Aku pun tersadar di kamar tidur Wawan, Dia terlihat sangat pucat melihatku seperti ini, aku mulai mengeluarkan air mata dan teringat oleh mimpiku yang tadi. “ Ari, aku udah tau semuanya maaf aku gak bisa nolong kamu secepatnya, polisi meneleponku dan ayahku segera menjemputmu, tinggal dulu disini hingga keadaanmu membaik”. Wawan lalu mengambilkanku tisu dan mengelap pipiku yang terkena air mata. Aku menunduk dan terdiam semebari Wawan membersihkan wajahku, Aku tidak bisa berbicara seakan mulut ku terjahit oleh benang. “ istirahat lah sejenak, Aku dan Ayah akan membereskan masalahmu ini, makanlah yang banyak”, Aku pun tidak memberi respons apapun dan sembari menangis saat Wawan menutup pintu kamarnya.
Aku pun mengurung diri di kamar, aku hanya makan dan tidur serta bolos sekolah selama 3 hari dan kabar keluargaku sudah tersebar secara luas oleh media massa, Aku tidak mendapatkan kabar baik dari penemuan keluargaku, hal itu membuatku semakin depresi. Hanya Wawan yang selalu berusaha untuk membujukku untuk kembali bersekolah dan merelakan kepergian orang tuaku. “ Ari, cobalah untuk membuka diri jika orang tuamu melihatmu seperti ini mereka pasti akan sangat kecewa padamu ”, Aku pun mulai menatap mata Wawan dan membuka mulutku “ sebelum aku terbangun 3 hari yang lalu, Aku bertemu dengan Ibuku. Dia bilang Aku harus bisa tabah dan mulai serius dengan impianku”, “ nahhh, mungkin itu pesan dari ibumu untukmu hari ini, cobalah untuk ikuti kata-katanya, meski dia tidak ada disini bukan berarti Dia tidak ada dihatimu Ar ”, entah saat mendengar pesan dari Wawan aku mulai memiliki tujuanku selanjutnya, “ dimana kau menyimpan seragamku?”, “ asikkk, Ari is comeback” melihat tingkah laku Wawan membuatku sedikit tersenyum.
Besoknya Aku mulai bersekolah seperti dahulu, hanya saja tatapan dari semua orang disekolah sangat berbeda dari sebelumnya, mereka terlihat seperti menjauhiku seakan aku seperti terkena hukuman dari Tuhan. Wawan tidak menghiraukan hal tersebut dan terus mendukungku untuk menjadi seorang dokter, Aku pun mulai tekun dalam belajar dan tidak menghiraukan gosip mengenai diriku dilingkungan sekolah, Aku juga sering membantu Wawan untuk belajar agar bisa menempuh pendidikan di perguruan tinggi yang sama, mungkin hanya itu yang bisa kulakukan untuk menebus hutangku kepada Wawan. Hingga setahun berlalu kemudian aku berhasil mencapai kelulusan terbaik dan diberi kesempatan untuk belajar di fakultas kedokteran UGM melalui jalur undangan, Wawan pun turut bahagia akan kelulusanku dan mengunggu hasil milikinya keluar, “ Ar, kalo misalnya aku lulus kita syukuran 2 hari 1 malam ya, soalnya aku percaya banget sama hasil kerjaku dan kehebatan cara ngajarmu”, “ iya, pasti bisa, kita bakal make almamater kalung goni bareng kok” Aku dan wawan termenung di depan layar komputer dengan rasa deg degan yang luar biasa.
“ oke sudah waktunya, dalam nama Tuhan Yesus”, wawan lalu mulai mengetik nomor peserta dan tanggal lahirnya. Lalu tombol berwarna biru muncul dan akan diclick, “ Ari, kasik tau hasilnya Aku takut liat”, Aku pun melihat hasilnya dan....., terlihat tulisan selamat anda diterima sebagai calon mahasiswa baru. “ wan, koe lulus, lulus ”, “ Yesss, daddy your son accepted at UGM”, lalu terdengar gaduh menuju kamar wawan, Ayah Wawan langsung memeluk dan mengangkat dia seakan bangga dengan pencapaiannya, Aku melihat itu sangat bahagia karena teringat ayah yang selalu mendukungku saat aku berhasil. “ sekarang kalian mau makan apa, kita bakal party!!” Aku pun melihat anak dan ayah yang saling menari-nari seakan tak percaya bahwa Wawan berhasil mencapai fakultas hukum UGM. Aku melihat mereka mungkin sedikit merasa iri karena tidak menerima pelukan hangat dari orang tauku. “ ayo kita makan mie ayam saja, biar merakyat dan panjang umur”, “ oke, langsung menuju mobil”, Wawan pun menarik tanganku dan langsung menuju mobil.
