Pagi pun tiba dengan suara kokokan ayam yang begitu memenuhi dunia, aku pun bangun dengan senyuman ceria yang begitu bersemangat ingin segera sampai di sekolah, karena ada studi lapangan juga yang pastinya akan sangat seru. Aku segera turun untuk mandi dan kembali ke kamar untuk siap-siap dan turun kembali untuk sarapan dan memakai sepatu lalu segera berangkat. Mama pun mengantarkan ku sampai depan dengan senyuman ceria dan melambaikan tangannya untuk melepas aku pergi menuju ke sekolah. Dalam perjalanan aku hanya berdoa pada Tuhan agar hari ini menjadi hari yang bahagia untuk ku.
Sesampainya di parkiran aku segera melepas helm dan melihat Kak Jerry yang berjalan menuju ke kelasnya dan aku hanya bisa melihat punggung dengan postur tubuhnya yang tinggi. Akupun segera beralih dan berjalan menuju kelas, aku melewati ruang Kepala Sekolah di sebelah kanan dan Koperasi di sebelah kiri, di depannya ada taman kecil dan ruang laboratorium sepertinya karena belum pernah masuk. Ohh ya di samping tempat parkir ada kotak pasir dan juga perpustakaan. Tidak hanya itu setelah berjalan melewati lapangan basket ada jalan menanjak tidak terlalu tinggi namun saat hujan bisa sedikit berbahaya. Setelah itu aku melewati ruang TIK dan melalui kelas C dan D. Kemudian ada jalan kecil lagi dan melewati kelas A dan aku sampai di kelas.
Aku segera bersiap untuk pelajaran pertama, semua murid memperhatikan dengan seksama dan begitu serius ketika Guru memerintahkan kami semua untuk mengerjakan tugas yang ada. Hari itu benar-benar hari yang melelahkan bagi semua murid karena mendung dan suasana sangat mendukung untuk tidur siang. Setelah pelajaran selesai semua murid keluar untuk pergi membeli beberapa makanan dan minuman termasuk aku dan Tya, karena Mila dan Yuna benar-benar mengantuk, makadari itu mereka menitipkan roti dan air mineral saja. Akupun berbincang santai dengan Tya sembari melihat langit yang sebentar lagi akan menghujani bumi.
Aku pun bergegas dengan Tya untuk sampai di Koperasi dan kami segera kembali setelah membeli roti dan air mineral. Sesampainya di kelas Yuna dan Mila sudah menundukkan kepala mereka menandakan jika mata mereka sangat berat. Aku pun duduk dan menggambar di buku atau menulis beberapa puisi karena Mila tidak bisa di ajak bicara jika sudah begitu. Akupun melihat Tya yang juga ikutan menundukkan kepalanya dan tersisa hanya aku saja. Pelajaran pun di mulai dan Pak Setya masuk dengan senyuman yang selalu dia berikan. Pak Setya pun segera memberikan materi dan menjelaskan sedikit tentang materi yang di pelajari hari ini. Tidak hanya itu waktu masih sangat lama namun Pak Setya segera memberikan kami tugas karena beliau ada kepentingan sebentar.
Hari itu benar-benar lelah dan mengantuk rasanya aku melihat Yuna dan Tya yang kembali menundukkan kepala mereka, serta melihat Mila yang mengerjakan tugas dengan begitu serius. Namun aku benar-benar malas saat itu. Aku pun meluruskan tanganku dan menjadikannya bantal di atas meja sembari ku hadapkan wajah ku menuju jendela kelas sebelah kiri yang persis dimana aku bisa melihat meja Alex dan anak-anak lain.
Hujan mulai turun semakin lama, semakin deras, namun masih ada harapan jika akan hangat dan terang seiring berjalanya waktu. Tanpa sengaja aku melihat Alex yang memposisikan dirinya sama dengan ku dan dia melihat ke arah ku. Aku pun melihatnya serasa dunia tidak ada yang memperhatikan ketika mata kami bertemu. Karena semua murid sibuk dengan tugas, ada yang tidur bahkan mengobrol dengan teman yang lain.
