Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hujan Paling Jujur di Matamu
MENU
About Us  

Hari berganti, waktu berlalu. Kesibukan menyiapkan pernikahan, membuat Yudis semaki lupa pada Dewanti. Meski terkadang ia mengingatnya namun, bayangan wajah Ratri segara menghapusnya. Rupanya Yudis memang telah jatuh hati kepada Ratri yang tak lain adalah sahabat masa SMA-nya dulu. Yudis memutuskan untuk segera menjual galerinya setelah menikah nanti. Ia tak ingin berjauhan lagi dengan ibu dan tentu saja istrinya.

Hari yang dinanti pun tiba. Sejak pagi, hujan mengguyur Kota Bandung. Namun itu tak mengurangi kebahagiaan di hati Yudis sekeluarga. Mereka telah siap untuk segera berangkat ke Pondok Pesantren Al Ilma. Bahkan saudara ibu dan almarhum ayahnya yang dari luar kota sudah datang. Sengaja mereka ingin menyaksikan dan memberi restu kepada Yudis yang akan melepas masa lajang. Menyunting gadis putri seorang pengasuh pondok pesantren. Tentu saja itu menjadi kebanggan tersendiri bagi keluarga besar Yudis.

Menjelang Asar hujan reda. Langit Kota Bandung mempercantik diri dengan pelangi. Melengkung lanksana cincin mengikat erat Burangrang dan Tangkuban perahu. Dua gunung sejarah Kota Bandung. Usai salat Asar, Yudis bersama keluarga besarnya segera berangkat menuju Pondok Pesantren Al Ilma di daerah Subang, di kaki Gunung Burangrang.

Yudis mengendarai Mercy-nya bersama Ibu tercinta. Sedang keluarga yang lain membawa mobilya masing-masing. Rio dan calon istrinya yang sedang hamil tak ketinggalan. Mereka ikut serta ingin menyaksikan prosesi pernikahan Yudis yang telah mereka anggap sebagai kakak kandung sendiri.

Untuk lebih menyingkat waktu perjalanan, Yudis bersama keluarga mengambil rute dari jalan Cihanjuang memasuki Tol Padalenyi. Kemudian mengambil jalur Tol Cipularang tujuan ke jalan Cikopo Bungur Sari dan IR. H. Juanda. Dari sana , Yudis belok kanan ke jalan Jendral Sudirman dan terus lurus menuju jalan Cikalong Sari. Lalu memutar balik menuju jalan Ciasem Subang.

Tiga puluh menit menjelang Maghrib, mereka telah tiba di depan gapura Pondok Pesantren Al Ilma. Begitu mereka turun dari mobil, Tim Marawis Pesantren segera menyambutnya dengan hentakan tabuh-tabuhan dan lantunan Sholawat. Suasana sangat meriah di pesantren itu. Namun tetap beruansa islami. Di sebelah selatan halaman pesantren yang cukup luas itu berdiri sebuah panggung. Yudis sekeluarga bari tahu kalau nanti setelah akad akan diadakan pengajian dengan menghadirkan beberapa da’i kondang Kota Bandung. Tentu saja itu membuat Yudis dan keluarganya semakin bahagia.

Mereka segera dipersilakan masuk ke dalam masjid. Wanita dan laki-laki disediakan tempat khusus sehingga tidak berbaur. Laki-laki di persilakan di lantai bawah masjid, sedang kaum perempuan di persilakan untuk naik ke lantai dua masjid itu. Ustad Suhada duduk berdampingan dengan Yudis yang sore itu mengenakan baju koko berwarna hitam denga motif batik di dada dan pergelangan tangan.

Sedang Ratri telah sejak tadi duduk di lantai dua masjid bersama ibunya. Begitu Bu Farida tiba, Umi Siti memintanya untuk duduk di samping kanan Ratri. Dengan sangat santun, Ratri mengecup punggung tangan Bu Farida yang sebentar lagi akan menjadi mertuanya yang derajatnya sama dengan ibu kandung. Bu Farida mengelus kepala Ratri yang tertutup oleh mukena putih penuh kasih.

Azan magrib dikumandangkan oleh seorang santri yang memang biasa menjadi Muadzin. Semua segera mempersiapkan diri untuk berjamaah salat magrib. Ketika Iqomat dikumandangkan maka berdirilah mereka, menghadapkan seganap jiwa dan raga ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa.

Dalam salat, semua sama. Tak ada Ustad tak ada Santri. Tak beda antara miskin atau kaya. Ketika ruku semua merunduk. Ketika sujud, kepala mereka sejajar. Saf yang rapi, semestinya jadi pelajaran untuk umat islam agar selalu merapatkan barisan untuk menghadapi setan-setan yang bermaksud menghancurkan Islam. Rapatkanlah Saf dalam salat dan di luar salat, jangan berikan tempat kepada setan untuk menghancurkan Islam dari dalam.

***

Usai Salat maghrib yang dilanjutkan dengan Zikir dan doa, barulah akad dilaksanakan. Ustad Suhada bertindak sebagai wali dari Ratri. Sedang penghulu sengaja di datangkan dari Kantor Urusan Agama dan saksinya adalah semua yang hadir saat itu.

