“Mas Rudi." ucap Syifa saat melihat sang suami masuk ke dalam kamarnya.
Rasa marah, kesal dan benci terlihat jelas di wajah Rudi saat menatap Syifa yang masuk duduk di tempat tidur. Perlahan Rudi mulai mendekati sang istri, dengan kasar dia mulai menggenggam tangan Syifa hingga membuatnya kesakitan. Ini adalah pertama kalinya Rudi melakukan kekerasan secara fisik kepada sang istri.
"Cepat! Katakan siapa Ayah kandung Akbar," perintah Rudi sambil menggenggam lengan tangan Syifa dengan kasar.
"Aku berani bersumpah demi apapun jika Akbar adalah putra kandungmu, Mas," jawab Syifa sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan suaminya.
"Lebih baik kamu jujur, setelah itu aku akan antarkan kamu dan Akbar pulang ke kampung sekarang juga," paksa Rudi yang masih tidak percaya dengan ucapan Syifa.
"Jika kamu ingin menceraikanku kenapa harus menunggu aku jujur? Bahkan saat aku jujur pun kamu tetap percaya surat itu dibanding ucapanku!" bentak Syifa sambil menahan rasa sakit di tangannya.
"Bagaimana aku bisa percaya kepadamu! Sedangkan surat yang diberikan Mama adalah surat yang keluar dari laboratorium, dan itu adalah tes DNA antara aku dan Akbar," teriak Rudi tepat di wajah Syifa hingga membuatnya langsung terkejut dan menutup matanya.
"Lalu kejujuran apa yang kamu inginkan dariku, bukti yang menurutmu benar saja sudah ada di depan matamu sendiri, apa kamu tidak curiga dengan Mamamu bisa saja dia memfitnahku," jawab Syifa sambil menatap Rudi dengan tajam.
"Jadi sekarang kamu menuduh Mamaku berbohong?" tanya Rudi yang terlihat lebih marah saat mendengar tuduhan Syifa kepada Ningrum.
"Iya, bukankah kamu tahu Mama, adik-adikmu dan Anita tidak menyukaiku, jadi bisa jadi mereka diam-diam memfitnahku," jawab Syifa yang terlihat tidak takut dengan sang suami.
"Plak," Rudi yang sudah tidak dapat menahan emosinya langsung menampar pipi sang istri dengan keras.
“Jangan pernah menuduh Mamaku melakukan hal serendah itu, kami adalah keluarga berpendidikan tinggi jadi tidak mungkin melakukan hal selicik itu,” ucap Rudi sambil mengacungkan telunjuknya ke wajah Syifa.
“Kalian memang berpendidikan tinggi tapi agama dan hati nurani kalian sangat rendah, hingga membuat kalian bisa dengan muda menghina bahkan menyakiti orang lain!” bentak Syifa sambil memegangi pipinya yang sakit karena tamparan Rudi.
“Lalu apa yang kamu ingin kamu lakukan sekarang?" tanya Rudi dengan nada kesal.
"Aku mau tes DNA ulang," jawab Syifa seolah ingin menantang sang suami.
"Baik akan aku turuti keinginanmu," jawab Rudi yang terdengar tidak takut dengan tantangan sang istri lalu pergi meninggalkan kamar Syifa.
"Aduh kenapa aku harus mengajukan tes DNA kepada Mas Rudi, sedangkan aku sendiri tidak tahu apa dan bagaimana test itu. Ya ampun Syifa kenapa kamu bodoh sekali sih," omel Syifa kepada dirinya sendiri sambil mondar-mandir di kamarnya seperti orang yang sedang bingung.
Ditempat terpisah Ningrum dan Anita yang diam-diam mendengarkan pembicaraan antara Syifa dan Rudi terlihat begitu khawatir. Mereka berusaha mencari cara agar bisa menggagalkan rencana Syifa untuk melakukan tes DNA kembali. Saat mereka sedang dilanda kebingungan tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan Rudi di kamar Anita.
"Mama kenapa terlihat begitu pucat?" tanya Rudi saat melihat sang ibu terlihat pucat.
"Tidak, Mama hanya kelelahan saja. Ada apa kamu kesini?" tanya Ningrum sambil berusaha menghilangkan rasa gugup di hatinya.