Aku masih melihatnya dan Alex juga masih melihat ku, sesaat dia tersenyum bahkan itu pun membuat ku bahagia. Mata yang tidak bisa membohongi diri bahwa dia sangat mengagumkan, bahkan wajah yang selalu tersenyum kecil, polos dan begitu hangat tersirat dalam wajah Alex. Hingga dia menatapku dengan teramat dalam, bahkan ketika anak-anak lain lewat di depannya, dia tidak menghiraukan bayangan itu. Dia masih menatapku dengan tatapan lembut, mengalun bagai ombak bahkan deras hujan menambah suasana semakin syahdu untuk meneruskan segala sesuatu.
Ketika kami masih bertatapan dari jauh wajah Alex yang memerah itu akhirnya menyerah dan duduk sambil tersenyum. Dia bahkan menghadapkan dirinya dan merangkul Hugo yang ada di sebelahnya. Salah tingkahnya sangat terlihat, hingga aku tersenyum kecil melihatnya. Akupun segera beranjak setelah itu dan berkata,
Wahh dia menyerah, sepertinya dia kalah, Kata ku dalam hati dengan puas.
Akupun segera mengerjakan tugas dari Pak Setya dan segera menyelesaikannya dengan meminjam jawaban dari Mila. Kelas pun usai dan Pak Setya meminta kami semua untuk mengumpulkan jawaban. Mila pun berkata pada ku untuk berada di kelas dulu sebelum mengerjakan Keterampilan dan lanjut untuk studi lapangan. Anak-anak yang lain pun juga melakukan hal yang sama termasuk Yuna dan Tya. Akupun mengiyakan apa yang di katakan Mila.
Setelah mata pelajaran selesai akupun masih duduk untuk menunggu Mila yang mengambil Pasir yang di ambilnya dari pantai untuk di cuci dan di beri warna agar besok dapat di pakai. Akupun memutuskan untuk duduk di depan kelas menghadap ke ruang kelas dan mengamati kerang-kerang yang sudah di cuci. Tiba-tiba seseorang mendekati ku dan memajukan wajah nya pesis di sebelah wajah ku yang membuat ku terkejut.
“Ohh . . . astaga,” kata ku dengan sedikit menjauhkan kepala yang sudah menghadap ke orang yang tiba-tiba berada tepat disamping ku dan sangat dekat itu.
“Lagi ngapain Hanna?” kata Alex tersenyum.
“Ini, gue lagi mengamati kerang,” kata ku.
“Ohh . . .,” katanya sambil sedikit menempatkan dirinya.
“lo habis ngrokok ya lex?” tanya ku dengan menatap Alex yang berada di dekat ku.
“Yaa nih, tadi mampir sebentar di warung kopi depan sekolah buat tambah-tambah tenaga,” katanya sambil tersenyum.
“Ohhh . . .,” kata ku.
“Yang semangat ya, nanti kan mau ke pantai,” kata Alex dengan ceria.
“Pasti lah, lo juga ya,” kata ku dengan menatap Alex dam menaruh senyum kecil.
Aku tidak menyangka jika Alex merokok tapi yah wajar lah anak SMA, masih mencari jati diri dan coba-coba. Aku harus menikmati hari ini karena aku berharap menjadi hari yang bahagia, karena hujan sudah mulai reda pertanda ada kebahagiaan yang akan meliputi ku hari ini.
Setelah pukul 1 Siang Bu Laila mengajak semua murid kelas 1 untuk berkumpul dan menaiki bus yang sudah siap di depan sekolah, karena tidak banyak waktu untuk mengumumkan dan menjelaskan lagi. Semua murid kelas 1 pun sudah naik dan siap untuk berangkat. Aku duduk dengan Yuna dan Tya dengan Mila serta bangku belakang diisi dengan anak laki-laki. Dalam perjalanan yang akan begitu singkat ini aku sangat menikmatinya, karena udara dan langit begitu panas dan cerah, bahkan berharap hari ini benar-benar indah. Ada beberapa anak laki-laki yang membawa gitar untuk menyanyi dan candaan membuat suasana semakin asik.
