Aku mengernyitkan kening saat menatap interkom di meja kerja. Dalam hati, aku menjadi sedikit grogi. Nomor extention satu nol delapan adalah bagian Engineering. Aku buru-buru menghempaskan perasaan falling in loveku saat mengingat kejadian kemarin di Mall Gajah Mada.
“Iya halo….” Jawabku dingin.
“Mbak Lita, saya Ridwan. Kalau ada tamu dari PT.Hiroshima nanti telpon kesini ya. ” Ridwan lebih sedikit memberi perintah dibanding minta tolong.
“Iya baik,” responku singkat. Aku menutup telpon.
Aku menaikkan kedua alisku. Benar-benar laki-laki ini seperti bunglon saja!
Terdengar suara langkah kaki seseorang turun dari tangga. Pasti itu Miss. Laura! Dengan gerak cepat, aku berusaha fokus mengetik absensi karyawan dan tak mengalihkan pandangan. Aku sudah trauma dimarahi Miss. Laura di depan karyawan lain. Huh, jangan sampai aku terkena gara-gara lagi! Nenek sihir itu memang sangat menyebalkan!
Setelah tiga menit berlalu, tak ada yang menyapaku sedikitpun. Hari ini tak ada tamu. Huft, pasti itu Miss. Laura yang tak terbiasa menyapaku! Akh, kenapa juga aku harus takut dengan nenek sihir itu!
Hari ini banyak karyawan kantor yang tidak masuk. Hampir tiga puluh persen sakit. Hari ini waktu terasa begitu cepat. Aku melihat jam dinding di Kantor, sudah jam sebelas siang.
Tampak wajah cantik Rianti dari luar pintu kaca Kantor. Rambutnya ia gerai dengan jepit di bagian rambut sebelah kiri kepala. Rok selutut dengan blouse bermotif bunga biru. Wajahnya nyaris tanpa sapuan blush on dan eyeliner. Tidak seperti biasanya rapih. Rianti masuk lobby.
“Hai Lit…” Rianti berusaha berbicara dengan sangat pelan.
Rianti tampak berbeda. Ada kantung mata di kedua matanya.
Aku menoleh dan tersenyum. “Are you okay?’’
“Baik Lita….,’’ jawab Rianti singkat. Ia tersenyum membawa setumpuk dokumen di tangan kirinya lalu tanpa basa basi naik lantai dua.
Dengan penuh rasa aneh. Aku berusaha untuk fokus mengerjakan semua absensi karyawan.
Rianti kenapa ya? Kok seperti habis nangis? Sepertinya dia sedang ada masalah!
Pikiranku mendadak kosong. Aku mencoba duduk santai, merebahkan punggung. Bagiku Rianti adalah wanita yang sempurna. Buang-buang air mata adalah suatu kerjaan yang paling bodoh. Rianti cukup cantik, ia memiliki banyak teman akrab di Kantor. Ia dikagumi pria disini, bahkan teman Kantor yang sudah punya istripun masih melirik Rianti saat kita sedang makan di Kantin Kantor.
Sejujurnya kemarin aku tidak sengaja melihat Ridwan bersama kekasihnya. Apa semua ini karena Ridwan? Apa dia tahu Ridwan sudah punya kekasih? Apa karena Mbak Yani? Masa sih satu ruangan bisa bermusuhan sampai hari ini?
Aku berpikir sebentar, aku ingat dengan foto Ridwan dan pacarnya. Aku menghela napas lagi. Jelas semua ini masalah besar! Terdengar menyedihkan memang dan terdengar mengecewakan! Rianti dan Mbak Yani sudah terlanjur jatuh hati dengan Ridwan. Aku harus menyelamatkan hati mereka. Jelas mereka sedang dalam masalah besar!
Aku meremas kertas dengan rasa gemas. Si Playboy itu harus dimusnahkan dari cinta Rianti dan Mbak Yani!
Aku menarik napas sedalam-dalamnya. Ya ampun aku jadi pahlawan! Yang penting bukan pahlawan kesiangan!
Aku terkikik bodoh, mengapa juga aku harus ikut campur urusan mereka! Ini hanya masalah hati.
“Kenapa ketawa sendiri Mbak?” Seseorang menyapaku.
Aku kaget lalu menoleh kesebelah kiri. ”Eh nggak Rud”
Rudi menggeleng. “Jangan tertawa sendiri Mbak.”
“Nggak Rudi…” Aku mengulang jawaban lalu menyunggingkan senyum.
Aku bergegas menuju Pantry di lantai dua.
“Mbak kok buru-buru amat Mbak. Lo marah ama Gue Mbak?” Serentetan keluar dari mulut Rudi. Dia menyusul langkahku.
Aku menghela napas lembut. “Ngapain Lo ngikut Gue Rud?”
“Ya ampun Mbak, kan Gue OB jadi masuk Pantrylah Mbak Lita!” Rudi menepuk jidat. Ia berjalan disampingku.
Aku hanya menggeleng kemudian mengambil minum di Pantry.
