“Silahkan, Syifa. Karena sebagai seorang istri kamu juga berhak menentukan pilihan untuk hidupmu," jawab Andre sambil mempersilahkan Syifa bicara.
"Mas Rudi, apa yang dikatakan orang tuamu itu benar, pilihlah salah satu diantara kami dan apapun pilihanmu akan aku terima dengan ikhlas," ucap Syifa sambil menetap Rudi dan tersenyum walaupun dalam hatinya menyimpan luka yang sangat dalam.
"Aku yakin Mas Rudi akan lebih memilihku dibandingkan kamu, karena kamu lihat saja aku jauh lebih cantik, pintar bahkan aku mempunyai karir yang bagus, iya 'kan, Mas?" ucap Anita sambil memeluk tangan Rudi dengan erat.
"Iya, jika Mama jadi Rudi pasti akan memilih Anita yang jauh lebih segalanya daripada wanita kampung sepertimu," sahut Ningrum sambil berdiri dan menatap Syifa dengan tatapan penuh kebencian dan rasa jijik.
"Mama! Lebih baik kamu diam, biarkan Rudi memilih sesuai hatinya dan jangan pernah kamu ikut campur dalam masalah ini," bentak Andre kepada sang istri.
"Rudi cepat pilih satu dari dua wanita ini yang akan kamu jadikan pendampingmu hingga kamu tua," perintah Andre sambil berjalan ke arah sang putra dan menepuk pundaknya dengan perlahan.
Rudi yang saat itu hanya diam hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar. Wajah tampan Rudi terlihat begitu kusut, seolah menanggung beban yang sangat berat di pundaknya. Perlahan Rudi mulai melepaskan tangan Anita dan sedikit bergeser menjauh dari wanita yang ada di sampingnya itu.
"Syifa, aku memilihmu menjadi istriku dan aku janji akan segera menikahimu secara sah di mata negara dan agama," ucap Rudi sambil berjalan di hadapan Syifa.
"Kamu pasti bercanda 'kan, Mas? Tidak mungkin kamu memilih pelacur murahan itu," tanya Anita yang terlihat tidak terima dengan ucapan sang suami.
"Maaf, Anita. Aku sudah yakin dengan keputusanku, aku memang sangat mencintai Syifa," jawab Rudi sambil menoleh ke arah Anita.
"Jika kamu mencintai pelacur ini lalu kenapa kamu menikahiku!" bentak Anita sambil menampar pipi Rudi.
"Aku menikahimu atas permintaan Mama ku yang sangat berharap memiliki menantu sepertimu, jadi sekali lagi maafkan aku, karena aku tidak bisa hidup dengan perempuan yang tidak aku cintai," jawab Rudi sambil sedikit menunduk.
"Rudi cepat kamu ubah ucapanmu, apa kamu tidak malu mempunyai istri perempuan kampung seperti Syifa!" bentak Ningrum kepada putranya sambil menatap Rudi dengan tajam.
"Plak!" tiba-tiba Anita menampar pipi Syifa dengan sangat keras.
"Dasar perempuan kampung miskin! Apa ini yang diajarkan orang tuamu sehingga membuatmu menjadi perempuan yang merusak rumah tangga orang lain, aku yakin kamu dan keluarga miskinmu hanya mengincar harta Rudi dan keluarganya saja 'kan? " bentak Anita sambil menatap Syifa dengan tatapan marah.
"Anita! Jaga sikapmu." bentak Rudi sambil mendorong tubuh Anita agar sedikit menjauh dari Syifa.
"Asal Mbak Anita tahu, perempuan yang merusak rumah tangga orang adalah Mbak Anita sendiri. Karena bagaimanapun juga saya adalah istri sah Mas Rudi secara agama, dan satu lagi jangan pernah bawa nama orang tua saya dalam masalah ini, atau kalau tidak …." belum selesai Syifa menjawab Anita langsung memotong ucapan Syifa.
"Kalau tidak apa?" tanya Anita sambil berjalan mendekati Syifa.
"Plak!" tiba-tiba Syifa menampar pipi wanita yang telah menjadi madunya itu.
"Itu tamparan untuk orang yang sudah menghina orang tuaku." ucap Syifa sambil menatap Anita dengan tatapan benci.
"Rudi! Mama harap kamu bisa berpikir lagi, bagaimanapun juga Syifa tidak pantas bersanding denganmu, " bentak Ningrum sambil menarik tangan putranya.
"Rudi tetap pada keputusan awal, bukan hanya karena cinta tapi karena Akbar itu darah daging Rudi, Ma." jawab Rudi sambil melepaskan tangan Ningrum.
"Apa kamu yakin jika Akbar adalah putra kandungmu, bisa saja dia sudah berhubungan badan dengan laki-laki lain, lagipula Anita juga sudah hamil jadi kamu tidak bisa meninggalkannya begitu saja," ucap Ningrum yang membuat hati Rudi sedikit goyah atas keputusannya.
"Apa maksud, Nyonya?" tanya Syifa seolah tidak mengerti apa yang diucapkan Ningrum.
