“Yayah!" teriak Akbar sambil berlari ke arah Anjas.
"Akbar, bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Anjas sambil menggendong Akbar.
"Yayah ayo kita main sepeda diluar, " ajak Akbar sambil bersandar di dada Anjas.
"Besok saja ya Nak, sekarang 'kan sudah sore dan Yayah juga sedang ada tamu," jawab Syifa sambil mencium pipi sang putra.
"Ya Ibu, sebentar saja," renggek Akbar sambil menangis.
"Sini Akbar main di kamar sama Nenek ya," ucap Sari sambil mengambil Akbar dari gendongan Anjas.
Rudi dan keluarganya yang melihat kedekatan Akbar dan Anjas hanya bisa diam. Terlihat ekspresi kesal dan marah pada wajah Rudi. Namun, dia berusaha untuk tetap diam sesuai dengan perintah Andre saat berada di rumah.
"Syifa, bagaimana kabarmu? Nak," tanya Andre saat Syifa sudah duduk di hadapannya.
"Alhamdulillah baik Tuan, kalau boleh tahu apa maksud dan tujuan tuan dan keluarga datang ke rumah saya?" tanya Syifa kepada andre tanpa mempedulikan keberadaan Rudi dan Ningrum.
"Sebelumnya saya minta maaf jika kedatangan saya mengganggumu, tujuan kami datang kesini selain untuk meminta maaf atas kesalahan yang sudah dilakukan Istri saya, kami juga ingin melamarmu untuk menjadi Istri dari Rudi secara sah dimata agama dan negara," jelas Andre yang mewakili seluruh keluarganya.
"Saya tidak pernah merasa jika Nyonya Ningrum memiliki salah kepada saya, tapi untuk kembali membina rumah tangga dengan Mas Rudi … Maaf saya tidak bisa," jawab Syifa kepada sang mantan mertua.
"Kenapa? Bukankah selama ini kamu sangat mencintaiku, apa semua ini gara-gara laki-laki tidak tahu balas budi ini, sampai kamu menolakku," tanya Rudi sambil menunjuk Anjas yang hanya diam di samping Ruli.
"Semua ini bukan karena Mas Anjas, aku meminta dia kesini bukan karena aku ingin mengenalkan dia sebagai pasanganku, tapi aku ingin meluruskan tuduhan mu kepadanya hingga kau tega memecat dan mengusirnya. Asal kamu tahu, aku menolakmu karena memang sudah tidak ada cinta ataupun sayang lagi untukmu, semua itu sudah pergi bersamaan dengan kamu mengusirku dan Akbar satu tahun lalu, jadi jangan pernah jadikan orang lain sebagai kambing hitam atas kesalahanmu," jelas Syifa sambil menatap Rudi.
"Maaf apa kamu tidak kasihan kepada Akbar, karena bagaimanapun juga dia juga masih sangat membutuhkan sosok Ayah di sampingnya," ucap Andre kepada Syifa.
"Seperti yang kalian lihat, Akbar tidak membutuhkan sosok Ayah, dia bahagia hidup denganku walaupun tanpa hadirnya peran seorang Ayah, dan alhamdulilah sampai saat ini aku masih mampu membahagiakan putraku dengan keringatku sendiri," jelas Syifa dengan wajah tegas.
"Dasar perempuan sombong! Paling juga cucuku kamu berikan tahu, tempe setiap hari," jawab Ningrum sambil memalingkan wajahnya dari Syifa.
"Apa Nyonya, apa saya tidak salah dengar, anda menyebut Akbar dengan panggilan cucuku? Bukannya anda sendiri yang mengatakan jika Akbar bukan darah daging Rudi, sampai-sampai anda memalsukan tes yang kami lakukan agar bisa membuat Rudi meninggalkan kami bukan, lalu kenapa sekarang anda bilang jika Akbar adalah cucu anda?" jelas Syifa dengan wajah terkejut.
Ningrum yang mendengar ucapan Syifa hanya terdiam dan menunduk tanpa berani menjawab pertanyaan yang diberikan Syifa kepadanya. Ruli yang sejak tadi hanya diam mulai memberanikan diri untuk bicara. Terlihat wajah bersalah dari Andre atas sikap keluarganya selama ini.
