T H E Y O U T H C R I M E
19
JEDA SEMESTER dilalui dengan lomba-lomba yang menarik minat para peserta didik sebab SMANJA tahu betul bahwa warga sekolah amat menantikan pertunjukan luar biasa untuk menjauhkan diri sejenak dari setumpuk tugas sekolah. Lomba tahan tawa, membuat pantun komedi, cosplay Mobile Legend dan anime, memotret model cosplay, pertandingan basket dan yang tak kalah menegangkan pula ialah parade musik. Nantinya pemenang akan ditentukan berdasarkan pilihan juri dan voting penonton, ada tiga juara utama, dua juara harapan dan satu juara terfavorit di masing-masing lomba.
Aula sekolah kini dihiasi dengan spanduk raksasa yang bertuliskan, 'JEDA BELAJAR, BAHAGIA PELAJAR'. Intinya sih selama pembelajaran tidak dilaksanakan para siswa diharapkan senang dan bahagia dengan beragam pertunjukan yang akan diselenggarakan selama acara jeda semester berlangsung untuk menghibur penonton. Para penari, pemain musik tradisional dan peserta kesenian yang turut memeriahkan acara sedang sibuk-sibuknya menghias wajah dengan bedak dan lipstik sesekali dibantu oleh make up artist atau biasa disingkat MUA.
Pembukaan jeda semester akan dilangsungkan pada pukul sembilan pagi sesuai pengumuman kemarin di mana Martinus akan menjadi saksi yang resmi membuka acara utama. Kursi-kursi penonton tampak dijejer rapi sebaik mungkin meski beberapa diantaranya sudah banyak dicoret-coret. Para siswa buru-buru menduduki kursi yang ada sebelum kehabisan tempat duduk tetapi mereka bisa saja duduk manis di lantai.
Di gerbang sekolah, satpam mengarahkan beberapa siswa yang akan mengikuti lomba, berjalan dengan mantap tanpa melirik kanan-kiri. Aksan dengan pakaian olahraga khas pemain basket, Adelia berseragam putih abu-abu dengan membawa pianika, Vincent dan Baskara berseragam batik kompak membawa kamera DSLR sementara Gissel dengan kostum anggun berwarna kehijau-hijauan dan tongkat panjang mengikuti lomba cosplay sebagai Kadita, salah satu hero ML yang digadang-gadang ialah reinkarnasi dari ratu pantai selatan. Elegan!
"Di mohon kepada para penonton dan peserta lomba untuk duduk sesuai kursinya masing-masing karena acara akan segera dimulai." Fransisca mengarahkan kepada para siswa yang sibuk mencari tempat duduk seraya memandangi jam tangan. Ia berpakaian adat khas Bali yang mudah dikenali lewat gaya busananya bermotif bunga dengan selendang.
Fransisca membaca kertas yang sedang digenggamnya dengan keras diiringi suara mikrofon yang bergetar. "JEDA SEMESTER DENGAN TEMA 'JEDA BELAJAR, BAHAGIA PELAJAR' DESEMBER 2018 RESMI DIBUKA!"
Pemukulan gong sebanyak tiga kali oleh Martinus dengan diiringi tepuk tangan yang begitu meriah. Setelah melewati beragam sambutan-sambutan dari beberapa perwakilan guru dan pejabat yang turut hadir menyaksikan, acara utama akhirnya dimulai. Aksan berlari kecil dengan membawa bola menuju lapangan basket, Adelia ke ruang ekstrakurikuler musik, sementara Vincent, Baskara dan Gissel sama-sama menuju area taman sekolah.
"Ingat, tidak peduli menang atau kalah. Intinya, bermainlah sampai setetes keringat penghabisan!"
"Musikmu adalah jiwamu. Tenanglah hati karena kita akan berkompetisi di pagi hari yang membara ini!"
"Setiap sisi dan cahaya adalah emas, setiap objek dan latar belakang adalah berlian. Bagaimanakah cara kita mengambil potret yang estetis tetapi tetap realistis itulah kunci terbesar!"
"Bukan hanya kostum yang baik tetapi penjiwaan harus terbaik, bergeraklah dengan pasti dari situlah mengalir keringat kemenangan!"
Mahendra menatap keseriusan dan keramaian lomba jeda semester yang kalau disamakan dengan festival rakyat pasti sudah kalah. SMANJA mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit untuk mendekorasi dan membuat susunan acara yang beragam dengan satu tujuan, membahagiakan para siswa-siswi. Mahendra tersenyum menatap langit sebiru samudra tanpa gugusan awan, dia melangkah pelan menuju lapangan basket.
"Aku yakin, anak-anak itu akan berjuang sesuai kemampuannya!"
Mendekati pukul dua belas siang, tandanya lomba sudah selesai dilaksanakan. Selanjutnya para peserta diarahkan menuju auditorium untuk beristirahat sementara di aula sekolah terlihat pada juri bersama ratusan penonton sedang sibuk-sibuknya memilih dan memberi vote pada karya-karya peserta yang menurutnya terbaik dan layak untuk menjadi juara.