"Aku hanya ingin memberitahu jika aku dan Syifa akan melakukan tes DNA kembali," jawab Rudi hingga membuat Ningrum dan Anita terkejut.
"Kenapa? Apa kalian menuduh Mama berbohong atas hasil itu, mana mungkin Mama bisa memalsukan hasil itu sedangkan kamu tahu sendiri tidak sembarang orang bisa masuk ke ruangan laboratorium, paling juga kita diminta menunggu di lobby," jelas Ningrum yang sangat berharap Rudi mau mengurungkan niatnya.
"Syifa benar-benar keterlaluan, sudah menipu kita dia juga sudah menuduh Mama memalsukan data hasil laboratorium," tambah Anita sambil melipat kedua tangannya.
"Syifa hanya ingin meyakinkanku jika Akbar adalah anak kandungku, itu saja. Jadi menurutku tidak ada salahnya 'kan jika kita melakukan test sekali lagi," jelas Rudi kepada NIngrum.
"Jadi kamu lebih membela perempuan itu dan menuduh Mama memalsukan hasil laboratorium? Sejak awal perempuan itu datang ke rumah kita Mama sudah tidak suka, tapi kamu terus mendesak dan hasilnya saat ini dia justru membuat masalah dalam keluarga kita!" bentak Ningrum sambil berdiri di depan sang putra.
"Bukan begitu Ma, aku hanya ingin berbuat adil saja kepada Syifa karena bagaimanapun juga dia adalah istri sahku," jawab Rudi sambil memeluk pundak Ningrum.
"Statusnya hanya istri siri, kenapa kamu tidak ceraikan saja dia?" tanya Ningrum kepada sang putra.
"Tidak semudah itu Ma, aku juga sangat mencintai Syifa. Jadi aku tidak mungkin menceraikannya," jawab Rudi dengan lembut.
"Jika kamu mencintainya lalu bagaimana dengan perasaanmu kepadaku Mas?" tanya Anita saat mendengar pernyataan Rudi kepada Ningrum.
"Seperti yang selalu aku bilang, aku menikahimu karena perintah Mamaku, jadi maaf jika aku tidak memiliki perasaan apapun kepadamu selama ini," jawab Rudi kepada Anita.
"Terserah kamu mau melakukan apapun, Mama sudah tidak peduli. Matamu sudah di butakan oleh cintamu kepada perempuan miskin itu!" bentak Ningrum sambil mengambil tasnya dan berjalan keluar dari kamar Anita.
"Puas kamu Mas? Puas kamu sudah menyakiti hati Mamamu sendiri demi perempuan miskin itu!" bentak Anita seolah peduli dengan perasaan Ningrum.
Rudi yang merasa bersalah langsung mengejar Ningrum yang sudah berjalan menuruni anak tangga. Sejak kecil Rudi adalah seorang anak laki-laki yang memiliki prinsip tidak mau menyakiti hati sang ibu. Bahkan banyak gadis yang sudah ditinggalkan hanya karena keinginan Ningrum.
Bagi Ningrum status sosial dan harta adalah yang paling utama, oleh karena itu dia selalu menekankan kepada ketiga anaknya untuk mencari pendamping yang setara dengan mereka. Karena jika menantunya berasal dari keluarga kaya mereka tidak akan merepotkan keluarganya. Terlebih Rudi yang termasuk anak laki-laki pertama dan satu-satunya di keluarga itu selalu mendapat tekanan dalam hal memilih pasangan. Bagi Ningrum perempuan dari kalangan bawah seperti Syifa hanya akan menyusahkan putra kesayangannya di kemudian hari.
“Ma, Mama!” teriak Rudi sambil berlari berusaha mengejar sang ibu yang masih terus berjalan.
“Rudi mohon Ma, dengarkan penjelasanku dulu,” pinta Rudi saat sudah berdiri di hadapan sang ibu.
“Apalagi yang ingin kamu jelaskan, sejak mengenal perempuan itu kamu jadi anak yang pembangkang dan berani kepada Mama, lalu apalagi yang harus kamu jelaskan lagi?” jawab Ningrum yang terlihat sangat kecewa dengan sang putra.
“Bukan begitu Ma, Rudi hanya ingin berbuat adil kepada Syifa dan Mama. Lagipula selama ini aku juga sudah sering menuruti kemauan Mama, apa salahnya kalau kali ini Mama mengikuti kemauanku,” bujuk Rudi sambil terlihat memohon kepada NIngrum.