Tidak lama kami pun sampai di pantai dengan suasana yang sangat mendukung. Akupun melihat anak-anak yang lain sangat bahagia dan ceria bahkan ada yang bermain bola pantai dan lain sebagainya, sebelum Bu Laila menyuruh kami semua untuk berkumpul. Setelah kami berkumpul Bu Laila memberikan arahan untuk membentuk kelompok yang sudah di susun oleh Bu Laila dan Guru yang lain. Materi yang akan kami pelajari yaitu bagaimana cara nya membuat bahan pertumbuhan dengan menggunakan air pantai. Dalam kelompok para laki-laki di wajibkan untuk mengambil air pantai terlebih dahulu, kemudian di tuangkan ke dalam wadah yang sudah di sediakan dengan beberapa bahan yang sudah ada. Ketika akan di mulai Bu Laila meminta kami melakukannya dengan cara estafet yaitu satu persatu penuangan air pantai ke dalam obat pertumbuhan tersebut.
Banyak sekali hal yang aku lihat mulai dari anak-anak yang menjahili rekan satu kelompoknya, ada juga anak laki-laki yang menggodai anak perempuan. Aku bahkan melihat Alex dan Cantika yang sedang asik bercanda, karena kebetulan mereka sekelompok. Aku juga sempat tidak percaya dengan apa yang aku lihat, karena jika di kelas mereka tidak seakrab yang aku lihat. Aku pun memperhatikan Alex yang sedang menjahili Cantika dengan beberapa senggolan tangan yang ku lihat dengan sengaja Alex melakukan itu.
Ada juga ketika estafet Alex dengan sengaja lagi menarik baju Cantika hingga mereka berlarian bersama, bahkan tidak hanya dengan Cantika. Hal lain yang Alex lakukan adalah bersikap baik dengan siswi lain, bahkan dengan Dewinda anak kelas D yang super cantik. Alex juga duduk bersama dengan anak-anak perempuan kelas C dan D, walaupun ada Hugo dan Tian, namun Alex paling dekat dengan mereka.
Sesekali Alex memasang raut wajah yang sangat bahagia, bahkan dia memberikan senyuman yang berbeda-beda antara 1 orang dengan yang lainnya. Tidak hanya itu dia bahkan sesekali memandangi Dewinda dengan tatapan yang terlihat terpesona dengan kecantikan yang Dewinda punya. Aku benar-benar tidak menyangka, bahkan rasa sakit pelan-pelan menjalari, hingga membuat ku merinding dan sangat tidak bersemangat. Bahkan Mila memberi ku air minum yang tidak sempat ku minum, karena kejadian-kejadian yang tidak ku inginkan, namun setelah di minta kembali dan di bukakan tutup botolnya oleh Mila aku baru meminumnya.
“Han, udah deh kalau emang rasanya menyakitkan udah enggak usah di perhatiin, toh juga dianya enggak mikirin lo kan,” kata Mila dengan sebal, karena melihat ku begitu lesu dan tidak bersemangat.
“Enggak sih Mil, sebenernya biasa aja sih cuma aneh aja rasanya,” kata ku.
“Gue ke sana bentar ya, pengen lihat pantai sebelum pulang,” kata ku lagi dengan mengalihkan pembicaraan.
Mila pun hanya terdiam dan mempersilahkan aku berjalan sendiri ke arah pantai, karena pelajaran sudah selesai dan semua siswa di persilahkan untuk istirahat dan bermain.
“Wahh . . . cerah banget,” kata ku sambil duduk dan meneguk air minum yang dari Mila.
Angin begitu hangat bahkan mereka bisa terlihat bahagia tanpa ada campur tangan pribadi. Aku pun hanya melihat Alex bermain bola dengan teman-teman nya dari jauh. Hari ini benar-benar menguras habis pikiran dan perasaan, walaupun keadaan sangat mendukung untuk ku bersenang-senang dengan sahabat-sahabat ku. Namun apadaya semua sudah habis tak tersisa, karena hal bodoh yang ku pikirkan dan masalah pribadi ku dengan perasaan yang tidak seharusnya ku rasakan. Aku pun menundukkan kepala ku sambil melihat pasir pantai yang sudah memenuhi kaki yang tak beralaskan sepatu. Tiba-tiba ada suara ceria dan hangat dengan rangkulan tangan yang membuat ku mengangkat kepala dengan pelan.