“Kamu tahu Mbak Rianti dan Mbak Yani nggak saling sapa?” Tanya Rudi mendekatiku.
Aku melebarkan kedua bola mataku. “Akh, masa sih!”
“Ya ampun Mbak ketinggalan gosip!” Rudi tertawa girang.
“Okay Rudi Gue kebawah dulu takut ada tamu.” Aku menutup pembicaraan tanpa mempedulikan Rudi lalu turun tangga.
Aku meletakkan gelas berisi air putih di samping komputer. Aku hanya bisa mendengus kesal lalu mencoba melipatkan kedua tanganku di dada. Otakku ingin segera menyampaikan semua kejadian Ridwan di Mall Gajah Mada kemarin.
Masa sih saling bertengkar gara-gara si Playboy cap kodok Ridwan itu! Akh, sungguh semuanya terlihat sangat bodoh!
-ii-
Aku merasakan aura yang tidak menyenangkan saat akan memasuki ruang meeting di lantai dua. Sore ini Miss. Laura menyuruh semua karyawan rapat. Aku tak tahu ada masalah apa di Kantor ini atau ada hal-hal yang harus dikerjakan. Ini kedua kalinya, aku mengikuti rapat.
Aku dan Rudi membereskan ruang meeting. Menyiapkan proyektor, kabel, laptop serta beberapa minuman.
Jam dua tiga puluh, semua karyawan memasuki ruang meeting. Hanya ada sepuluh karyawan. Beberapa karyawan sakit. Kami semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Pak Rahman duduk di sebelah kiri Mbak Yani. Ia berkali-kali membetulkan kacamatanya. Aku dan Rianti duduk di seberang Pak Rahman dan Mbak Yani. Kami hanya diam dan menunggu Miss. Laura. Terlihat Mbak Yani dan Rianti tak saling sapa. Biasanya mereka sangat akrab.
Aku menghembuskan napas yang cukup panjang saat Miss. Laura membuka ruang meeting. Ia mengenakan blazer biru dengan rambut di ikat kuda. Kepala kami semua terangkat. Dengan percaya diri, kami semua berdiri lalu menundukkan kepala layaknya orang Jepang.
“Sore semuanya,” sapa Miss. Laura. Ia menyuruh kami duduk.
Bu bos duduk di sebelah kanan Pak Rahman. Membuat aku dan Mbak Yani saling melirik.
Tumben nenek sihir itu tidak duduk di kursi utama!
“Sachou Nakagawa san akan datang besok! Kalian semua harus datang lebih cepat jam delapan tiga puluh sudah di Kantor. Jangan ada yang terlambat!” seru Miss. Laura.
Kami semua kompak mengiyakan. Mengangguk-angguk pelan.
“Kalian semua mengerti!” Miss. Laura berdiri.
“Siap bu, mengerti!” Semua karyawan serempak berdiri lalu menundukkan kepala lagi.
Miss. Laura menjelaskan siapa saja yang selalu tidak hadir dengan alasan sakit.
“Jika kalian tidak hadir besok kalian akan dapat SP1! Tidak ada alasan tidak masuk Kantor. Kalian harus malu sama orang Jepang selalu tepat waktu!” gerutu Miss. Laura.
Informasi ini membuat kami semua terkejut. Beberapa karyawan terlihat menelan ludahnya.
“Dan Pak Rahman jangan lupa pantau anak buahmu!” Tambah Miss. Laura lagi.
“I… Iya Bu…” Pak Rahman sampai ketakutan. Suaranya mengecil.
“Lita, kau dan Rudi jam delapan pagi sudah ada disini! Kalian siapkan yang diperlukan Sachou Nakagawa San! Ingat dia pimpinan Perusahaan ini!” tegas Miss. Laura.
“Baik bu,’’ jawabku gugup.
Kami semua terdiam lagi. Napas kami tertahan. Yap, kalian sudah taulah Miss. Laura yang killer ini pasti sedang bersungguh-sungguh memberi ultimatum!
Tangan kanan Rianti sibuk dengan ponsel di bawah meja. Miss. Laura melotot saat mendekati Rianti.
“Riaaantiii……. Bisa tidak kau fokus….” Teriak Miss. Laura geram.
Semua karyawan tertunduk hening. Rianti memasukan ponselnya ke dalam saku rok.
Rianti mengangguk pelan. Ia tertunduk malu.
“Saya peringatkan untuk kalian semua. Mulai jam kerja besok kalian tidak boleh melihat handphone!” Ketus Miss. Laura lantang.
Kaki kiri Mbak Yani mencolek kaki kananku.
“Aduuhh….” Keluhku sakit.
“Kenapa lagi kau Lita…??” Gerutu Miss. Laura. Ia menaikkan alis.
“Anu bu, sakit peeeruuuut…” jawabku terkejut.
Aku merutuk dalam hati.
Dasar Mbak Yani bikin malu Gue!
