sama makanan lupa diri, Jor. Temen aja dilupain.”

“Ya udah, makan sama gue, yuk. How?” Jordan menatap penuh harap. Mau tak mau Kinna mengangguk. Senyumnya penuh semangat. “You’re pretty cute if you smile. So, where can we lunch? How about walking out? Ketoprak gerobak depan atau—

Kinna hanya tertawa manis mendengar guyonannya. Jordan yang sangat baik. “Gue setuju, Jor. Ketoprak depan boleh juga,” diraihnya ponsel perlahan. “Gue kabarin Jeje dulu.”

RoyGans: Oy, oy! Kunthi!

RoyGans: Anjir lama bgt. Ngapain dah, Ki -__-

Jelilitan: Gue ama Roy ampe lumutan, nih

Jelilitan: Mie ayam lo udh lembek

Jelilitan: Heh! Budek, ya!

Kinna jadi merasa bersalah. Tapi menolak Jordan si malaikat baik hati lebih membuatnya tidak tega. Jadi, dia ketik juga balasan di sana.

Me: Hehe. Maap :( mau ketoprakan aja ama Jordan

Me: Bungkusin mie ayam gue, y. Ntar gue ganti

RoyGans: Anjir si Kunthi! Enak y suruh2

Me: Roy ganteng deh :( muah

RoyGans: Basi! Ampas!

Lalu sebuah chat lain masuk lagi.

KallengBusuk: Ini kantor! Bkn biro jodoh! Lunch brg tim lo sendiri!

Kinna berdecak membaca sederet pesan ancaman itu. Sontak kepalanya mendongak, berputar mencari si pemilik kontak. Dan laki-laki itu di sana. Berdiri sombong di salah satu sisi divisi. Tengah menyenderkan tubuh tingginya di tembok. Dengan dua tangan menjepit ke saku. Alis terangkat sebelah menantang. Satu tangannya mengangkat ponsel ke udara.

KallengBusuk: Dilarang mkn sm Jordan! G pantes tau Jordan jalan sm cewe buluk mcm lo!

Me: Suka2 gue, dong. Jordan aja ga mslh!

Jordan tertawa melirik chat di ponsel Kinna. Lalu ikut mendongak menatap Kalla yang pura-pura bersiul di ujung ruangan. Langsung mengalihkan tatapan dari mereka. Sekarang menyusul Heru, salah satu tim divisinya sendiri. Kemudian berjalan pergi.

Are him jealous?” Jordan tersenyum manis.

Kinna kelabakan. “Ya, nggaklah, Jor. Penting banget apa cemburuin gue si Kaleng?! Ya udah, yuk, keluar. Jadi, ketoprak?”

“Of course. Yuk.”

***

Kata orang, tidak ada persahabatan antara perempuan dan laki-laki yang benar-benar murni di dalamnya. Pasti akan berujung pada saling mengagumi atau jatuh cinta. Sudah puluhan bahkan ratusan kali, Sakalla Hanggra Tanubradja membaca artikel dan pembahasan semacam itu. Dan selalu berakhir pada dirinya yang tertawa mencemooh.

Hah, omong kosong! Jatuh cinta pada sahabat sendiri? Itu menjijikkan. Bahkan ada yang berakhir menikah dan punya anak? Kalaupun ada, perbandingannya pasti hanya satu banding seratus. Kalla punya sahabat perempuan— Kinnanthi Anggun Prameswari— yang bahkan memecahkan rekor menjadi sahabatnya di satu bangku SMP, SMA, kuliah, bahkan hingga sekantor sekarang. Meski yang terakhir itu karena paksaan mamanya— yang meminta Kinna bekerja di perusahaan keluarga mereka. Buktinya dia dan Kinna bisa melalui itu! Hampir belasan tahun persahabatan mereka! Dan tidak ada cinta sama sekali!

Konyol. Lagipula mana mau Kinna menikah dengan dirinya. Kalau di dunia ini satu-satunya laki-laki yang tersisa hanya Kalla seorang, sudah dipastikan Kinna lebih memilih jadi perawan tua. Itu pasti. Jadi, saat mereka dulu sering menonton gosip artis yang terjebak friendzone, keduanya akan saling tertawa mengejek si artis. Bahkan saat itu terjadi pada salah satu teman UKM mereka di kampus, mereka tertawa lagi. Belakangan ini mereka memang dapat banyak undangan nikah yang hampir sama.   