“Heiii, bahagia dikit napa jarang lho moment ginian,” kata Yuna dengan meneguk air minum.
“Iya, semangat dikit lah. Udah enggak usah mikirin orang yang bahkan sama sekali enggak mikirin lo,” kata Tya.
“Tuhh . . . gue kata apa kan,” kata Mila.
Aku pun tersenyum melihat mereka sangat peka dan memberikan sedikit semangat pada ku. Aku benar-benar bersyukur punya kalian di hidup ku kalian benar-benar best friend banget.
Tidak lama setelah kami bercanda gurau satu sama lain dan juga bercakap-cakap ria, serta melupakan perasaan yang menyakitkan tadi. Bu Laila segera memanggil kami semua untuk makan dan bersiap-siap untuk pulang, karena waktu sudah menjelang sore. Kemudian semua selesai, kami segera naik ke Bus dan menikmati perjalanan. Dalam perjalanan yang sedikit mendung itu kami mengalihkan pandangan karena suara Hugo yang terlihat cemas.
“Cantik, lo enggak apa-apa kan?” kata Hugo dengan khawatir.
“Sedikit pusing nih Go,” kata Cantika dengan wajah pucat.
Tiba-tiba dengan sangat tidak terduga Alex duduk di dekat Cantika, dengan sontak semua murid terkejut dan mengatakan “ehem” dan “cie” pada mereka. Hugo yang melotot tidak percaya dengan apa yang Alex lakukan membuatnya geleng-geleng kepala melihat tindakan temannya itu. Aku yang dari tadi memperhatikan mereka hanya bisa terdiam, rasa sesak dan sakit ini lagi-lagi menjalari tubuh ku seperti ada ribuan jarum menusuk lembut dan pelan. Melihat wajah Alex yang begitu khawatirnya dengan Cantika membuat ku berpura-pura kuat dan tetap melihat mereka. Suara semua murid yang mengejek mereka dari tadi, tidak di hiraukan sama sekali oleh mereka berdua. Aku hanya melihat muka khawatir Alex yang duduk di sebelah Cantika dan mempersilahkan Cantika bersender pada bahu belakang Alex yang bergitu lebar.
Hujan ini mendahului mendung yang dari langit, bahkan membuatku sangat terlihat menyedihkan. Ini benar-benar menyakitkan melihat orang yang kita sukai begitu peduli dengan orang lain. Bahkan aku sempat mendengar dan melihat senyum Cantika yang begitu puas dan menyebalkan, serta perkataan nya pada Alex yang mengatakan “terimakasih” dengan senyuman yang seakan menyukai moment ini terjadi. Aku melihat sekeliling, hingga berpapasan dengan wajah Hugo yang melihat ku dari tadi dan berkata dengan mulutnya tanpa suara.
“Han, lo enggak apa-apakan Han?” katanya dengan tangan yang sedikit melambai, serta suara seperti orang bisu, seakan tahu apa yang aku rasakan.
Aku tidak menghiraukan apa yang di katakan Hugo, karena sudah merasa sangat kalut. Aku yang dari tadi melihat Cantika senyum bahagia saat moment itu terjadi dan yang paling menyakitkan Alex tidak memikirkan perasaan ku sama sekali dan juga terlihat bahagia. Membuat ku tahu bagaimana caranya menyerah tanpa berpikir panjang, aku langsung kembali ke posisi ku, hanya bisa melihat kedepan dan tertunduk bahkan tangan Mila yang berada di belakang ku menyentuh pelan bahu seakan menandakan untuk tabah dan sabar. Dalam perjalanan yang seharusnya membuat ku bahagia menjadi perjalanan menghabiskan perasaan untuk orang yang tidak pernah memikirkan ku. Bahkan sesekali aku melihat ke belakang dan melihat wajah Alex yang masih senang dengan kepala Cantika yang bersandar pada bahu nya, membuat ku begitu semakin menyedihkan.
