Sesuai dengan apa yang sudah di rencanakan Sherin dan Ningrum, dan setelah menghubungi Anita untuk menanyakan kapan dan dimana Rudi akan melakukan tes DNA. Mereka langsung bergegas pergi ke rumah Rudi. Syifa yang sedang sibuk menyiapkan makanan langsung terkejut saat melihat kedatangan Ningrum dan kedua putrinya.
"Mau apa lagi mereka kesini?" batin Syifa sambil menatap Ningrum dan kedua putrinya dengan tatapan penuh kebencian.
"Makanan kampung lagi," ucap Ningrum sambil melihat menu makanan yang ada diatas meja.
"Maklum saja, Ma. Pembantu kita 'kan dari kampung terpencil jadi ya hanya mampu memasak makanan kampung," jawab Anita sambil tersenyum kecil.
"Apa kalian mau sarapan bersama kami? Aku akan segera mengambilkan piring di dapur," tanya Syifa sambil berdiri dan bersiap berjalan ke arah dapur.
"Tidak perlu, kami tidak terbiasa dengan makanan kampung seperti ini," jawab Ningrum dengan ketus.
"Rudi, apa kamu jadi melakukan tes DNA hari ini?" tanya Ningrum kepada sang putra yang sedang menikmati makanannya.
"Iya Ma," jawab Rudi singkat.
"Jangan lupa siapkan sample rambutnya dari rumah, biar sampai sana kamu tidak pusing menyiapkannya," perintah Ningrum sambil melirik ke arah Syifa.
"Sudah, rambutku sudah aku siapkan di laci kamarku. Syifa apa sampel rambut Akbar sudah kamu siapkan?" tanya Rudi kepada Syifa.
"Sudah, Mas. Ada di dalam tasku," jawab Syifa dengan sedikit menunduk.
"Jika terbukti Akbar bukan putra kandungmu bagaimana? Apa kamu akan menceraikan Syifa," tanya Ningrum kepada Rudi.
"Kenapa Ibu mertuaku selalu mengungkit masalah perceraian? Apa tidak bisa dia membuka hati dan menerima kehadiranku sebagai menantu," batin Syifa sambil memasukkan makanan dalam mulutnya.
"Kita lihat saja nanti, Ma." jawab Rudi sambil meletakkan gelas yang ada di tangannya.
"Aduh, Mama tolong perutku sakit sekali!" tiba-tiba Anita berteriak sambil memegang perutnya yang sudah terlihat membuncit.
"Anita, kamu kenapa?" tanya Ningrum sambil terlihat panik.
"bagaimana kalau kita ke rumah sakit saja," ucap Sherin sambil menatap Ningrum.
"Kalau begitu aku ambil kunci mobil di kamar dulu, Syifa kamu ambil tas sekalian bawa sampel rambut Akbar," perintah Rudi kepada Syifa.
"Mas kunci mobilnya biar aku saja yang ambil, lebih baik Mas Rudi bantu Mama bawa Kak Anita ke mobil," ucap Sherin sambil langsung berlari ke arah kamar Rudi.
***
Anita yang sejak dirumah merasakan sakit di perutnya langsung di bawa ke ruang UGD untuk melakukan pemeriksaan. Saat yang lain sedang menjaga Anita, Rudi dan Syifa langsung berjalan ke arah laboratorium untuk memberikan sampel rambut miliknya dan Akbar. Syifa berharap kali ini hasil tes ini tidak salah, agar dia bisa membuktikan kebohongan yang dilakukan oleh Ningrum.
"Bagaimana keadaan Anita?" tanya Rudi yang baru saja datang dari laboratorium.
"Ini semua gara-gara perempuan kampung ini, Dokter bilang Anita salah makan jadi kandungannya sedikit terganggu!" bentak Ningrum kepada Syifa.
"Lagian anak kemarin sore di suruh masak, ya pasti belum bisa lah. Bisa jadi dia masak kurang bersih, secara diakan berasal dari kampung pedalaman jadi tidak tahu standar kebersihan," tambah Shania sambil melirik Syifa yang hanya bisa menunduk ketakutan.
"Eh! Perempuan udik, kamu kasih apa makanan itu? Sampai-sampai Anita keracunan," tanya Ningrum sambil membentak Syifa dan mengangkat dagu Syifa dengan jari telunjuknya agar menatap matanya.
"Saya tidak meletakkan apa-apa Nyonya, lagi pula jika saya meletakkan racun di makanan itu pasti kami juga akan mengalami hal yang sama," jawab Syifa sambil ketakutan.
"Kamu pasti membedakan makanan Anita dan yang lain, agar tidak ada yang curiga dengan apa yang kamu lakukan, iya 'kan?" desak Ningrum hingga membuat Syifa ketakutan dan menangis.
