T H E Y O U T H C R I M E
20
LIBUR TELAH tiba, siapa yang tidak suka liburan? Setelah mengakhiri jeda semester dan menerima raport, sekolah yang biasa diramaikan oleh para siswa dan guru kini diisi oleh kesunyian tanpa orang berlalu-lalang. Setidaknya memberikan waktu untuk melakukan hal-hal baru sebagai pengisi hari libur.
Mahendra tetap bekerja walaupun ia juga merasakan liburan sekolah, profesi tetapnya sebagai polisi di bidang penyidik tidak boleh dianggap sepele. Kali ini dia bisa lebih leluasa mengunjungi kantor Polsekta Jakarta Selatan yang biasanya dia hanya mendapatkan tugas malam.
Ruang Penyidik Anak mulai disibukkan dengan aktivitas Mahendra dan Reyhan yang sedang mengecek dan mengamati berkas-berkas kasus yang akan dipecahkan serta terfokus pada masalah anak-anak utamanya remaja. Rayna datang belakangan sembari membawa setumpuk dokumen yang baru saja dicetak tidak lupa meletakkan segelas kopi panas di masing-masing meja penyidik. Seperti biasa, awali pagi dengan minuman bergizi.
"Terima kasih!" sahut Mahendra lantas menyeruput kopi yang masih panas.
"Kopi memang cocok buat teman kerja, nggak bakal ketiduran!" canda Reyhan yang asyik memutar-mutar mouse, mencari sesuatu yang bisa menarik perhatiannya di layar laptop.
Rayna mendengus. "Jadi selama kamu minum kopi, selama itu pula kamu tidak akan tertidur?"
Reyhan mengangguk singkat. "Yah, intinya sih begitu."
Rayna meletakkan tas di meja kerja seraya menyalakan televisi berukuran empat inci, mencari siaran berita. Ketika asyik membaca jurnal harian yang belum sempat ditulis kemarin malam karena kecapekan, Mahendra sontak tertarik perhatiannya ketika menatap layar televisi yang kini menampilkan berita tentang kasus pembunuhan yang bisa dibilang ... sadis. Reyhan merebut remot di meja kerja Rayna untuk memperbesar volume suara.
"Pemirsa, warga Jakarta Pusat digegerkan dengan temuan dua mayat berjenis kelamin laki-laki dan satu korban laki-laki yang ditemukan dalam kondisi kritis. Pihak polisi menduga bahwa kedua korban tewas akibat tusukan dan pukulan, hal ini diperkuat dengan adanya bukti sebuah pisau tajam yang ditemukan di TKP. Kasus ini sedang ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian setempat bersama tim forensik yang masih belum menemukan titik terang siapakah dalang dari kasus pembunuhan dua laki-laki tersebut. Kami mendapat kabar terbaru bahwa ketiga korban berhasil diidentifikasi. Di ketahui korban pertama berinisial E dalam kondisi kritis dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit, korban kedua berinisial V dan korban terakhir berinisial P. Akan kami lanjutkan setelah jeda pariwara berikut ini ...."
"Egy, Viki dan Pramoedya?! Ketiga siswa itu?!" Mahendra tiba-tiba saja berdiri setelah menyimak berita tersebut. Reyhan dan Ratna ikut berpandangan ke arahnya.
"Kenapa? Kau kenal dengan mereka bertiga?" tanya Rayna bingung.
"Ya! Mereka adalah komplotan siswa SMANJA! Mereka bertiga terkenal sebagai anak kelas 12 yang sangat bandel dan kerap mendapat pemanggilan orang tua berkali-kali yang menurutku sangat tidak masuk akal. Kupikir orang tuanya sama tidak becusnya dengan perilaku ketiga anak itu."
"Hm, pertanyaannya kenapa mereka bertiga kecuali Egy bisa terbunuh? Apa ada sangkut pautnya dengan pihak sekolahmu?" tanya Reyhan melipat tangannya.
"Sebenarnya--"
Ketua Polsekta Jakarta Selatan, Teguh Arimbawa datang secara tiba-tiba ke ruang Penyidik Anak seraya memberikan dokumen lengkap dengan foto dan gambar. "Selamat pagi! Kalian bertiga pasti sudah tahu kan tentang berita yang sedang trending? Bapak harap kalian semua menjalankan tugas dengan bertanggung jawab."