Hembusan angin melalui jendela pintu Bus yang berhembus dengan kepala Yuna yang bersandar pada ku dan memegang tangan ku sambil menepuknya menandakan bahwa semua akan baik-baik saja. Namun semakin menyakitkan ketika beberapa kali aku memastikan Alex dengan Cantika yang begitu dekat, bahkan aku mendengar Alex menanyakan apakah cewek yang di sebelahnya masih merasakan pusing atau tidak. Aku tidak bisa mengatakan apapun pikiran ku sudah kacau dan seolah dia baik-baik saja.
“Sadar Han, sadar. Lo harus sadar diri,” kata ku sambil menahan air mata yang akan jatuh karena sudah berada di ambang batasnya.
Dalam perjalanan yang begitu panjang aku berpikir apakah semua ini hanya candaan belaka.
Apakah aku terlalu memasukkan semua tindakan Alex yang begitu baik pada ku dan membiarkan nya duduk tepat menjadi raja di hati ku? atau semua ini hanya sebuah kepura-puraan untuk menghabiskan semua daya, hingga aku tersesat dalam bayangan yang begitu menyakitkan dengan memikirkannya sendirian? kata ku bergumam dalam hati.
Waktupun terus berjalan, kami pun segera sampai di sekolahan dengan selamat walau udara dingin dan mendung sudah merata pada langit. Sekaligus melihat Alex yang masih saja membiarkan Cantika bersandar pada bahunya, membuat ku benar-benar terluka dan kehabisan tenaga untuk melihat moment itu. Aku memutuskan segera turun diikuti Mila, Yuna dan Tya. Mereka segera mendampingi ku untuk berjalan menuju parkiran.
Setelah sampai di tempat parkir Yuna dan Tya memutuskan untuk duluan karena harus mampir ke toko membeli pewarna makanan untuk mewarnai pasir. Aku pun pulang hanya dengan Mila sambil membicarakan masalah yang terjadi.
“Han, lo baik kan?” tanya Mila.
“Yah . . . sepertinya begitu,” kata ku sembari memakai helm.
“Serius? lo harus fokus buat perjalanan pulang ya. Enggak usah mikirin Alex!” kata Mila sembari memastikan keadaan ku.
“Iya Mil, santai kok. Gue bakalan nyembuhin diri secepatnya,” kata ku dengan air mata yang sudah berada di sudut mata yang tak dapat ku bendung lagi.
Mila pun merangkul ku untuk lebih memastikan keadaan, setelah itu kami segera pulang. Dalam perjalanan air mata ku sudah tak dapat ku tahan lagi dengan di dukung rintik hujan yang sudah mulai turun ke bumi. Aku pun menangis dalam perjalanan pulang sambil menyadarkan diri untuk tak memperbolehkan itu semua masuk ke dalam hati ku yang sudah terlanjur terluka ini.
Sesampainya dirumah seperti biasa aku segera masuk ke kamar dan merebahkan diri, aku melihat langit-langit kamar dan beralih menuju jendela dan membukanya untuk mengizinkan angin masuk karena begitu panas rasa tubuh ku walaupun sudah hujan.
“Sadar Han, sadar,” kata ku lagi sambil menangis diiringi angin yang masuk.
Akupun segera merebahkan diri ku kembali dan melihat langit-langit.
Aku memang bukan siapa-siapa nya, aku memang bukan orang yang berhak untuk mengajukan protes padanya, aku bahkan bukan seseorang yang layak untuk melakukan itu semua, kata ku sambil menutup mata ku karena tidak bisa berhenti untuk menangis.
Bisa kah kamu tidak baik pada ku? Bisa kah kamu tidak melakukan hal yang membuat hati ku menaruh mu pada tempat yang tak semestinya? kata ku lagi sambil membenamkan wajah ku ke guling yang dari tadi ku peluk.
Tidak lama karena begitu lelah dan sudah tidak bertenaga aku segera tidur.