“Ya sudah jangan lupa besok pagi. Selamat sore!” Miss. Laura bangkit. Ia membuka pintu ruang meeting meninggalkan kami. .
Kami semua masih mencoba mencerna semua ucapan Miss. Laura. Apalagi tentang larangan bermain ponsel saat jam kerja.
Lima menit berlalu, satu persatu karyawan meninggalkan ruang meeting.
“Wah kacau tak bisa lihat hp saat kerja,” gerutu Mbak Yani.
Rianti menyunggingkan bibirnya, ia bangkit kemudian membuka pintu ruang meeting disusul Pak Rahman di belakangnya.
“Semenjak ada si so cantik itu tuh bikin ulah terus! Kesel Gue Litaaa..” ketus Mbak Yani. Ia memijit kepalanya. Wajahnya merah padam.
“Siapa yang so cantik Mbak?” Jawabku terkejut.
“Ya itu si Rianti..” bisik Mbak Yani di telinga kananku.
Aku hanya menggigit bibir.
“Gimana donk nih, takutnya Emak Gue besok telpon. Dia lagi di RS. Lita!” Mbak Yani tampak risau.
Aku menepuk pelan bahu Mbak Yani. “Tenang Mbak kan bisa telpon kantor! Sakit apa Mbak Ibunya?”
“Diabetes Lita…” keluh Mbak Yani. Ia menyembunyikan air matanya.
“Yang sabar ya Mbak, semoga cepat sembuh.”
“Makasih Lit, Lo sahabat yang baik.” Mbak Yani tersenyum tipis.
Aku bisa melihat ada aura kesedihan di wajahnya. Sepertinya dia shock, binar matanya meredup. Aku mengajaknya keluar dari ruang meeting.
-ii-
Aku Biru dan Kamu Abu
573
326
2
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?
Aku Benci Hujan
4944
1410
1
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.”
Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Aku Istri Rahasia Suamiku
8207
1886
1
Romance
Syifa seorang gadis yang ceria dan baik hati, kini harus kehilangan masa mudanya karena kesalahan yang dia lakukan bersama Rudi. Hanya karena perasaan cinta dia rela melakukan hubungan terlarang dengan Rudi, yang membuat dirinya hamil di luar nikah. Hanya karena ingin menutupi kehamilannya, Syifa mulai menutup diri dari keluarga dan lingkungannya.
Setiap wanita yang telah menikah pasti akan ...
Let's See!!
1493
728
1
Romance
"Kalau sepuluh tahun kedepan kita masih jomblo, kita nikah aja!" kata Oji.
"Hah?"
Ara menatap sahabat kentalnya itu sedikit kaget. Cowok yang baru putus cinta ini kenapa sih?
"Nikah? lo sama gue?" tanya Ara kemudian.
Oji mengangguk mantap. "Yap. Lo sama gue menikah."
Under a Falling Star
707
434
7
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
I'm not the main character afterall!
912
467
0
Fantasy
Setelah terlahir kembali ke kota Feurst, Anna sama sekali tidak memiliki ingatan kehidupannya yang lama. Dia selama ini hanya didampingi Yinni, asisten dewa. Setelah Yinni berkata Anna bukanlah tokoh utama dalam cerita novel "Fanatizing you", Anna mencoba bersenang-senang dengan hidupnya tanpa memikirkan masalah apa-apa.
Masalah muncul ketika kedua tokoh utama sering sekali terlibat dengan diri...
Rewrite
6482
2179
1
Romance
Siapa yang menduga, Azkadina yang tomboy bisa bertekuk lutut pada pria sederhana macam Shafwan? Berawal dari pertemuan mereka yang penuh drama di rumah Sonya. Shafwan adalah guru dari keponakannya.
Cinta yang bersemi, membuat Azkadina mengubah penampilan. Dia rela menutup kepalanya dengan selembar hijab, demi mendapatkan cinta dari Shafwan.
Perempuan yang bukan tipe-nya itu membuat hidup Shafwa...
Play Me Your Love Song
3085
1263
10
Romance
Viola Zefanya tidak pernah menyangka dirinya bisa menjadi guru piano pribadi bagi Jason, keponakan kesayangan Joshua Yamaguchi Sanjaya, Owner sekaligus CEO dari Chandelier Hotel and Group yang kaya raya bak sultan itu.
Awalnya, Viola melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan tuntutan "profesionalitas" semata. Tapi lambat laun, semakin Viola mengenal Jason dan masalah dalam keluarganya, sesu...
Listen To My HeartBeat
416
254
1
True Story
Perlahan kaki ku melangkah dilorong-lorong rumah sakit yang sunyi, hingga aku menuju ruangan ICU yang asing. Satu persatu ku lihat pasien dengan banyaknya alat yang terpasang. Semua tertidur pulas, hanya ada suara tik..tik..tik yang berasal dari mesin ventilator. Mata ku tertuju pada pasien bayi berkisar 7-10 bulan, ia tak berdaya yang dipandangi oleh sang ayah. Yap.. pasien-pasien yang baru saja...