"Pengumuman lomba cosplay!"
Gissel menggigit lidahnya tepat ketika Fransisca sedang membacakan hasil lomba yang mendebarkan seluruh insan. "Berdasarkan penilaian juri dan pilihan penonton, inilah pemenangnya. Juara satu!"
Di sela-sela pengumuman juara, Adelia sesekali bertanya sambil meminum es cokelat. "Hei, Gissel. Apa kamu berharap untuk menang?"
"Menurutmu?" Gissel bertanya balik, ia enggan menjawab.
Adelia tersenyum iblis. "Tidak."
"Dasar, nenek tua. Lihat saja nanti! Jangan iri ya kalau aku dapat juara!" bentak Gissel seraya memalingkan muka.
"Juara harapan kedua diraih oleh ... VALIR!"
Pramoedya berdiri seraya melambai-lambaikan tangannya kepada seluruh penonton dan berjalan menuju panggung. Kostumnya memang tidak seberapa dibanding peserta lainnya yang hanya berupa tempelan api, kain ungu yang dijahit dengan hiasan pernak-pernik merah serta rambutnya diberi pewarna kuning untuk menunjukkan sosok Valir, titisan dewa api yang sesungguhnya. Hal yang membuatnya menonjol ialah karena kostum yang ia kenakan menampakkan perutnya yang kotak-kotak dan menjadi sorotan kamera. Sementara Gissel makin khawatir sebab peluangnya untuk menang jadi makin sempit.
"Juara harapan ketiga diraih oleh ..." Fransisca menjeda ucapannya sejenak yang diikuti oleh jantung Gissel berdebar lebih kencang dari biasanya apakah ia tidak akan menang atau malah menangis, "KADITA!"
Gissel dengan bangga membawa piala mini dan piagam penghargaan, gadis itu berjalan layaknya ratu yang sedang memancing di laut. Adelia menampar pipinya sendiri, ia terlalu berpikiran buruk sebab realita tentu tak akan sama dengan khayalan.
"Nah, sekarang apa kau yang akan kalah, Adel?" Gissel kini tersenyum penuh kemenangan.
Adelia menutup kedua kupingnya. "Diam!"
Setelah pengumuman juara utama dan harapan parade musik, Adelia tidak kunjung dipanggil. Apa mungkin kekhawatirannya menjadi kenyataan? Ia tidak akan membawa pulang piagam. Gissel tertawa terbahak-bahak, tawanya makin kencang ketika menatap perempuan berambut gimbal itu menutup wajahnya, pura-pura sedih dan hatinya begitu hampa. Padahal cuma berakting saja. "Tuh, lihat! Kau tidak cocok bermain musik, tanam padi aja sana biar kulitmu makin hitam! Kasihan–"
"JUARA TERFAVORIT DIRAIH OLEH ... ADELIA SYIFA DARI KELAS 11-A!"
Tepuk tangan meriah mewarnai perjalanan seorang perempuan dari Timur Indonesia yang merantau ke ibukota besar di Indonesia, Jakarta. Adelia tidak pernah menduga bahwa ia akan jadi salah satu orang yang mendapat juara, lebih-lebih juara favorit. Betapa senangnya! Ia menaiki panggung dengan masih ditemani sorak-sorai yang tak pernah berhenti, beberapa siswa laki-laki malah secara terang-terangan mengatakan bahwa ngefans dengan gadis Maluku yang jarang ditemui. Adelia bergabung dengan para siswa lainnya yang sudah dipenuhi oleh Martinus dan juga Mahendra.
Mahendra berjabat tangan dengan anak didiknya itu seraya menyerahkan piala berukuran lima senti. "Selamat ya! Selamat! Kamu hebat, Adel!"
Adelia yang masih kurang paham dengan kondisi itu pun hanya manggut-manggut saja. "Terima kasih, Pak Hendra! Izin bertanya Pak, kenapa saya bisa dikategorikan sebagai juara favorit ya?"
"Jawabannya ada di layar proyektor sana ...." jawab Mahendra seraya menunjukkan sebuah rekaman video ketika Adelia sedang memainkan piano.
Adelia dipilih berkat kemahirannya dalam memainkan pianika dan piano, dua alat musik yang mirip tetapi beda cara penggunaan. Juara favorit bukan hasil keputusan juri tetapi voting dari para penonton--warga sekolah. Tebak berapa jumlah suara yang ia dapatkan untuk penampilannya bermain piano? Jawabannya ... 890 dari total 980 siswa yang ada! Bukan hanya itu, para guru-guru juga ikut memberikan suaranya! Dari dua puluh peserta, Adelia mendapat jumlah voting paling banyak. Ia sontak saja menjadi sorotan sekejap mata.