"Ma, Rudi mohon jangan buat kekacauan disini," tegas Rudi kepada Ningrum yang masih terus mendesak Syifa untuk mengaku.
"Wajarlah kalau Mama panik, karena yang di dalam rahim Kak Anita 'kan cucu pertama," jawab Sherin dengan ketus.
"Diam kamu Sherin! Jangan menjadi api yang bisa membuat semuanya semakin terbakar," bentak Rudi sambil menatap Sherin dengan tajam.
Hampir satu jam lebih mereka menunggu Anita yang sedang melakukan pemeriksaan terhadap kandungannya. Hingga tiba-tiba seorang Suster keluar dari ruang UGD. Seluruh keluarga yang panik langsung menghampiri sang suster yang berteriak mencari keluarga dari Anita.
"Saya suaminya Sus, bagaimana keadaan Istri saya?" tanya Rudi kepada seorang Suster.
"Ibu Anita tidak apa-apa, beliau hanya keracunan makanan, tapi untungnya tidak sampai membahayakan Ibu dan bayinya," jelas sang suster sambil tersenyum ramah.
"Apa Menantu saya perlu dirawat inap Sus?" tanya Ningrum.
"Tidak perlu Bu, Ibu Anita hanya perlu istirahat total di rumah, dan ini ada beberapa obat yang harus Bapak tebus di apotik," jawab sang suster sambil menyerahkan selembar kertas resep kepada Rudi.
"Baik, terima kasih Sus," jawab Rudi yang dibalas anggukan ramah oleh sang suster.
"Ma, aku titip Anita dulu, Syifa kamu disini saja aku mau bayar biaya administrasi dan tebus obat Anita," ucap Rudi yang langsung meninggalkan tempat itu.
"Eh perempuan udik! Kamu pikir kamu bisa menang dari kami? Aku pastikan sebentar lagi kamu akan ditendang dari statusmu sebagai seorang istri," ancam Ningrum kepada Syifa.
"Kalau boleh tahu, kenapa Nyonya sangat membenci saya? Padahal selama ini saya selalu berusaha menjadi Menantu yang baik buat Nyonya," tanya Syifa kepada Ningrum.
"Itu karena kamu terlahir sebagai anak petani miskin, dan asal kamu tahu keluar saya tidak ada yang boleh menikah dengan orang miskin, karena itu hanya akan membuat kami susah," jawab Ningrum sambil bertolak pinggang.
"Makanya kalau mimpi itu jangan ketinggian Say, kalau jatuh sakitnya minta ampun," ledek Sherin sambil mengangkat wajah Syifa.
Saat mereka sedang seru membully Syifa, Anita yang sejak tadi di dalam ruang UGD tiba-tiba keluar. Terlihat wajah bahagia dalam diri Anita. Hingga membuat Syifa sedikit bingung.
"Anita, apa kamu baik-baik saja?" tanya Syifa sambil mengusap air matanya.
"Seperti yang kamu lihat, racunmu gagal membunuhku dan bayi ini," jawab Anita sambil mengusap perutnya yang sudah mulai membuncit.
"Demi Allah aku tidak pernah menaruh racun dalam makananmu, aku selalu berusaha merawatmu dengan baik agar kamu dan anak yang ada dalam kandunganmu sehat," jawab Syifa sambil menatap Anita.
"Sudah, lebih baik kita makan di restoran saja," ajak Ningrum kepada Anita sambil menggandeng tangan sang menantu.
Hampir tiga puluh menit Syifa duduk di lorong rumah sakit sambil menunggu kedatangan Rudi. Karena dia tahu jika Ningrum, Anita dan kedua putrinya tidak akan mengizinkan dia ikut dalam satu mobil yang sama. Rudi yang saat itu baru datang terlihat bingung saat melihat Syifa yang duduk seorang diri.
"Dimana yang lain?" tanya Rudi kepada Syifa yang sedang bersandar sambil memejamkan mata.
"Mereka sudah pulang dengan menggunakan taksi Mas," jawab Syifa sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Mama ini bagaimana, sudah tahu Anita sakit malah mengajaknya pulang naik taksi," omel Rudi.
"Mas, bagaimana hasil laboratoriumnya?" tanya Syifa yang terlihat tegang.
"Tadi aku baru dari laboratorium, dan hasilnya baru keluar besok lusa, lebih baik kita pulang sekarang," ajak Rudi sambil berjalan di hadapan Syifa.
"Ya Allah, lama sekali hasil itu keluar. Aku sudah tidak sabar ingin mengetahui kebenaran yang sudah ditutupi oleh mertuaku," batin Syifa sambil berjalan di belakang sang suami.