Aku dan Wawan saling menatap, meski berbeda sifat kami merasa memiliki pemikiran yang sama, ada yang tidak beres dengan gadis tersebut. Tapi secara tak langsung merasakan rasa lega seakan melepas rindu dari wajah ayah yang sudah lama tak kulihat, “ Ari, ayo kita kejar dia sebelum dia jauh”, “ nanti dulu wan, jangan lakukan hal tersebut, kita harus bi..”, sebelum aku menyelesaikan pembicaraanku kami mendengar suara teriakan memanggil nama kami. Pak Broto berlari menuju kami sambil memberitahukan untuk kembali ke dalam mobil karena waktu yang semakin malam, “ iya pak, kami datang”, wawan lalu menatapku dan mengatakan untuk bersabar dan akan membahasa masalah ini begitu sampai di apartemen, aku hanya terdiam dan berjalan menuju mobil. Aku dan Wawan saling berdiam diri saat perjalanan meninggalkan universitas, Aku menatap ponselku dengan merenungkan apa yang terjadi tadi.
Entah merasa sedih dan senang secar bersamaan saat mengetahui orang tuaku masih hidup, tetapi rasa hening ini menjadi tidak mengenakan, aku melihat Wawan yang terus menatap keluar jendela seakan merasa terpukul akan sesuatu, aku merasa sedikit iba kepadanya karena Dia seperti memikirkan masalahku berat sekali hingga bisa mengunci mulut. Aku pun bernisiatif untuk memberikannya jajan pastel dan menghiburnya pelan-pelan, Aku pun mendekat dan mulai mengerakan bahunya untuk menghiburnya, “ ngrokkkk”, suara dengkurannya membuatku kehilangan respect padanya. Kukira Dia beneran iba, ternyata malah masuk dunia mimpi, dasar manusia satu ini, pak Broto pun menoleh kepadaku dan tersenyum “ adik tidak tidur ?, pasti capek sekali lari-larian tadi”, aku menoleh dan sedikit terkejut saat diberi pertanyaan mendadak. “ oh tidak pak, saya cuman lapar saja. Saya hanya ingin cepat sampai agar bisa masak mie instan”, “ wahhh, doyan mie instan ternyata, yasudah bapak akan mempercepat sedikit”, aku pun tersenyum dan berusaha untuk mengajak pak broto mengobrol, “ Bapak kenal bapaknya Wawan dimana pak ? ”, pak Broto pun terlihat tertarik dengan pertanyaanku dan mulai menjelaskan pengalamannya. “ waktu bapak masih muda, Bapak bertemu dengan pak Charles saat beliau ini membeli tanah saya yang sekarang menjadi apartemen, waktu itu bapak kurang memiliki biaya untuk menyekolahkan anak Bapak, lalu setelah pak Charles menjadi pemilik tanah dan ingin membuat sebuah apartemen, saya pun menawarkan diri untuk berkerja sebagi pengurus apartemenya, pak Charles pun setuju dan hingga sekarang saya mampu menyekolah anak saya hingga ke perguruan tinggi.”
Aku pun cukup terharu dengan kisah dari pak Broto dan mengingat perjuang Ayah waktu masih menjabat sebagai ajudan, dia sering bergadang mengurusi penangkapan kriminal kelas teri, Pak broto pun melihatku melalui spion dan bertanya mengenai seputar impianku “ adik Ari kenapa ingin menjadi dokter dan kenapa harus UGM ? ”, Aku pun terdiam sejenak dan mulai memikirkan jawab yang akanku sampaikan “ dulu Ibu saya ingin banget menjadi seorang Dokter, hanya saja dia gak berhasil karena kurangnya biaya waktu itu, lalu mengapa saya memilih UGM karena Ayah saya Alumni universitas tersebut, jadinya saya mengabungkan kedua impian dan doa orang tua saya menjadi satu pak, hahahah.” jawab aku sambil mencairkan suasana dengan nada bercanda. “wahh, pasti kedua orang tuamu sangat bangga denganmu, tetap semangat ya dik, dulu kalau bapak sedang ingin menyerah pasti bapak akan menelepon dan menghibur diri dengan keluarga, doa orang tua itu sangat manjur mantap. ”, aku pun tertawa dan berterima kasih atas dukungan dari pak Broto. Pak broto pun memasuki sebuah jalan yang cukup ramai seperti ditengah kota, lalu terliha sebuah gedung yang cukup tinggi dan megah. Kami pun memasuki gedung tersebut dan parkir di bawah basement gedung tersebut, Aku pun langsung membangunkan Wawan untuk turun dan memasuki lobi apartemen, Wawan terlihat seperti setengah sadar dan bergegas mengambil kopernya.
Pak Broto lalu membuka bagasi dan membantuku mengambilkan koperku, Aku merasa senang dengan bantuan tersebut dan bergegas mengambil barang yang tersisa di bagasi. Wawan lalu berteriak dan membuat kami berdua kaget, “ ada apa wan, kenapa teriak”, “Gawat Ar, Gawat!!”, aku mulai merasa panik dan menoleh kepada Wawan dari kaki hingga kepala takut dia terluka saat menabrak gadis tadi, “gawat banget Ar!!, Kita lupa ngerekam waktu kita UGM tadi, padahal bisa dijadiin status yang bagus.”, Aku langsung menggerutu dan serasa ingin memukul kepalanya. “ alay banget sih, kan besok bisa, bikin semua panik saja.” Ucap aku sebal, Wawan lalu tersenyum dan berusaha untuk membuatku tenang, “ den, bapak cuman bisa mengantar sampai sini, bapak harus melanjutkan tugas yang lain, nanti ambil kunci apartemen di lobi dengan atas nama bapak Charles ya.” Kami pun mengerti dan mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan untuk pak Broto, kami pun diberikn nomor telepon beliau jika butuh sesuatu. Pak Broto pun melangkah jauh dan masuk kedalam ruang khusus staf, Kami pun segera menuju lobi dan mengambil kunci apartemen kami bukan hanya diluarnya yang megah tetapi didalam apartemenya pun terlihat sangat indah dan moderen.
Kami pun menemui recepsionis untuk meminta kunci apartmen, “ baik pak Wawan, ini kuncinya nomor 550 di lantai 5 ya kak.” Wawan pun terlihat cukup terkejut dan meminta tolong kepada pegawai disana untuk mendapatkan troly agar mudah membawa koper kami ke lantai 5 kami pun menuju lantai 5 dan langsung mencari kamar kami. “ welcome to new home!!”, Wawan lalu berteriak dan menuju kamar tidur untuk berbaring setelah seharian berpergian, dari atas kota jogja terlihat sangat cantik, ditambah dengan kelap kelip lampunya membuat kota ini seperti suasana eropa van java yang indah.
P mabar
Comment on chapter the most beautiful present