“Hah?! Ini Danu yang di UKM taekwondo dulu itu, Ndol?!” tanyanya saat nongkrong di kos Kinna sore itu, sehabis mengantar Kinna pulang yang kebetulan tidak bawa matic. “Si Danu nikah ama Meta?!”

“Iya, tuh undangannya gue taruh mobil lo, Kal. Emang kenapa?”

“Kok bisa? Danu ama Meta kan dulu sahabatan kayak abang sama adek.”

“Ya terus masalah lo dimana, Kal?”

“Ya, aneh aja!”

“Itu bukan urusan lo! Lagian aneh gimana, sih? Sah-sah aja, kan?!”

Saat itu Kalla hanya tertawa mengibaskan undangan perak di tangannya. “Ya, ini tuh kayak bayangin lo ama gue nikah, Ndol! Jibang banget, kan! Bayangin aja gue geli! Iyuuhh!”

 Dan Kinna ikutan muntah juga. “Ih, gue juga ogah kali!”

Kalla hanya geleng-geleng geli jika mengingat obrolan mereka saat itu. Ada-ada saja. Kinna tidak akan mau menikah dengannya yang tidak pernah serius pada hubungan. Dan Kalla juga tidak mau menikah dengan perempuan semacam Kinna. Yang sudah dia tahu segala boroknya. Mulai dari hobi ngiler saat tidur, tidak bisa memasak, bahkan jorok. Lebih suka pakai celana pendek kumal dan kaos kedodoran daripada dress anggun. Mirip laki-laki. Amit-amit, deh. Kalla tentu akan menikahi perempuan anggun yang bisa memberi masa depan lebih baik. Setiap laki-laki pasti akan melakukan hal yang sama dengannya.

Nanti kalau Kinna jadi istrinya, ya tentu tidak ada lagi yang akan dia ajak main sepedaan, atau jalan-jalan ke gunung. Yang dia ajak ngopi sampai pagi sambil main kartu remi di tongkrongan.

“Ey, Pak, makan yuk. Laper,” suara Heru, salah satu staf-nya mengudara tinggi. “Karung goni gue udah merengek minta diisi. Ngelih sanget, Pak.”

Kalla tersentak kaget. Buru-buru menyimpan ponselnya. Heru itu bukan hanya staf biasa. Tapi merangkap cctv alias tukang gosip. Bisa merekam gosip-gosip apa saja. Bahkan dari atasannya sendiri. Mulutnya seperti kaleng rombeng. Dari satu divisi ke divisi lainnya bisa bocor dengan enteng.

“Kagetin aja, lo! Sana makan sendiri!”

“Traktir atuh, Pak! Lu mah holkay pelit!” Heru tertawa menyindir. Melirik kolom chat atasannya yang masih terbuka menampilkan salah satu kontak. Cendol Sayang. Wih, namanya aja Cendol. Tapi pakai kata sayang. “Lo mah Pak, yang dicariin Mbak Cendol mulu.”

Kalla mendengus malas.

“Kalau suatu hari Mbak Cendol nikah sama cowok lain. Gimana, Pak?”

Dan Kalla tertawa ngakak. “Ya, bagus kalau ada cowok yang mau sama dia, Her!”

“Ya, adalah, Pak! Buktinya Jordan mau! Tuh, pdkt-nya jalan terus.” Heru paling suka memanas-manasi orang. Apalagi kalau sasarannya sang atasan yang emosian itu.

Tapi toh Kalla tidak akan cemburu. Hanya saja dia kesal. Jordan itu tipe pegawai yang sangat diidamkan dan diidolakan banyak orang. Rasanya semua menyukai Jordan. Mulai dari yang muda hingga tua. Bahkan hampir saja dipromosikan untuk menjadi kepala divisi SDM, karena sifatnya yang santun dan mengayomi. Memperlakukan manusia selayaknya manusia. Sebagai jajaran staf SDM yang mempunyai kinerja bagus dalam menangani pegawai-pegawai.

Kalla hanya merasa saja, atau memang bagaimana? Jordan terlihat tidak menyukainya. Setiap kali berpapasan, senyuman laki-laki itu akan sangat sopan. Tapi terasa menyebalkan bagi Kalla. Mungkin ini hanya perasaannya saja. Tapi Jordan adalah lawan yang berat, karena dia orang asing, tapi digadang-gadang akan menjadi salah satu petinggi di Tanubradja Group. Menyaingi banyak orang bagian dalam, termasuk dirinya— yang kredibilitasnya dipertaruhkan. Jordan mungkin akan bisa satu level dengannya sebagai kepala divisi.