"Saya rasa jawaban yang diberikan putri saya sudah cukup jelas, jadi silahkan Bapak dan Ibu pergi dari rumah saya," ucap Ruli sambil berdiri.
"Maaf sebelum pergi, apa kami boleh bertemu dengan Akbar?" tanya Andre yang terlihat sangat merindukan sang cucu.
"Boleh, kapanpun Tuan dan keluarga ingin bertemu silahkan, saya tidak pernah melarang siapapun bertemu dengan Akbar, karena bagaimanapun juga Mas Rudi adalah Ayah kandung dari Akbar, tapi dengan satu syarat kalian hanya boleh bertemu Akbar di lingkungan rumah ini," jawab Syifa kepada Andre.
"Mas Anjas, apa aku bisa minta tolong untuk bawa Akbar kemari? " tanya Syifa kepada Anjas yang langsung dibalas dengan anggukan oleh Anjas.
Beberapa saat kemudian Anjas pun keluar sambil menggendong Akbar. Terlihat wajah bahagia Akbar saat berada di gendongan Anjas. Perlahan Anjas memberikan Akbar kepada Andre yang sudah berdiri di hadapannya. Wajah asing Andre dan keluarganya langsung membuat Akbar menangis sambil memanggil nama Anjas yang sengaja berdiri sedikit menjauh.
"Yayah! " teriak Akbar sambil menangis.
"Akbar ini Kakek, dan ini Ayah serta Nenekmu," jelas Andre sambil memeluk sang cucu.
"Tidak, aku mau Yayah!" teriak Akbar yang seolah tidak mau peduli dengan penjelasan Andre.
"Sini Akbar gendong Papa ya, itu Om Anjas dan aku adalah Papa kandungmu," ucap Rudi sambil berusaha menggendong Akbar yang terus merontah.
"Bukan! Yayah, tolong aku," teriak Akbar sambil menangis dan menjerit.
"Sudah, sudah berikan saja anak itu kepada Ibunya, dasar anak kampung sudah dibaikin malah berteriak, bikin malu saja," ucap Ningrum dengan ketus.
"Jaga ucapan Nyonya, kami memang orang kampung, tapi paling tidak kami masih punya hati nurani, dan saya juga berhasil mendidik putraku menjadi anak yang berakhlak bagus," jawab Syifa dengan ketus.
“Halah, akhlak dan agama, buat apa jika masa depannya hanya menjadi petani seperti Ayahmu yang miskin itu, " hina Ningrum sambil tersenyum sinis.
"Mama! Jaga ucapanmu," bentak Andre kepada Ningrum.
"Nyonya Ningrum yang terhormat, jangan pernah anda menghina keluarga saya, saya pastikan kelak anda dan putra anda akan menyesal karena perbuatan kalian selama ini," jawab Syifa sambil berjalan mendekati Ningrum.
Ningrum yang sudah kesal, langsung berjalan keluar dari rumah itu. Andre yang merasa malu dengan sikap sang istri langsung memberikan Akbar kepada Syifa. Perlahan Andre mengeluarkan sebuah amplop coklat dari dalam tasnya dan diberikan kepada Syifa.
"Syifa ini ada sedikit uang untuk kebutuhan Akbar selama disini, nanti setiap bulan saya dan Rudi akan kesini untuk menjenguk Akbar dan memberikan uang untuk kebutuhannya," ucap Andre sambil memberikan amplop kepada Syifa.
"Maaf Tuan, bukannya saya tidak mau menerima pemberian Tuan, tapi insya Allah saya masih mampu menghidupi anak saya dengan kerja keras saya sendiri, saya ucapkan terima kasih karena Tuan masih perhatian dan peduli kepada Akbar, " jawab Syifa sambil mendorong amplop yang ada dihadapannya.
"Syifa, kamu benar-benar berubah, kamu yang sekarang adalah wanita mandiri dan baik, aku salut atas kerja kerasmu dalam membesarkan putra kita, " batin Rudi sambil menatap Syifa.
Setelah cukup lama Andre dan Rudi pun langsung berpamitan kepada Syifa dan keluarganya. Sekilas Rudi menatap Anjas yang diam mematung di sudut ruangan itu. Perlahan dia mulai mendekati sang sahabat sambil berbisik.
"Aku pastikan jika aku akan merebut Syifa dari tanganmu, " bisik Rudi kepada Anjas.