"Sekarang aku tanya sama Mama, apa Mama lupa kalau tadi kami pamit ke Dokter?" tanya Rudi kepada Ningrum.
"Mama ingat, tapi kenapa sampai selama ini?" tanya Ningrum sambil mendesak Rudi.
"Rumah sakit itu tempat umum jadi wajar kalau lama." jawab Rudi sambil berjalan ke arah kamarnya.
Melihat sang suami masuk ke dalam kamar Anita langsung mengikutinya. Terlihat Rudi mulai memejamkan mata seolah terlihat sangat lelah. Anita yang saat itu sudah berada di dalam kamar langsung masuk dan duduk diatas tempat tidur.
"Sepertinya kamu sangat lelah, Mas?" tanya Anita dengan lembut.
"Iya," jawab Rudi dengan singkat.
"Apa mau aku pijitin atau aku buatkan teh hangat untukmu?" tawar Anita sambil memegang tangan suaminya.
"Tidak perlu, lebih baik kamu keluar, karena aku ingin beristirahat." jawab Rudi hingga membuat Anita kesal dan keluar dari kamarnya.
Anita yang kesal dengan Rudi langsung menemui Syifa yang sedang menemani Akbar. Anita yang dalam kondisi marah langsung membuka kamar Syifa. Dia langsung menyeret Syifa keluar kamar dengan cara menarik rambutnya.
"Syifa!" teriak Anita sambil membuka pintu kamar Anita.
"Iya, Mbak. Ada apa?" tanya Syifa yang langsung terkejut.
"Sini kamu, dasar pelakor." ucap Anita sambil menjambak rambut Syifa.
"Astagfirullahaladzim. Ada apa, Mbak?" tanya Syifa sambil menggendong Akbar.
"Ya Allah, Mbak Anita. Kasihan Akbar Mbak!" teriak Mbok Inah sambil membujuk Anita agar mau melepaskan Syifa.
"Diam kamu perempuan tua, ini tidak ada hubungannya denganmu!" bentak Anita kepada Mbok Inah.
"Ada apa ini teriak-teriak!" bentak Ningrum dengan tiba-tiba.
"Ini Ma, perempuan busuk ini sudah mencoba merayu Mas Rudi." ucap Anita sambil terus menjambak rambut Anita.
"Kamu lagi, kenapa selalu kamu yang membuat keributan di rumah ini!" bentak Ningrum kepada Syifa yang sedang menangis.
"Ampun, Nyonya. Saya benar-benar tidak mengerti apa yang Mbak Anita tuduhkan." jawab Syifa sambil menangis dan memeluk Akbar dalam gendongannya.
"Sini, cepat berikan anak ini kepadaku." ucap Ningrum sambil meminta Syifa untuk melepaskan putranya.
"Tidak, Nyonya. Saya mohon jangan sakiti putra saya." jawab Syifa sambil memohon.
"Marni! Cepat bawa bayi pembawa sial ini ke kamarnya." perintah Ningrum sambil menyerahkan Akbar kepada Marni.
Marni segera membawa Akbar ke kamar Syifa dan meletakkannya di dalam box bayi dengan sangat kasar. Mbok Inah yang melihat perlakuan Marni kepada Akbar langsung mendorong tubuh Marni hingga tersungkur ke lantai. Tidak terima dengan apa yang dilakukan Mbok Ijah Marni memaki pembantu yang sudah 20 tahun bekerja di rumah itu.
"Eh, Mbok. Kenapa mendorong saya? Kalau saya kenapa-kenapa bagaimana. Apa Mbok mau tanggung jawab." bentak Marni sambil bertolak pinggang di hadapan Mbok Inah.
"Kamu pikir aku peduli, makanya kalau jadi orang jangan sok berkuasa. Kita ini sama-sama pembantu jadi jangan pernah merasa menjadi majikan di sini!" bentak Mbok Inah sambil menatap Marni dengan tajam.
"Bilang saja kamu iri karena aku lebih dipercaya Nyonya besar daripada kamu," jawab Marni kepada Mbok Inah.
"Iri sama perempuan jelek seperti mu, oh tentu tidak." ucap Mbok Inah dengan ketus.
Di saat Mbok Inah dan Marni beradu mulut di dalam kamar Syifa. Di meja makan Syifa justru mendapat beberapa tamparan keras dari Ningrum dan Anita. Darah mulai keluar dari mulut Syifa sebagai tanda kerasnya penganiayaan yang dilakukan Ningrum dan menantunya itu.