“Hei, Hann . . .,” kata laki-laki itu dengan senyuman dan mata yang ku kenal.
“Hanna . . .,” katanya lagi dengan senyuman yang sama bahkan lebih lebar dan bahagia.
“Hanna!” kata nya lagi dan lagi yang membuat ku semakin tidak ingin terbangun dari mimpi ku.
“Hanna, Kak Hanna, bangun . . .,” kata adik ku yang sudah berada di kamar sambil menggoyangkan tangan ku.
“Aaahh . . . kamu Tava,” kata ku setengah sadar.
“Kak bangun, udah jam berapa buruan mandi kita bakalan makan malam di luar,” kata Tava.
“Eemm . . . kok tiba-tiba sih?” tanya ku.
“Wahh . . . Kakak nih di ajak makan gratis malah tanya kenapa. Udah buruan mandi dan ganti baju enggak usah tanya-tanya, kita bakalan makan gratis, cepetan!” jawab Tava dengan begitu antusias.
Akupun masih duduk terdiam dan berkata.
“Kamu gila, kayaknya bakalan bener-bener gila,” kata ku sambil berjalan keluar kamar dan masih merenungkan masalah yang terjadi hari itu.
Akupun turun dan meilihat Kak Sasa dan Tava sudah siap, serta Papa yang sedang memanaskan mobil di depan. Mama segera menyuruh ku mandi dan berganti pakaian.
“Aaaaaa . . .,” kata ku menjerit.
“Kenapa Hann?” kata Mama panik.
“Enggak Ma, enggak apa-apa,” kata ku menenangkan Mama yang terdengar khawatir. Setelah keluar dari kamar mandi dan Kak Sasa pun menanyaiku.
“Kenapa Hann?” kata Kak Sasa.
“Enggak Kak, enggak apa-apa,” kata ku sambil berjalan ke atas.
“Wahh, sepertinya aku bakalan gila kalau terus memikirkannya,” kata ku dengan diri ku sendiri.
Aku pun segera memilih baju dan turun untuk menemui Mama yang sudah menunggu ku. Kami pun segera berangkat untuk makan malam di luar suasana yang masih mendung dan rintik-rintik membuat ku malas untuk menginjakkan kaki ku ke luar. 30 menit kemudian karena macet parah kami pun sampai dan Papa mengajak kami untuk makan di Mall saja agar terhindar dari hujan. Kami pun memasukki tempat makan yang biasanya dan memesan seperti biasanya. Tidak banyak yang kami obrolkan hanya masalah-masalah seputar keluarga dan beberapa cerita dari Tava yang membuat kami tertawa karena ceritanya.
Kamipun segera pulang setelah pukul 9 malam dan sampai di rumah dengan hujan yang sudah menguyur pukul 10 malam. Papa menyuruh kami untuk segera masuk ke kamar masing-masing dan menyisakan Mama dan Papa di ruang Tv dengan teh hangat mereka setelah berganti pakaian. Aku pun segera masuk ke kamar dan merebahkan diri setelah ganti baju.
Untungnya enggak ada PR, jadi bisa langsung tiduran dan main Hp sebentar, kata ku.
Karena sudah sangat malam aku memutuskan untuk segera berpamitan dengan Kak Jerry melalui pesan dan membalas pesan dari Alex hanya untuk membuat semua terasa baik-baik saja. Setelah itu aku pun memutusksan untuk tidur dan mengiklaskan semua yang sudah terjadi, bahkan memaksa hati ku untuk menyembuhkan diri secepat mungkin. Aku masih saja memandangi langit-langit kamar.
Apakah tidak ada sedikit pun rasa yang kamu taruh pada hati mu untuk ku? Apakah semua hanya sebatas candaan semata dengan apa yang terjadi selama ini, kata ku dengan diri ku sendiri.
Tidak lama karena sudah sangat lelah dengan segala kejadian yang terjadi. Aku segera menutup mata ku dan berhenti memikirkan hal-hal yang menyakitkan, pelan tapi pasti jika dapat menghentikan waktu aku menutup mata ku.