“Mulai sekarang jalani saja hidupmu, jangan pikirkan perasaan Mama,” jawab Ningrum yang langsung masuk ke dalam sebuah taksi online yang dipesannya beberapa menit yang lalu.
“Bagus, aku harap permusuhan diantara keluarga ini akan terus berlanjut, jadi dengan begitu aku jadi lebih mudah menyingkirkan mereka satu per satu,” ucap Anita yang diam-diam mengintip dari kejauhan.
***
Ningrum yang baru saja tiba di rumahnya langsung masuk ke dalam rumah dengan rasa kesal. Shania dan Sherin yang sedang menonton televisi langsung terlihat bingung saat melihat wajah kesal sang ibu. Setelah Ningrum duduk kedua putrinya langsung mencoba bertanya tentang apa yang telah terjadi kepadanya.
“Mama kenapa?” Shania yang termasuk putri terkecilnya.
“Mama sedang kesal sama Masmu,” jawab Ningrum dengan nada kesal.
“Mas Rudi? Memang Mama dari rumah Mas Rudi,” tanya Shania dengan penasaran.
“Iya, kalian tahu tidak Mas jika otak Masmu itu sudah di racuni oleh perempuan miskin itu, bahkan bisa jadi dia sudah di pelet,” jawab Ningrum sambil melipat tangannya.
“Pelet,” jawab Shania dan Sherin dengan bersamaan sambil tertawa.
“Kenapa kalian tertawa! Apa kata-kata Mama ada yang lucu,” bentak NIngrum kepada kedua putrinya.
“Bukan begitu Ma, kami hanya aneh saja di era modern seperti ini apa pelet masih berlaku, foto sama aslinya saja bisa berubah di sebuah ponsel, jadi mustahil deh setannya nggak nyasar," jawab Shania yang memang memiliki sifat ceplas ceplos.
"Jadi menurutmu Mama bohong," ucap Ningrum sambil memukul putri bungsunya itu.
"Sudah, lebih baik aku panggilkan Marni dulu agar dia membuatkan Mama minuman dingin," bujuk Sherin sambil menahan tawa.
Sherin pun langsung memanggil Marni dan memintanya untuk membuat minuman dingin dan camilan untuk mereka. Terlihat sekali wajah kesal Ningrum kepada ucapan Shania yang tidak percaya akan adanya ilmu pelet. Andre yang saat itu baru saja keluar dari kamar langsung berjalan ke arah ruang keluarga saat mendengar keributan.
"Ada apa ini ribut-ribut? Kalian tahu suara kalian bertiga terdengar sampai di masjid komplek yang ada diujung jalan sana," ledek Andre yang baru saja datang.
"Papa pikir suara kita toa masjid sampai sekencang itu," protes Sherin sambil memonyongkan bibirnya.
"Ini Pa, Mama bilang Mas Rudi sudah di pelet sama perempuan oon itu," jelas Shania sambil menoleh ke arah Andre.
"Mama ke rumah Rudi? Papa harap kamu tidak membuat kekacauan disana," ucap Andre sambil berjalan mendekati Ningrum dan langsung duduk di samping sang istri.
"Mama kesana hanya mau memberikan hasil DNA Akbar," jawab Ningrum sambil membuang muka.
"Hasil DNA," jawab Andre dan kedua putrinya yang terkejut dengan ucapan ningrum.
“Lalu bagaimana hasilnya? Akbar memang anak Rudi 'kan," tanya Andre kepada sang istri dengan penasaran.
"Akbar bukan anak kandung Rudi, tapi saat Mama menyerahkan hasil DNA itu Syifa terus mengelak dan akhirnya membuat Rudi ingin melakukan test lagi," jawab Ningrum sambil minum air yang baru saja di suguhkan oleh Marni.
“Mama yakin Akbar bukan anak kandung Rudi?” tanya Andre seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan Ningrum.
“Jadi selama ini kita dibohongi oleh perempuan miskin itu! Oh my god aku yang sarjana dibohongi anak ingusan seperti Syifa," teriak Shania sambil menepuk jidatnya.
"Aku yakin Mama pasti melakukan sesuatu dengan hasil itu, secara Mama 'kan licik" batin Sherin sambil terus menatap Ningrum.