"Bisa saja sebelum kamu berhubungan intim dengan putraku, kamu sudah berhubungan dengan laki-laki lain, dan saat kamu hamil justru putraku yang kamu rayu agar mau tidur bersamamu," jawab Ningrum sambil berjalan mendekati Syifa.
"Maaf, Nyonya. Saya memang miskin harta tapi saya tidak miskin ilmu, bahkan saya tahu batasan dalam bergaul jadi, Nyonya tidak perlu khawatir saya akan menipu Mas Rudi," jawab Syifa sambil menatap mata Ningrum dengan tajam.
"Masa, apa kamu berani jika kami melakukan tes DNA atas putramu?" tanya Ningrum seolah ingin menggertak Syifa.
"Silahkan, jika memang itu bisa membuat Nyonya dan yang lain percaya." jawab Syifa sambil terus menatap Ningrum dengan tajam.
"Sudah, Ma. Sebagai orang tua kamu harusnya mendukung pilihan anakmu, bukan malah memperkeruh," ucap Andre sambil mendekati sang istri.
"Memperkeruh, memang siapa yang memperkeruh? Aku hanya bicara apa adanya, lagipula tidak ada bukti jika Akbar anak kandung dari Rudi," jawab Ningrum dengan ketus.
"Rudi, jangan dengarkan ucapan Mama mu. Karena Anita sedang hamil jadi kamu tidak bisa meninggalkannya sekarang, tapi tidak mungkin juga kalian tinggal satu atap dengan kami, jadi mulai hari ini kamu dan kedua istrimu bisa menempati rumah Papa yang lain," jelas Andre sambil memberikan sebuah kunci kepada Rudi.
"Baik, Pa. Terima kasih," ucap Rudi sambil menerima kunci dari tangan Andre.
"Syifa, ayo aku bantu berkemas-kemas," ajak Rudi sambil menggandeng tangan Syifa.
"Lalu bagaimana denganku, apa kamu tidak mau membantuku Mas?" tanya Anita sambil berteriak.
Rudi tidak mendengarkan bahkan tidak peduli dengan teriakan Anita. Dia terus saja berjalan sambil menggandeng tangan Syifa ke arah paviliun untuk berkemas-kemas. Ningrum yang saat itu melihat Anita kesal langsung mendekati menantu kesayangannya.
"Ayo, biar Mama yang bantu kamu bersiap-siap," ajak Ningrum sambil menggandeng tangan Anita.
"Tidak perlu, aku bisa bersiap-siap sendiri!" bentak Anita sambil melepaskan tangan Ningrum dengan kasar lalu berjalan ke arah kamarnya.
Setelah kepergian Rudi dan kedua istrinya dari ruang kerja Andre, Shania dan Sherin yang saat itu hanya diam tanpa berani berucap langsung berjalan keluar ruangan
. Terlihat Ningrum menatap tajam sang suami yang mulai duduk di kursi kerjanya. Perlahan dia mendekati sang suami yang sedang menikmati segelas air putih yang sudah ada di atas meja kerja.
"Ini semua gara-gara Papa!" bentak Ningrum hingga membuat sang suami sedikit terkejut.
"Kenapa harus Papa yang disalahkan?" tanya Andre yang tidak mengerti tentang maksud ucapan sang istri.
"Ini semua karena Papa mengirim Rudi ke kampung itu, dan harusnya Papa memihak Mama bukan malah memihak perempuan kampung itu," jawab Ningrum dengan Nada kesal.
"Ma, Papa tidak memihak siapapun, Papa hanya membiarkan Rudi belajar menjadi laki-laki yang bertanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan, itu saja kok," jawab Andre sambil menoleh ke arah Ningrum.
"Tapi tetap ini kesalahan Papa," ucap Ningrum yang langsung berjalan ke luar ruangan.
***
Ningrum yang sedang kesal langsung berjalan ke arah kamar Anita dengan terburu-buru. Terlihat Anita sedang memasukkan pakaiannya kedalam koper dengan kasar. Perlahan Ningrum masuk ke dalam kamar dan duduk di tempat tidur.
"Mau apa Mama kesini?" tanya Anita sambil terus memasukkan pakaiannya.
"Anita dengarkan Mama dulu, kamu berhenti dulu dan duduk disini sebentar." perintah Ningrum sambil memegang tangan sang menantu.
"Jika Mama kesini hanya untuk membela Mas Rudi lebih baik Mama pergi," jawab Anita dengan ketus.
"Mama janji akan membantumu menyingkirkan perempuan kampung itu dari kehidupanmu dan Rudi," ucap Ningrum sambil tersenyum.
"Apa Mama mampu? Sedangkan Mas Rudi saja sangat membela perempuan itu," jawab Anita seolah tidak yakin dengan janji yang diberikan Ningrum.
"Tentu, sini Mama akan membisikkan kamu sesuatu," ucap Ningrum sambil mulai membisikkan sesuatu kepada Anita.
"Apa Mama yakin cara ini akan berhasil?" tanya Anita setelah dia mendengar ucapan sang mertua.
"Pasti, tapi Mama minta kamu sedikit bersabar dan ikuti setiap perintah yang Mama berikan," jawab Ningrum sambil tersenyum licik.