Seperti saat ini contohnya, Jordan lewat di depannya bersama Kinna.

“Siang, Pak,” senyuman Jordan manis seperti biasa.

Dan Kinna berdiri di sampingnya, pura-pura tidak melihat. Malah asyik tertawa bersama Jordan. Barulah saat Heru mengusik, perempuan itu bersuara juga. “Eh, Her, ikutan, yuk! Makan di ketoprak depan! Mau?”

“Wih, Mbak Kinna yang traktir?!” Kinna menggeleng, memberi kode menunjuk Jordan. “Oh, Mas Jordan?!”

Jordan tersenyum. “Iya, deh, gue traktir, yuk!”

“Widih! Ya maula—” tapi sinisan dari Kalla yang seakan bilang, tinggalin gue sendiri awas lo! Langsung membuat nyali Heru menciut.

Akhirnya Kinna mendesah. “Mau ikutan juga, Kal?”

Tapi Kalla tentu saja menggeleng sombong. Malas banget makan bareng Jordan. Kalau ada Jordan, mana sudi ikutan. “Ogah. Lo aja.”

“Ya udah. Yuk, Jor!”

Jordan mengangguk. “Okelah. Duluan ya, Pak, Her,” mereka kembali tertawa bersama.

Kalla hanya mengumpat dalam hati. Kesal sendiri saat keduanya berlalu pergi. Dasar Cendol. Nanti kalau tidak ada Jordan, pasti kembali mencari-carinya. Giliran ada Jordan sebagai mainan baru, dia dilupakan.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dibawah Langit Senja
1640      954     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
Seutas Benang Merah Pada Rajut Putih
1605      800     1     
Mystery
Kakak beradik Anna dan Andi akhirnya hidup bebas setelah lepas dari harapan semu pada Ayah mereka Namun kehidupan yang damai itu tidak berlangsung lama Seseorang dari masa lalu datang menculik Anna dan berniat memisahkan mereka Siapa dalang dibalik penculikan Anna Dapatkah Anna membebaskan diri dan kembali menjalani kehidupannya yang semula dengan adiknya Dalam usahanya Anna akan menghadap...
Nonsens
528      396     3     
Short Story
\"bukan satu dua, tiga kali aku mencoba, tapi hasilnya nonsens. lagi dan lagi gadis itu kudekati, tetap saja ia tak menggubrisku, heh, hasilnya nonsens\".
Carnation
467      337     2     
Mystery
Menceritakan tentang seorang remaja bernama Rian yang terlibat dengan teman masa kecilnya Lisa yang merupakan salah satu detektif kota. Sambil memendam rasa rasa benci pada Lisa, Rian berusaha memecahkan berbagai kasus sebagai seorang asisten detektif yang menuntun pada kebenaran yang tak terduga.
Wannable's Dream
40684      5991     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Horses For Courses
11887      2371     18     
Romance
Temen-temen gue bilang gue songong, abang gue bahkan semakin ngatur-ngatur gue. Salahkah kalo gue nyari pelarian? Lalu kenapa gue yang dihukum? Nggak ada salahnya kan kalo gue teriak, "Horses For Courses"?.
Stars Apart
640      448     2     
Romance
James Helen, 23, struggling with student loans Dakota Grace, 22, struggling with living...forever As fates intertwine,drama ensues, heartbreak and chaos are bound to follow
Rain, Maple, dan Senja
974      594     3     
Short Story
Takdir mempertemukan Dean dengan Rain di bawah pohon maple dan indahnya langit senja. Takdir pula yang memisahkan mereka. Atau mungkin tidak?
Pulang Selalu Punya Cerita
1214      775     1     
Inspirational
Pulang Selalu Punya Cerita adalah kumpulan kisah tentang manusia-manusia yang mencoba kembalibukan hanya ke tempat, tapi ke rasa. Buku ini membawa pembaca menyusuri lorong-lorong memori, menghadirkan kembali aroma rumah yang pernah hilang, tawa yang sempat pecah lalu mengendap menjadi sepi, serta luka-luka kecil yang masih berdetak diam-diam di dada. Setiap bab dalam buku ini menyajikan fragme...
Sang Musisi (2)
404      268     2     
Short Story
Apakah kau mengingat kata-kata terakhir ku pada cerita "Sang Musisi" ? MENYERAH ! Pada akhirnya aku memilihnya sebagai jalan hidupku.