Raya sudah terlelap di tempat tidurnya begitu juga Rona sedang berlayar dalam mimpi indahnya. Meski mereka sudah menjadi suami istri, tapi kami sepakat untuk perjalanan kali ini mereka tidur dengan ranjang terpisah. Maklumlah dengan kondisi campervan yang sangat terbatas tentu membuat kami harus tidur dalam satu ruangan yang sama.
Aku tidak ingin melihat kejadian yang membuatku akhirnya tidak nyaman jika mereka harus tidur dalam satu selimut yang sama. Tempat tidur Rona diatur sedemikian rupa agar menghalangi pandanganku untuk melihatnya. Sementara tempat tidurku tepat bersebelahan dengan Raya.
Setengah jam sudah berlalu. Mataku masih enggan untuk terpejam. Samar kulihat sebuah buku kecil menemani tidur Raya menutupi separuh wajahnya. Kuambil kembali notes cokelat tua dari balik bantal. Lalu, kubaca kembali jadwal itinerary yang sudah aku tuliskan di sana. Sebagian besar tempat yang tercatat dalam jadwal itinerary sudah kami kunjungi. Perjalanan yang begitu menyenangkan. New Zealand benar-benar menyamankan perasaan bagi setiap orang yang mengunjunginya.
Menurutku inilah replika surga paling sempurna di dunia. Sungguh, ini sebuah negara dengan ragam ciptaan Tuhan yang disepanjang perjalanannya telah membuatku jatuh cinta. Tak salah jika kali ini kami memilih Pulau Selatan di New Zealand sebagai destinasi liburan. Sebuah pulau terbesar yang membujur oleh South Alpen di tengah-tengahnya benar-benar menawarkan pengalaman perjalanan yang tak terlupakan.
Pulau dengan 18 puncak-puncak gunung yang tingginya lebih dari 3000 meter di atas permukaan laut itu sungguh mengesankan. Pulau dengan Mount Cook sebagai puncak gunung tertingginya yang memiliki tinggi 3754 kilometer di atas permukaan laut itu sungguh menjadikan pulau ini menjadi tempat liburan yang tak terlupakan.
Perjalanan panjang hingga berjam-jam dari Indonesia menuju New Zealand terbayar lunas dengan apa yang kami dapatkan. Tambah lagi sambutan khas Kiwis[1] dan petugas-petugas bandara yang ramah membuat lelah kami selama di perjalanan mendadak hilang. Hampir seminggu ini kami menghabiskan mengunjungi ke tempat-tempat istimewa. Tempat-tempat yang sudah kami rencanakan sebelumnya dapat kami kunjungi semua.
Perjalanan kami kali ini juga terasa sangat menyenangkan karena bertepatan pada musim panas. Musim yang sangat diminati oleh para wisatawan untuk berkunjung ke New Zealand. Suhunya pun cukup bersahabat bagi orang asia seperti kami. Suhu yang cukup hangat berkisar antara 21 hingga 24 derajat celcius. Sepanjang musim panas ini kami disuguhkan dengan pohon Pohutukawa. Pohon khas yang biasanya disebut sebagai ‘Pohon Natal’-nya Selandia Baru ini begitu indah.
Pada musim panas ini Pohutukawa bersemi dengan warna bunganya yang kemerahan. Kami beruntung dapat menikmati pemandangan cantik dari warna warni bunga Russel Lupines yang hanya mekar di sepanjang musim panas. Karena bunga yang bisa kita jumpai di sepanjang jalan Queenstown, Te Anau, Wanaka dan di Lake Tekapo ini ia akan menghilang ketika musim dingin tiba.
Sengaja kami memilih berlibur di penghujung tahun. Selain sebagai bentuk refreshing setelah hampir dua belas bulan bekerja ternyata berlibur di bulan Desember ini memiliki keistimewaan tersendiri. Musim panas yang dimulai sejak bulan Desember hingga Februari ini memiliki waktu siang yang lebih panjang dibanding musim lainnya. Pada musim panas ini kami dapat lebih leluasa dan banyak menghabiskan waktu untuk menikmati perjalanan.
Rencananya besok kami akan menuju Christchurch. Setelah itu perjalan kami pun selesai. Selanjutnya, kami pulang ke tanah air tercinta, Indonesia. Meski rasanya belum puas menikmati setiap sudutnya. Setiap hari aku seolah seperti berada di alam mimpi yang begitu indah. Namun, kami harus kembali kepada realita. Kami harus pulang karena banyak pekerjaan yang mesti segera diselesaikan.
Sungguh berat rasanya hati ini meninggalkannya. Daratan yang selalu menampilkan keanggunan serta kecantikannya yang tak lekang oleh masa. Bukan hanya menurutku. Setidaknya, hal itu diakui juga mereka yang pernah berkunjung ke sana. Khususnya para blog traveller yang biasa mengabadikan perjalanannya dalam tulisan.
New Zealand selalu tampil paripurna di setiap musimnya. Mulai dari musim semi yang cerah dengan langit biru jernih saat bunga bluebell yang cantik bermekaran di setiap sudut dengan variasi suhu udara berkisar dari 16 hingga19 derajat celcius. Hingga musim dingin dengan variasi suhu udara dari 12 hingga 16 derajat celcius.
New Zealand tetap menawarkan keindahannya dengan pegunungan yang indah berselimut salju dangan langit biru jernih dengan gerombolan awan-awan putihnya. Atau romatisnya musim gugur saat suhu berkisar di angka 18 hingga 25 derajat celcius. Dengan berlatar langit yang tampak begitu biru dipadu dengan cantiknya daun-daun yang berubah warna menjadi kuning keemasan dan jingga terang lalu luruh dari tangkainya.
***
Buku kecil yang menutupi wajah Raya jatuh tersenggol tangannya. Kuambil lalu aku melihatnya di dalam kegelapan. Meski tak begitu jelas tapi aku tahu ini adalah buku istimewa baginya. Buku diary yang ditulis dengan tangan ayahnya. Raya pernah menceritakan semua isi bukunya. Bahkan, dia pernah menyuruhku untuk langsung membacanya. Namun, waktu itu aku menolak.
Aku hanya khawatir itu akan melukai perasaanku. Aku takut, hatiku makin bertambah perih saat membaca isinya. Aku tak ingin menambah kesedihan ketika mengetahui betapa bahagia Raya dengan kehadiran ayah yang sangat menyayanginya. Sedang aku? Maaf Raya, sejujurnya aku iri padamu. Ah ... aku menarik napas dalam.
***
[1] Julukan untuk penduduk New Zealand