"Ampun, Nyonya. Demi Allah saya tidak pernah merayu siapapun di rumah ini." ucap Syifa sambil memelas.
"Kamu pikir aku percaya dengan air mata dramamu itu … cuih." ucap Ningrum sambil meludah di hadapan Syifa.
"Sekarang apa yang harus kita lakukan kepada perempuan ini? Aku tidak mau dia terus-terusan menggoda Mas Rudi." tanya Ratna kepada Ningrum yang sedang mengatur nafas.
"Kamu benar, bukan hanya Rudi yang akan masuk ke dalam jeratan pelacur ini, tapi Papa juga akan masuk ke dalam pelukannya." jawab Ningrum sambil menatap Syifa yang masih menangis.
"Ya Allah, apa yang harus aku lakukan. Sebenarnya aku ingin mengatakan semuanya tapi bagaimana dengan karir Mas Rudi yang sudah ada di depan mata." batin Syifa sambil menangis dan menunduk.
"Bagaimana kalau kita usir saja pelacur ini dan anak haramnya, mumpung Mas Rudi sedang tertidur pulas." ucap Anita kepada Ningrum.
"Kamu benar, kita harus menyingkirkan perempuan busuk ini sebelum Rudi bangun," jawab Ningrum sambil tersenyum kepada Anita.
"Ampun, Nyonya. Saya mohon jangan usir saya dari sini, saya belum tahu tentang daerah di sini, Nyonya." ucap Syifa sambil memohon.
"Sudah jangan banyak bicara, sekarang kamu ikut aku dan cepat bawa anak harammu itu pergi dari rumah ini sebelum suamiku bangun." jawab Anita sambil memegang lengan Syifa dengan keras dan menariknya ke paviliun.
"Berhenti! Tidak ada yang boleh mengusir Syifa dari sini termasuk kalian." tiba-tiba terdengar sebuah bentakan dari arah belakang hingga membuat Ningrum dan Anita langsung menoleh ke arah suara tersebut.
“Kenapa Mama tidak boleh mengusirnya? Ini rumah Mama jadi Mama berhak mengusir siapa pun yang Mama mau!" bentak Ningrum saat dia tahu pemilik suara yang membentaknya.
"Tapi aku yang membawa Syifa dan aku juga yang memberikan dia upah selama ini, jadi hanya aku yang berhak mengusirnya." jawab Rudi sambil menghampiri Ningrum dan Anita.
"Mungkin maksud Mama agar kamu tidak perlu terbebani dengan biaya penggeluaran Syifa dan putranya, Sayang." ucap Anita sambil berjalan dan memeluk lengan kekar sang suami.
"Diam kamu! Jangan pernah menghasut semua orang yang ada di rumah ini dan asal kamu tahu aku tidak pernah merasa terbebani dengan kehadiran Syifa selama ini." bentak Rudi sambil menatap Anita dengan tatapan tajam.
"Syifa, cepat kembali ke kamarmu sekarang." perintah Rudi kepada Syifa yang di balas dengan anggukan kecil.
"Tapi, Mas …." belum selesai Anita menyelesaikan ucapannya Rudi langsung memotong ucapannya.
"Jika kamu tidak suka atau keberatan dengan aturan yang aku buat silahkan pergi dari rumah ini, karena aku tidak butuh istri pembangkang sepertimu." ucap Rudi sambil menoleh ke Anita lalu berjalan ke arah kamarnya.
"Mama, bagaimana ini? Jika perempuan itu masih terus di sini bisa-bisa Mas Rudi akan meninggalkan ku." rengek Anita kepada Ningrum sambil memegang tangan sang mertua.
"Entahlah, lebih baik kita bicarakan semuanya nanti saat Sherin dan Shania pulang," jawab Ningrum sambil berjalan meninggalkan Anita sendirian.
Melihat sikap mertuanya dan sang suami Anita terlihat sangat kesal. Sesaat dia terdiam sambil duduk di meja makan. Hingga dia langsung pergi ke kamar untuk mengambil tas kecil dan keluar meninggalkan rumah itu tanpa pamit kepada sang suami.
"Siapa juga yang sudi tinggal di rumah ini." ucap Anita sambil berjalan keluar rumah.