"Adelia, selamat! Semoga dengan kemenangan ini kamu terus mengasah kemampuan!" celetuk Ibu Lucy Sanada selaku guru pendamping ekstrakurikuler musik. Adelia menunduk hormat dan tersenyum penuh kebanggaan.
Setelah mendapat bingkisan, hadiah uang tunai, piala berukuran sedang dan piagam, Gissel tampak berlari-lari seraya memberikan ucapan selamat. Adelia tersenyum dan mereka berpelukan. Mulai saat itu mereka berdua tak lagi berselisih dan saling mengakui kelebihan dan kekurangan masing-masing yang bukan untuk dimusuhi tetapi disyukuri. Benar-benar pengalaman yang sangat berharga.
"Vincent! Baskara! Selamat buat kalian!"
Adelia bersalam-salaman dengan duo fotografer yang sama-sama berhasil membawa pulang juara. Tema potret mereka memang keren-keren jadi sangat pantas kalau mereka mendapatkan hasil yang memuaskan. For your information, Baskara memotret tokoh anime perempuan dengan membawa aksesoris berupa payung, entah siapa nama tokohnya. Intinya ia mengarahkan agar perempuan itu mengangkat payungnya ke atas dengan latar deretan anak tangga dan diedit sedikit mengurangi pencahayaan. Tema potret itu, 'Night with umbrella', berhasil meraih juara pertama.
Vincent beda lagi, ia memilih cosplay ML yang di mana fokus pada hero Tank yakni Gatot Kaca karena itu hero favoritnya untuk menyelamatkan kawan-kawan sepermainan. Rupanya cukup memusingkan, ia memilih latar dinding hitam tetapi si cosplay Gatot Kaca tidak mau, jadilah ia memotret pria itu dengan latar pohon pulai dan mengarahkannya untuk berpose memamerkan otot-ototnya. Dengan meningkatkan kontras dan mengurangi pencahayaan, Vincent memberi tema potret itu, 'Strong muscles like a tree', meraih juara tiga.
Vincent menyeletuk sembari menggenggam piagam, ia puas dengan hasilnya meraih juara tiga. "Ah, terima kasih. Mungkin saja aku bisa meraih juara satu kalau kamu memberitahuku rahasia memotretnya, Bas!"
"Ah, aku tidak bilang punya rahasia. Aku punya tips yaitu jangan potret cosplay pria pasti hasilnya kurang bagus! Haha!"
Seusai jeda semester akan dilanjutkan dengan penyerahan hasil PTS. Para siswa-siswi kembali berdebar-debar hatinya termasuk Mahendra yang dari kemarin malam tidak sempat tidur saking seriusnya mengurusi dokumen dan raport peserta didik.
Mahendra memanggil anak-anak 11-A untuk melakukan sesi foto bersama. Vincent dan Baskara menunjukkan kebolehannya untuk memberikan servis terbaik menjadi fotografer cilik.
"Foto bareng yuk!"
Baskara menghitung sambil mengarahkan kamera. "Satu ... dua ... tiga!"
Adelia sangat gugup saat menunggu hasil PTS-nya keluar. Dia telah bekerja keras, mengorbankan banyak waktu luangnya untuk mendapatkan skor terbaik. Tetapi ketika pengumuman itu dibuat, Adelia sangat terpukul karena dia tidak mencapai hasil yang diinginkan.
Ayahnya sangat marah dan mulai memarahi Adelia karena tidak belajar dengan giat, membuatnya menangis. Jauh dari pemandangan ini, Mahendra menyaksikan dengan rasa iba dan pengertian di matanya. Dia tahu bahwa Adelia telah melakukan yang terbaik dan bahwa anak-anak tidak seharusnya bertanggung jawab untuk mendapatkan nilai bagus dan menyenangkan orang tua mereka.
Namun terlepas dari empatinya pada Adelia, Mahendra tahu dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia telah melalui pengalaman yang sama ini sendiri bertahun-tahun yang lalu, dan dia ingat bagaimana rasanya ketika ayahnya memarahinya karena tidak berhasil dalam ujian.
Mahendra adalah teman dekat Aksan, namun dia melihat ada yang aneh di antara mereka. Suatu hari, Mahendra melihat Aksan memberikan amplop putih kepada seorang wanita, mungkin pacarnya. Pria itu terlihat tidak nyaman dan dia hanya mengatakan bahwa itu hanya hadiah kecil untuk pacarnya.
Mahendra yakin ada sesuatu yang mencurigakan sedang terjadi. Dia memutuskan untuk mengikuti Aksan dan wanita itu untuk mencari tahu apa yang terjadi. Dia mengikuti mereka ke bar tempat mereka minum dan mengobrol selama berjam-jam. Mahendra tidak ingin terlalu dekat dan berisiko ketahuan, jadi dia tetap bersembunyi di bayang-bayang jalan.
Ketika Mahendra mengintip melalui jendela, dia melihat wanita itu mengeluarkan uang dari dompetnya dan menyerahkannya kepada Aksan dengan imbalan amplop putih. Mahendra tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.