Ningrum yang dibantu kedua putrinya mulai menyeret Syifa menuju ke kamar mandi yang berada di pojok kamar. Ningrum yang sudah diliputi kebencian terhadap Syifa mulai menyiramkan air ke Syifa dengan kasar. Tangisan dan teriakan Syifa pun tak pedulikannya.
"Ampun, Nyonya! Saya berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi Nyonya!" teriak Syifa sambil menangis.
"Makanya jadi Babu jangan banyak tingkah," teriak Shania sambil tertawa.
"Kamu pasti mau cari perhatian 'kan pada Papa dan Mas Rudi?" tanya Sherin sambil menjebak rambut Syifa.
“Tidak, Nyonya. Demi Allah saya tidak ada niat untuk mencari perhatian dari Tuan dan Mas Rudi!” Teriak Syifa sambil berusaha melepaskan tangan Ningrum dari rambutnya.
"Jangan mimpi buat jadi menantuku, kamu jadi pembantuku saja aku tidak sudi." ucap Ningrum sambil melempar gayung ke muka Syifa.
Setelah puas menyiksa Syifa di kamar mandi Ningrum dan kedua putri meninggalkan Syifa yang sudah basah kuyup. Mbok Inah yang melihat kejadian itu langsung menghampiri Syifa yang sedang menangis. Pelan-pelan Mbok Inah mulai memamah Syifa keluar kamar mandi, dan memberikannya sebuah handuk.
“Kenapa kamu tidak pulang saja ke rumah orang tuamu, Nak?” tanya Mbok Inah sambil mengusap tubuh Syifa dengan handuk.
“Tidak bisa, Mbok." jawab Syifa sambil terus menangis.
"Kenapa? Orang tuamu masih hidup 'kan." tanya Mbok Inah memastikan.
“Karena … Mbok janji ya, jangan beritahu siapapun tentang apapun yang akan aku ceritakan,” ucap Syifa kepada Mbok Inah.
"Kamu tenang saja, anggap saja Mbok ini ibumu. Mbok janji tidak akan bilang kepada siapapun," janji Mbok Inah sambil memberikan baju ganti kepada Syifa.
Setelah menerima pakaian kering dari Mbok Inah, Syifa pun mulai mengganti bajunya. Sambil menunggu Syifa mengganti bajunya Mbok Inah pun berjalan ke dapur untuk membuat segelas teh hangat untuk Syifa. Mbok Inah yang memiliki sifat lembut berusaha membantu Syifa duduk di tempat tidur.
"Minum dulu, Nak. biar badanmu hangat," ucap Mbok Inah sambil memberikan segelas teh hangat kepada Syifa.
"Terima kasih, Mbok." jawab Syifa sambil menerima segelas teh dan kemudian meminumnya.
“Apa yang mau kamu ceritakan sama Mbok? Ceritakan saja Mbok janji akan menjaga rahasiamu,” tanya Mbok Ijah sambil memijat tangan Syifa dengan perlahan.
Syifa mulai meletakkan gelas yang dia pegang di atas meja. Sambil menahan air mata Syifa mulai bercerita tentang status pernikahannya dengan Rudi. Cerita yang disampaikan Syifa sontak membuat Mbok Inah menangis.
"Sebenarnya aku adalah istri dari Mas Rudi, Mbok." ucap Syifa sambil menahan air matanya.
“Lalu, kenapa kalian tidak bicara sama Nyonya besar dan Tuan?” tanya Mbok Inah sambil menangis.
"Mas Rudi melarangku Mbok, karena dia tidak ingin karirnya sebagai seorang kontraktor hancur karena kehadiranku yang hanya perempuan kampung," jelas Syifa sambil mulai meneteskan air mata.
“Ya Allah, tega sekali Den Rudi, kamu yang sabar ya, Nak.” jawab Mbok Inah sambil memeluk Syifa.
Saat Mbok Inah dan Syifa sedang berada di dalam kamar tiba-tiba terdengar suara Ningrum memanggil nama Syifa. Sambil mengusap air matanya Syifa mulai berjalan perlahan ke arah ruang keluarga. Ningrum dan kedua putrinya langsung menatap Syifa dengan kebencian penuh.
“Iya, Nyonya." jawab Syifa sambil menunduk.
"Eh, Babu. Cepat buatkan kami minuman dingin jangan lupa bawakan cemilan yang ada di lemari es ya," perintah Sherin kepada Syifa.
"Eh, Perempuan kotor. Awas ya kalau kamu sampai melaporkan perbuatan kami kepada Rudi dan Tuan Andre," ucap Ningrum sambil berjalan mendekati Syifa yang sedang menunduk ketakutan.
"Baik, Nyonya. saya berjanji tidak akan mengatakan apa-apa kepada Mas Rudi dan Tuan Andre," jawab Syifa ketakutan.
"Hoi, kalau diajak ngomong itu matanya ke atas bukan lihat bawah terus," ucap Shania sambil menarik rambut Syifa dari belakang.
Melihat apa yang dilakukan Shania kepada Syifa sontak membuat Ningrum dan Sherin tertawa terbahak-bahak. Syifa yang merasa telah dibully oleh Ningrum dan kedua putrinya langsung menangis sambil memegang ikal. Ada rasa ingin menyerah dalam hati Syifa, tapi demi anak yang ada dalam kandungannya dia mencoba untuk bertahan.
“Ya Allah, kuatkan aku dan bayi yang ada di dalam kandunganku,” batin Syifa sambil memegangi perutnya yang semakin membuncit.
Rudi yang pulang dari kantor langsung menemui Syifa di kamarnya. Syifa yang melihat kedatangan Rudi langsung menyembunyikan luka memar di tangannya. Sekejam-kejamnya Rudi kepada Syifa dia masih memiliki rasa iba terhadap Syifa dan anak yang ada di dalam kandungannya.
"Ini, aku belikan susu hamil dan vitamin untukmu. Mulai bulan depan aku akan antar kamu kontrol ke dokter," ucap Rudi sambil memberikan kantong berisi susu hamil dan beberapa makanan ringan.
"Terima kasih, Mas." jawab Syifa sambil menyembunyikan tangannya yang penuh dengan luka memar.
“Bagaimana keadaanmu dan anak kita?" tanya Rudi kepada Syifa.
Syifa yang mendengar ucapan Rudi yang menyebut bayi ini dengan anak kita tampak sangat bahagia. Dia berharap jika ini adalah awal bahwa Rudi bisa menerima kehadiran Syifa dan anak yang ada dalam kandungannya. Sambil tersenyum Syifa mulai menjawab pertanyaan Rudi.
“Alhamdulillah, jauh lebih baik, Mas." jawab Syifa sambil tersenyum.
Rudi yang curiga dengan sikap Syifa langsung menarik tangan Syifa. Setelah mengetahui banyak luka memar di badan Syifa, Rudi langsung bertanya tentang apa yang telah terjadi padanya. Sambil ketakutan Syifa mencoba berbohong kepada Rudi.
“Luka apa ini?" tanya Rudi sambil memegang tangan Syifa.
“Itu … itu hanya kepentok saja Mas,” jawab Syifa sambil menarik tangannya.
"Aku tanya sekali lagi, luka apa itu?" Rudi kembali mengulang pertanyaannya.
"Syifa!" bentak Rudi kepada Syifa yang masih diam tanpa jawaban.
"Itu … ehm," jawab Syifa ketakutan.