"Siap, Pak!"
Mahendra membuka dokumen yang berisikan biodata lengkap tiap korban termasuk catatan hidup yang diterima dari pihak sekolah terkait dan orang tua bersangkutan. Dia mengamati foto Egy, Viki dan Pramoedya yang sudah tidak asing baginya dan membaca dengan cermat informasi yang telah ditulis dalam dokumen. Tidak lupa dia menggarisbawahi kata-kata yang menurutnya penting untuk diingat dengan pulpen.
___________________________________
DOKUMEN KASUS ANAK / PENYIDIK ANAK - 16 DESEMBER 2018
1. Egy Septian - Kelahiran 02 Februari 2002 - Saat ini bersekolah di SMA Nasional Jakarta, Kelas 12-D - Korban sedang dalam kondisi kritis, mengalami luka-luka memar di area lengan dan ulu hati.
2. Viki Gautama - Kelahiran 12 Desember 2003 - Saat ini bersekolah di SMA Nasional Jakarta, Kelas 12-E - Korban dinyatakan meninggal dunia akibat kehabisan darah, mengalami luka tusuk di area kepala dan luka memar akibat pukulan di area sekujur tubuh.
3. Pramoedya Laksana - Kelahiran 15 Mei 2003 - Saat ini bersekolah di SMA Nasional Jakarta, Kelas 12-E - Korban dinyatakan meninggal dunia akibat kehabisan darah, mengalami luka tusuk di area lengan dan bekas pukulan keras di kepala. Rambut kepala korban dipotong habis tak bersisa.
Tempat Kejadian Perkara: Area belakang gedung SCBD, Perumahan Tua Jakarta Selatan.
Saksi mata: Jusuf Rizali - Petugas bersih-bersih SCBD. Ketiga korban ditemukan sekitar pukul 05.00 dini hari dan saksi segera melaporkan penemuan ini pada pihak berwajib.
CATATAN
- Kemungkinan ketiga korban dibius sebelum dilakukan pembunuhan
- Kemungkinan usia pelaku lebih tua dari usia korban
- Dari ponsel ketiga korban, ketiganya sama-sama mendapat pesan singkat dari seorang wanita berusia 20 tahun yang membujuk mereka untuk datang ke TKP.
_________________________________
Setelah membaca selama beberapa menit, Mahendra sedikit memijit kepalanya sejenak. Pembunuhan anak. Kesannya memang sangat sadis. Di zaman sekarang, kejahatan bukan lagi tentang betapa kejamnya orang-orang dewasa dalam meraih kenikmatan kenafsuan duniawi tetapi anak-anak turut merasakan beban yang sama. Sungguh kenyataan yang menyakitkan.
"Mereka harus tiada di usia semuda itu, kasihan! Siapa yang berani melakukan tindakan keji itu?" keluh Rayna seraya menyeruput kopinya lagi.
PERUMAHAN TUA, AREA BELAKANG SCBD 03.00 PM
Sudah bukan hal yang mengherankan kalau tempat-tempat yang dianggap berbahaya dan dilindungi oleh garis polisi tidak akan mengurangi minat para warga Indonesia untuk memenuhi hasrat kepo banget atau rasa keingintahuan yang sangat tinggi. Apalagi para pedagang sate dan bakso turut meramaikan TKP yang seharusnya dijauhi karena masih dianggap sebagai tempat yang berbahaya untuk didekati. Namun, masyarakat Indonesia masih setia dengan kata-kata orang. Peraturan itu ada untuk dilanggar jadi jangan malu! Penuh komedi, memang.
Dengan berseragam serba hitam dan bertuliskan 'PENYIDIK' di punggung seragam, Mahendra bersama dua rekannya bergerak melewati kerumunan warga yang berduyun-duyun ingin melihat TKP secara langsung. Mereka bertiga mengenakan masker dikarenakan aroma darah dan tuanya lokasi kejadian perkara bercampur jadi satu.
Mahendra berjabat tangan dengan Rio Alexander selaku ketua INAFIS (Indonesia Automatic Fingerprint Identification System) bertugas di sektor Jakarta Selatan. Omong-omong, tim INAFIS bertugas melakukan identifikasi untuk mengungkap pelaku yang belum diketahui secara pasti. Karena itulah mereka dikerahkan niscaya menemukan titik terang.