"Kalau menurut Papa lebih baik Mama tidak perlu ikut campur dengan urusan rumah tangga Rudi dan kedua istrinya, biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri," saran Andre sambil berusaha meredakan amarah sang istri.
"Tapi Syifa sudah benar-benar keterlaluan Pa, dia memikat Rudi dengan menggaku jika putra kita sudah menghamilinya, apa Papa tega lihat Rudi terus-terusan dibohongi perempuan licik itu?" tanya Ningrum kepada sang suami.
"Iya Papa tahu maksud Mama baik, tapi untuk saat ini biarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri. Jika mereka ingin melakukan tes lagi ya sudah biarkan saja, itu 'kan hak mereka. Sebagai orang tua kita hanya bisa mendoakan yang terbaik buat mereka," nasehat Andre kepada Ningrum.
"Papa sama Rudi sama saja! Kalian berdua tidak pernah menghargai kebaikan Mama sama sekali," jawab Ningrum dengan nada ketus sambil berjalan ke arah kamar Shania.
Sherin dan Shania yang melihat Ningrum pergi langsung mengikutinya. Sherin hafal betul dengan sikap mamanya jika marah dengan sang ayah, Ningrum pasti masuk ke kamar Shania untuk menenangkan diri. Kesempatan itulah yang akan digunakan Sherin untuk mengintrogasi sang mama. Perlahan Sherin mendekati Ningrum yang duduk ditempat tidur sang adik.
"Mama ok?" tanya Sherin sambil memegang tangan Ningrum.
"Mama baik-baik saja, hanya saja Mama kesal karena Papamu dan Rudi selalu membela perempuan miskin itu," jawab Ningrum sambil menarik nafas dalam-dalam.
“Ma, apa Sherin boleh bertanya sesuatu?” tanya Sherin dengan sedikit takut dan langsung dijawab dengan anggukan oleh Ningrum.
“Apa hasil test itu asli? Apa Mama tidak merubah hasil tes DNA itu sama sekali,” tanya Sherin dengan penasaran.
“Iya, Akbar memang anak kandung Mas Rudi, dan Mama sudah meminta petugas laboratorium untuk memalsukan data itu,” jawab Ningrum hingga membuat kedua putrinya terkejut.
“Ya ampun Ma, apa Mama tidak tahu jika apa yang Mama lakukan ini bisa membuat Mama dipenjara jika mereka tahu,” ucap Sherin dengan wajah panik.
“Mama tahu, makanya Mama khawatir saat Masmu bilang akan melakukan tes DNA ulang,” jawab Ningrum sambil terlihat ketakutan.
“Bahaya, Ma. Kalau sampai terbukti Akbar anak kandung Mas Rudi berarti Mama akan masuk penjara, dan kami akan jadi anak narapidana. Aku nggak mau ah jadi anak narapidana,” celetuk Shania yang langsung mendapat cubitan dari sang kakak.
“Kita harus cari cara bagaimana caranya agar Mas Rudi tidak melakukan tes DNA itu,” usul Sherin sambil terlihat berpikir.
“Itu tidak akan mungkin, karena Mama sudah coba membujuk nya, tetapi Mas mu bersikeras melakukan test itu atas permintaan wanita kampung itu,” jawab Ningrum sambil menggenggam kedua tangannya.
Sherin terlihat tidak mendengarkan ucapan Ningrum, yang ada dipikirannya saat ini adalah bagaimana caranya menggagalkan rencana Rudi dan Syifa. Dia tahu walaupun Rudi melakukan tes DNA pasti ada cara yang membuat test itu menunjukkan jika Akbar bukanlah darah dagingnya. Setelah beberapa saat berpikir Sherin akhirnya mendapatkan ide yang bagus untuk menyelamatkan sang mama.
“Aku sudah dapat ide, tapi aku butuh bantuan Mama atau Kak Anita,” ucap Sherin dengan tiba-tiba.
Ningrum yang awalnya terlihat cemas, langsung terlihat bahagia saat mendengar ide yang diberikan sang putri. Dia berharap apa yang dilakukan kali ini akan membuat Rudi menceraikan Syifa. Senyum kemenangan kini terlihat jelas di wajah Ningrum dan kedua putrinya.