Kami pun menuju ke tempat mie ayam langganan kami sambil membahas mengenai kepergian kami ke jogja, “ kalian berdua sudah Ayah tempatkan di apartemen terdeket di UGM milikku, jadi kalian tidak perlu boros akan biaya hidup kalian disana”. Aku merasa lega saat mendengar hal tersebut dan melihat ekspresi wawan yang sangat setuju dengan hal tersebut. “ terima kasih, paman jika tidak ada pama dan Wawan, saya pasti sudah tidak mampu menempuh pendidikan sejauh ini”, “ it’s okey, paman mau kalian disana belajar sungguh-sungguh agar dapat membanggakan orangtuamu dan aku”, “ siap mister” ucap aku dan Wawan barengan, Kami pun menyiapkan keperluan kami yang akan kami bawa saat tinggal dijogja.
Aku pun mengunjungi rumah lamaku dan mengambi barang-barang yang cukup pentuing disana. Untunglah Ayahku memiliki banyak properti yang belum terjual, karena Ayahku menghilang membuat semua properti itu menjadi atas namaku dan aku memiliki pegangan yang cukup untuk bertahan di Jogja. Aku mulai berdamai dengan keadaan, siap memulai lebaran baru dan amanah yang diberikan ibu, Aku dan Wawan pun berpamitan sebelum memasuki pesawat terbang yang akan membawa kami kedalam kota pelajar.
Wawan lalu merangkulku sambil berjalan menuju pesawat, “ siap join goni club ?”, “ hidup baru akan dimulai dari sekarang” aku pun tersenyum dan masuk kedalam cabin pesawat, duduk disamping Wawan yang tidak sabar menuju Jogja, “ Ari, kamu gak mau nyari jodoh di Jogja”, kata-kata tersebut membuatku kaget saat mendengar dari mulut seorang Wawan. “ Aku mau fokus didalam bidangku dahulu, baru aku mencari begituan”, “ yaelah, kamukan tau kalo fakultas kedokteran itu banyak banget cewe cantiknya, ditambah mereka pasti kaya dan pintar, rugi banget kalo kamu nolak rezeki”. “kamu mah enak cakep, coba liat mukaku, seperti manusia kurang tidur dan krisis identitas”, wawan lalu mencubit mulutku, “ gak darimananya coba, di instagrammu itu saja followernya mencapai ribuan”, “ itu karena aku punya masalah yang gak masuk akal, biasalah manusia giliran sesamanya punya masalah langsung pada kepo semua”, “ Haus pujian banget sih, sudah, aku mau tidur, capek ngomong sama orang merendah untuk terjungkal”. Aku pun hanya mengangguk dan kembali termenung dengan duniaku. Aku hanya berpikir apa mungkin keluargaku bangga akan pencapaianku, tapi semua itu hanya menambah beban pikiran saja. Bahkan sekarang belum ada informasi mengenai keluargaku, Aku berharap jika Tuhan mengizinkanku untuk bertemu dengan mereka lagi itu akan menjadi berkat yang sangat luarbiasaku alami.
Kami terbangun saat pesawat sudah tiba di bandara Adisutjipto, Kami pun segera membereskan barang bawaan kami dan langsung menuruni pesawat. Wawan pun asik melakukan vlog ditengah bandara sambil mendeskripsikan bandara tersebut, jujur aku juga sangat takjub akan kesenian bandara tersebuat sangat megah dan meriah. “ Ari, sebentar lagi supir Ayahku akan menjeput kita, namanya pak broto”, aku pun mencari keberadaan supir tersebut sambil melihat interaksi masyarakat sekitar di Jogja, lumayan buat lebih mengenal kultur di daerah istimewa tersebut. Lalu terdengar seorang memanggil nama kami “ mas Ari dan mas Wawan!!”, kami pun menoleh dan yakin bahwa dia adalah pak broto yang kami cari.
“ pagi mas, selamat datang di Jogjakarta, saya pak broto supir tuan Charles saat sedang ada perkerjaan di sini”, “ waduh, selamat pagi pak terima kasih banyak sudah mau menjemput kami”, “ iya den, langsung aja masuk kedalam mobil, monggo sebelah sini” Aku merasa cukup senang dengan pak Broto, kesan pertamaku dia telihat sangat postif dan memiliki logat yang unik, Aku menjadi semakin bersemangat dalam menelusuri kultur disini. Kami pun masuk kedalam mobil dan berkeliling mengelilingi Jogjakarta yang sangat indah, asli setiap bangunanya cukup unik dan beberapa masih terkesan tradisional serta banyak warung makan kaki lima yang mengugah selera. “ ini kita langsung ke apartemen atau mau ke UGM dulu den?”, Wawan langsung bersemangat dan mengatakan “ langsung ke UGM aja pak, gak sabar saya melihat universitas saya dan Ari”, aku pun tersenyum dan steuju dengan pendapat Wawan.