"Mahendra Wicaksana? Senang bertemu dengan Anda."
"Siap! Senang bertemu juga, Rio."
Mahendra dan Rio sebetulnya berusia sebaya yang kerap dianggap sebagai kakak beradik ataupun kembaran. Namun jabatan dan posisi profesi masing-masing telah membuat perbedaan yang cukup kontras diantara mereka berdua.
"Bagaimana kondisi TKP saat ini?"
"Untuk saat ini tim INAFIS belum mensterilkan TKP sesuai arahan dari Polsekta Jakarta Selatan jadi kami hanya memberikan nomor pada beberapa area yang sekiranya dapat dijadikan bukti lebih lanjut."
Ketika Rayna hendak mengangkat tangan untuk bertanya, Rio segera menyambungkan kalimatnya. "Kalian bertiga diperbolehkan untuk memasuki TKP dengan syarat hanya boleh melihat-lihat dan tidak diperkenankan merusak barang apa saja yang ada didalam. Mari ...."
TKP yang berlokasi di Perumahan Tua yang sudah lama terbengkalai itu memang jarang dilalui orang hanya beberapa pengemis dan pemulung sampah yang kerap lalu-lalang di siang hari, menjadikan perumahan dengan dinding kayu meranti itu sebagai tempat tinggal sementara. Memang sudah tidak layak huni semenjak kebakaran hebat yang sempat terjadi sekitar tahun 2010 di area belakang SCBD akibat korsleting listrik.
Memasuki rumah TKP yang berukuran kecil, Mahendra disambut dengan sebuah sofa dengan tali tambang disekitarnya, sebuah meja belajar yang sudah dimakan rayap dengan lemari tua yang berisikan beberapa pakaian berlubang--sudah dimakan tikus. Hal yang paling mengerikan dari TKP tersebut ialah kolam darah yang tercetak jelas di lantai rumah yang sudah mengering dan juga aroma anyir darah bercampur amis keringat begitu kuat.
Rio memberikan penjelasan sambil mengajak ketiga penyidik itu jalan-jalan keliling TKP. "Seperti yang kalian lihat, sofa ini dipenuhi dengan darah dan tali tambang. Dari hasil DNA, diketahui bahwa korban berinisial P diikat di sofa ini dan dijadikan sebagai tempat eksekusi. Kalian lihat bahwa di bawah sofa ini terdapat beberapa helai rambut yang artinya P dipotong rambutnya dan segera setelah itu mengalami pendarahan hebat, jelas terlihat pada lantai sebelah sini."
Mahendra mengangguk paham diikuti kedua rekannya yang sama-sama sibuk mencatat informasi yang mungkin saja diperlukan. Rio mengajak ketiganya ke kamar mandi yang cukup sempit dan kotor. Tampak begitu jelas, jamban penuh dengan darah dan ada sebuah ember terbelah jadi dua.
"Kami berspekulasi bahwa pelaku menyiksa korban berinisial V terlebih dahulu dengan memasukkan kepalanya ke jamban hingga mimisan, setelah itu menggunakan ember ini untuk memukul korban sekeras mungkin. Saking kerasnya sampai terbelah jadi dua."
Rayna membelalakkan matanya sejenak. "Benar-benar ... gila!"
"Mari kita lanjut pada korban terakhir." Rio bergerak ke sisi dinding rumah yang hampir roboh dan menunjuk beberapa titik. "Di sini, berdasarkan DNA, korban berinisial E sepertinya dihantam ke arah dinding kayu yang sudah reot, terlihat jelas bagaimana perbedaan dinding tersebut dengan dinding lainnya yang sudah tidak kuat lagi. Dari ketiga korban, hanya korban ini yang mendapat serangan fisik paling kecil. Korban ini hanya mengalami pukulan keras yang mengakibatkan luka dalam sesuai keterangan dari tim forensik. Sekian. Ada yang ingin bertanya atau ada hal yang mungkin aku keliru dalam penyampaian tadi?"
Rayna mengangkat tangan lebih dulu. "Menurut Anda pribadi, apa motif dari pelaku?"
Rio sedikit memalingkan muka sejenak dan menatap Rayna tajam. "Aku menduga bahwa pembunuhan dan penganiayaan ini berdasarkan dendam. Mungkin saja bukan? Ada banyak kasus serupa seperti ini tetapi ini pertama kalinya korban adalah anak-anak dibawah umur."