Yudis duduk bersila di hadapan Ustad Suhada dan penghulu di dampingi oleh Rio dan Om Syam. Mereka dikelilingi oleh santri dan jemaah yang sengaja hadir malam itu turut berbahagia atas pernikahan putri satu-satunya Ustad Suhada. Sementara Bu Farida, Ratri, Umi Siti serta keluarga yang lain, hanya bisa menatap dari lantai dua. Wajah Ratri terlihat berbunga-bunga. Betapa tidak, cinta yang selama ini ia pendam ternyata berujung bahagia. Ada air mata di sudut jendela jiwa. Bening dan suci. Tapi, jika diperhatikan, ada juga aura kesedihan pada roman wajahnya. Entahlah, seperti ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Namun, karena semua orang saat itu sedang menatap ke bawah dan mendengarkan Ustad Suhada yang tengah memberikan khutbah singkat tentang pernikahan. Mereka semua tak menyadarinya.

Akad di mulai. Semua menahan napas ketika Ustad Suhada mulai memegang tangan Yudis seperti orang yang sedang bersalaman. Lalu, terdengarlah suara Ustad Suhada sangat tegas dan lantang.

“Ya Yudisthira, ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka binti Syiwaratri alal mahri khomsah goromaat minadzahab hallan!”

“Qiiiltu! nikahaha wa tazwijaha bi mahri madzkur haalan,” jawab Yudis spontan.

“Sah!” seru para saksi.

         Tahmid dan Tasbih bergema dalam masjid. Ratri segera memeluk ibunda tercintanya. “Neng menikah, Umi. Neng sudah punya suami. Dan dia adalah pria yang selama ini Neng cintai.” Ucap Ratri disertai linangan air mata bahagia. Setelah itu Ratri mencium tangan Bu Farida yang kini sudah menjadi mertuanya. Bu Farida memeluk Ratri sangat erat.

Setelah akad, acara dilanjutkan di halaman Pesantren. Mendengarkan tausiyah dari para da’i muda kota kembang dan kota lain. Para jamaah sangat antusias. Bahkan ada satu dua orang yang mengabadikan momen itu dengan merekamnya. Malam itu memang penuh berkah dan kebahagiaan. Angin dan purnama bertasbih, memuji Allah Robbul Izati.

Tepat tengah malam rangkaian seremoni sakral berakhir sudah. Setelah menikmati hidangan alakadarnya yang disediakan Tuan Rumah, jamaah membubarkan diri dengan tertib menuju rumah masing-masing. Para santri sibuk beres-beres. Mereka memang sudah terbiasa mengadakan acara seperti ini. Sedang keluarga Besar Ustad Suhada dan Yudis segera menuju rumah kediaman yang letaknya berada tepat di samping Pesantren.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Seseorang Bernama Bintang Itu
527      368     5     
Short Story
Ketika cinta tak melulu berbicara tentang sepasang manusia, akankah ada rasa yang disesalkan?
Sacrifice
6694      1708     3     
Romance
Natasya, "Kamu kehilangannya karena itu memang sudah waktunya kamu mendapatkan yang lebih darinya." Alesa, "Lalu, apakah kau akan mendapatkan yang lebih dariku saat kau kehilanganku?"
Si 'Pemain' Basket
4878      1303     1     
Romance
Sejak pertama bertemu, Marvin sudah menyukai Dira yang ternyata adalah adik kelasnya. Perempuan mungil itu kemudian terus didekati oleh Marvin yang dia kenal sebagai 'playboy' di sekolahnya. Karena alasan itu, Dira mencoba untuk menjauhi Marvin. Namun sayang, kedua adik kembarnya malah membuat perempuan itu semakin dekat dengan Marvin. Apakah Marvin dapat memiliki Dira walau perempuan itu tau ...
Love Warning
1336      620     3     
Romance
Pacar1/pa·car/ n teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Meskipun tercantum dalam KBBI, nyatanya kata itu tidak pernah tertulis di Kamus Besar Bahasa Tasha. Dia tidak tahu kenapa hal itu seperti wajib dimiliki oleh para remaja. But, the more she looks at him, the more she's annoyed every time. Untungnya, dia bukan tipe cewek yang mudah baper alias...
27th Woman's Syndrome
10657      2045     18     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan
PEREMPUAN ITU
542      377     0     
Short Story
Beberapa orang dilahirkan untuk membahagiakan bukan dibahagiakan. Dan aku memilih untuk membahagiakan.
Invisible
726      455     0     
Romance
Dia abu-abu. Hidup dengan penuh bayangan tanpa kenyataan membuat dia merasa terasingkan.Kematian saudara kembarnya membuat sang orang tua menekan keras kehendak mereka.Demi menutupi hal yang tidak diinginkan mereka memintanya untuk menjadi sosok saudara kembar yang telah tiada. Ia tertekan? They already know the answer. She said."I'm visible or invisible in my life!"
L.o.L : Lab of Love
3119      1127     10     
Fan Fiction
Kim Ji Yeon, seorang mahasiswi semester empat jurusan film dan animasi, disibukan dengan tugas perkuliahan yang tak ada habisnya. Terlebih dengan statusnya sebagai penerima beasiswa, Ji Yeon harus berusaha mempertahankan prestasi akademisnya. Hingga suatu hari, sebuah coretan iseng yang dibuatnya saat jenuh ketika mengerjakan tugas di lab film, menjadi awal dari sebuah kisah baru yang tidak pe...
Pupus
430      289     1     
Short Story
Jika saja bisa, aku tak akan meletakkan hati padamu. Yang pada akhirnya, memupus semua harapku.
Dosa Pelangi
638      377     1     
Short Story
"Kita bisa menjadi pelangi di jalan-jalan sempit dan terpencil. Tetapi rumah, sekolah, kantor, dan tempat ibadah hanya mengerti dua warna dan kita telah ditakdirkan untuk menjadi salah satunya."