Pak Broto lalu segera memutar balik setirnya dan menuju di kampus UGM, “disini emang banyak Mahasiswanya ya pak ?” ucap aku dengan penasaran, “ lumayan si den, mungkin karena di Jogja banyak ada Kampus ternama dan biaya hidupnya yang tergolong murah jadinya banyak anak muda yang sering belajar disini, Kalo adik masuk Fakultas apa di UGM ?”, “ saya diterima di Fakultas Kedokteran pak”, “ astaganaga samber geledek, itu fakultas favorit dan sulit banget masuknya, adik pasti pinter banget ya sampai bisa masuk sana”, “ biasa saja kok pak” ucap aku, tiba-tiba Wawan menarikku ke arah jendela “ Ar, liat tuu UGM cuyy”, Aku kagum akan apa yang aku lihat. Terpampang jelas tulisan Universitas Gadjah Mada di hadapan kami berdua membuat kami tidak dapat menutup mulut kami. “den silahkan main-main dulu, sambil melihat tempat untuk ospek kalian besok”, kami berdua lalu berterima kasih kepada pak broto dan langsung turun menuju tempat yang akan berlangsungnya ospek.
Aku pun menginjakan diri di tanah lapang ini, terlihat papan nama bertulisan fakultas kedokteran, andai papa dan mama melihatnya pasti mereka akan bangga dengan apa yang aku lihat. Wawan lalu mengajak ku untuk kelapangan yang akan berlangsungnya ospek. “ Ari, ayo kita lomba lari, siapa yang kalah harus gendong yang menang ke mobil pak broto”, “ ayo, siapa takut” kami pun memulai persiapan sebelum lomba dimulai, “ bersedia, siap, mulai”. Aku pun langsung berlari secepat mungkin berbeda tipis dengan Wawan, kami berlari seperti dikejar oleh setan. Setelah hampir di garis ahkir Aku meningkatkan kecepatanku sambil menoleh kebelakang melihat Wawan yang tertinggal. Aku pun tiba sebagai seorang pemenang mengeluarkan banyak sekali tenaga, tanpa sadar aku tidak melihat Wawan disampingku, dari kejauhan aku melihat Wawan sedang merapikan kertas yang bertebang.
Aku lalu ikut membantunya dan mulai memunguti kertas yang berserakan tersebut, “ kamu ngapain wan, kenapa jadi mungutin kertas begini ?”, “ tadi aku tidak sengaja menabrak seorang mahasiswi yang sedang membawa berkasnya”, “ lalu sekarang mana orangnya ?” aku pun menoleh kesekitar dan melihat seorang gadis. Rambutnya pendek dengan menggunakan baju pink dan kacamata yang terlihat lucu. Gadis itu lalu menghampiri kami dan bertanya mengenai berkasnya, “ aduh, maaf ya tadi gak sengaja nabrak, aku terlalu sibuk mengecek berkas ku tadi hingga tidak melihatmu berlari”, aku pun langsung menyerahkan berkas yang dipegang oleh aku dan Wawan, Aku pun penasaran dan bertanya mengenai gadis tersebut. “ mbaknya maba di UGM ya ? “, gadis itu lalu melihatku dan menatap dengan matanya yang berwarna coklat, “ iya saya maba baru fakultas kedokteran, kok anda bisa tau?”, “ iya, saya tadi tidak sengaja melihat berkas yang mirip dengen punya saya untuk penerimaan mahasiswa baru.
Dan mungkin kebetulan saya juga fakultas kedokteran”, gadis itu lalu tersenyum kepadaku “ wahh, berarti kita satu angkatan, kena....”, “ Diana ayo cepat pulang!, ibu sudah menelepon”. Kami bertiga lalu menoleh kepada suara misterius yang terdengar tidak asing, Aku dan Wawan langsung terdiam membatu saat melihat sosok pria yang memanggil gadis tersebut, “ maaf sepertinya saya harus pergi, semoga saya bisa bertemu dengan anda lagi, dan terima kasih atas bantunya”. Gadis itu lalu tersenyum dan pergi meninggalkan kami berdua yang diam menatap pria tersebut, pria tersebut lalu merangkul tangan gadis tersebut dan menuju parkiran motor. Aku masih termenung, diam tidak dapat berkata-kata seakan seperti melihat seseorang yang telah bangkit dari kematian, Wawan lalu menoleh ke arahku dan aku menatapnya kembali, “Ari...., kita menemukan ayahmu”.
P mabar
Comment on chapter the most beautiful present