"Mengapa korban terakhir mendapat serangan yang lebih kecil?" tanya Reyhan di sudut pintu. Ia enggan untuk ikut berkeliling dan memilih untuk mendengarkan saja.
"Kami hanya berspekulasi kemungkinan korban terakhir bukanlah sasaran sebenarnya, korban inisial V dan P bisa jadi adalah sasaran utama. Begitu."
"Baik. Terima kasih sudah memberikan waktu bagi kami untuk sekadar melihat-lihat TKP ini, Rio." Mahendra tersenyum menatap ketua tim INAFIS itu.
"Sama-sama, tidak masalah. Semoga kita bisa bekerja sama untuk menemukan pelaku. Aku mengandalkan kinerja kalian!"
Reyhan menari sebentar untuk mencairkan suasana. "Tidak usah diragukan! Kami adalah penyidik anak--"
"Reyhan! Hentikan sikap menjijikkan itu! Ini bukan saatnya untuk melakukan yel-yel!" bentak Rayna keras-keras.
Ketiganya lantas meninggalkan TKP yang makin disesaki oleh para pengunjung dan pedagang sate yang malah menjadikan area berbahaya itu layaknya pasar malam dengan beragam hiburan. Mereka memilih pulang lewat lajur kanan agar lebih sepi meskipun harus berjalan kaki dengan jarak lima ratus meter menuju area parkiran. Tiba-tiba saja Mahendra tertarik perhatiannya pada sebuah struk belanja dengan kemasan kentang goreng yang tergeletak di sebelah jalan area Perumahan Tua. Dia memungut sampah itu dan mengamatinya dengan cermat.
__________________________________
ALFA MART
STRUK PEMBAYARAN BELANJA
PUKUL 09.50 PM / 14 DESEMBER 2018
NAMA ITEM:
• KENTANG GORENG SNACK 50 PCS
• FRIED CHICKEN NOODLES 50 PCS
• CHICKEN POTATO SNACK 10 PCS
• COCA COLA 10 BOTOL
• CHICKEN STICK SNACK 10 PCS
TOTAL: Rp 300.000.00
DISKON: 0%
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
BARANG YANG SUDAH DIBELI TIDAK DAPAT DIKEMBALIKAN. KEHADIRAN ANDA AKAN SELALU KAMI JADIKAN KENANGAN DI HATI.
KASIR: AMEL
CUSTOMER: STEPHANIE
____________________________________
Kalau dipikir-pikir itu kelihatannya seperti struk belanja biasa yang tidak berguna. Namun, di mata Mahendra sendiri segala hal yang terlihat sepele menyimpan rahasia yang begitu besar. Dia berspekulasi bahwa struk tersebut ada hubungannya dengan kejadian sebelum pembunuhan Egy, Viki dan Pramoedya terjadi.
Sampah akan tetap jadi sampah di tangan orang yang salah tetapi orang yang benar akan menjadikan sampah sebagai berkah.
"Wica!"
Mahendra menyimpan struk belanja itu disaku bajunya dan melanjutkan perjalanan. Mereka bertiga berdiskusi akan melakukan apa selanjutnya dan kompak untuk mengunjungi Egy, siapa tahu mereka bisa mendapatkan informasi yang sangat berguna.
Area UGD rumah sakit tidak pernah sepi, Reyhan mengunci mobil dan melangkah masuk ke resepsionis rumah sakit.
"Selamat pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang wanita berseragam putih.
"Saya ingin mencari pasien atas nama Egy Septian."
Wanita itu lantas mengetik sesuatu di keyboard untuk mencari nama pasien yang dimaksud. "Mohon maaf, Pak. Pasien belum bisa dijenguk karena masih di ruang ICU. Anda bisa mengunjungi pasien kembali, besok di jam yang sama seperti hari ini."
Mahendra melangkah dengan gontai dan lesu. Hari ini mereka cukup lelah. "Sayang sekali, Egy belum bisa dikunjungi."
"Sudahlah, lagipula kita bisa kembali besok. Sampai jumpa, Wica! Hati-hati di jalan." Rayna dan Reyhan melambaikan tangan, diikuti Mahendra yang telah mengenakan helm. Menembus terangnya jalanan Jakarta Selatan meski hari sudah gelap.
Kegelapan akan terus berjalan meski pada insan sedang tertidur.