Read More >>"> Rewrite (Soda) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Rewrite
MENU
About Us  

Mentari pagi bermanja-manja di balik awan. Sinarnya hangat namun tak terlalu gerah. Dedaunan basah bermandikan tetesan air.  Sisa hujan kala subuh, menyisakan aroma tanah yang semerbak. Menambahkan kesejukan di tengah kesibukan kota metropolitan.

Perempuan berkerudung merah marun itu, membuka pintu mobil lalu menggandeng seorang anak turun dari mobil. Tangannya yang ringan, membantu si bocah mengenakan tas punggungnya, merapikan dasi merah yang mulai miring. Usapan lembut tangan si perempuan menghapus sisa air mata si bocah. Dengan setengah berjongkok, perempuan itu menatap lembut bocah di depannya.

“Udah. Farel jangan nangis lagi. Mama perginya gak lama. Paling nanti malam sudah sampai. Nanti, tante jemput ya. Kita jalan-jalan. Mau?”

Si bocah mengangguk. Secercah senyum, menyembul dari wajah putihnya.

“Mau diantar sampai ke dalam atau cukup di sini?”

“Di sini saja, Tante. Aku kan sudah besar.”

“Anak hebat. Jadi anak baik ya di sekolah,” ujar perempuan berkerudung itu.

Farel mencium punggung tangan si perempuan, lalu mengayunkan kakinya menuju gedung sekolah. Ia tak lagi bersedih.

Selepas kepergian si bocah, perempuan berkerudung itu masuk kembali ke mobil. Ia menyalakan mesin dan memutar kemudi menuju kampus.

Dari kejauhan, Shafwan seakan tak percaya dengan pemandangan yang dilihatnya. Ia mengucek kedua matanya. Berharap cuma salah lihat. Namun ternyata, pandangan mata Shafwan masih tajam. Ia tidak salah lihat. Farel diantarkan oleh seorang perempuan yang tak asing baginya. Namun ada yang berubah dari dirinya. Seakan Shafwan melihat orang lain. 

Dengan pandangan masih setengah tak percaya, Shafwan bergumam,”Itu Azkadina? Berhijab?”

***

Suara burung nuri berkicau meramaikan rumah sederhana yang terletak di bilangan perumahan gunung sari. Pagar hitam dengan tanaman bunga merambat terbuka sedikit. Empat motor terparkir di halaman rumah bercat hijau itu. Salah satunya adalah motor bebek milik Humaira.

Ruang tamu Hilwa tidak besar. Tak lebih dari 12 meter persegi. Lima sofa kecil dengan meja kaca ditata sedemikian rupa untuk majelis hari ini. Vas bunga dengan mawar kuning manis terpajang di tengah meja. Beberapa kudapan ringan seperti lemper, sosis mayo serta bolu kukus siap dihidangkan.

Sore itu, Humaira ada janji pertemuan dengan Hilwa, guru mengajinya. Humaira memutuskan untuk melanjutkan proses taaruf setelah membaca proposal nikah seorang pemuda bernama Abdul Majid.

Humaira duduk di samping Hilwa. Pandangan matanya tertunduk, kedua jemari tangannya berpautan. Sesekali ia memainkan ujung jilbab marun-nya. Di depan Humaira, duduk dua orang laki-laki. Salah satunya adalah Hanif, seseorang yang proposal nikahnya membuat Humaira terisak.

 Seperti halnya Humaira, sosok kekar berkemeja putih juga banyak menunduk. Sesekali ia memandang gadis manis di depannya. Namun segera dialihkan ke pandangan lain. Di samping Hanif, duduk pula Hasanudin, sang guru mengaji.

Hilwa membuka majelis dengan Al Fatihah. Lalu dilanjutkan dengan sekapur sirih perihal majelis yang mereka hadiri. Majelis ini bertujuan untuk menguatkan proses pengenalan  bakal calon pengantin. Hal-hal penting yang tidak tercantum bahkan kurang jelas di proposal nikah, bisa ditanyakan. Segala informasi wajib disampaikan tanpa perlu dirahasikan.

Kemudian Hasanudin juga menyampaikan nasihat untuk tetap menjaga hati selama proses taaruf. Laki-laki setengah baya itu beberapa kali menepuk punggung Hanif. Menguatkannya serta menenangkannya.

“Proses taaruf ini masih belum tentu berlanjut ke jenjang pernikahan. Apapun bisa terjadi. Maka tetap menjaga hati adalah sebuah keniscayaan. Berharap hanya kepada Allah, semoga diberikan takdir terbaik,” jelas Hasanudin panjang lebar.

Sesi pertama berupa penyampaian pertanyaan dari pihak si pemuda kepada Humaira. Tercatat lima pertanyaan seputar visi misi pernikahan dan kehidupan pribadi berhasil dijawab Humaira dengan lugas. Ia tak menyembunyikan apapun informasi tentang dirinya.

Sesi kedua berlaku sebaliknya. Humaira wajib menyampaikan beberapa pertanyaan kepada Hanif. Humaira memilih pertanyaan seputar pemahaman tentang dakwah setelah menikah. Ia juga menanyakan tentang boleh tidaknya bekerja ketika sudah menikah nanti. Hanif menjawab semua pertanyaan Humaira. Suaranya terbata di awal, namun semakin lama ia semakin percaya diri.

“Baik, semua pertanyaan sudah tersampaikan dan sudah dijawab oleh pihak akhwat dan ikhwan. Maka sekarang, baik ukhty Humaira dan Hanif, silakan istikharahi. Minta petunjuk kepada Allah apakah proses ini akan berlanjut atau tidak. Apapun jawaban antum berdua, kami tidak akan keberatan. Dan masing-masing juga harus legowo bilamana proses ini tidak bisa lanjut.” Hasanudin menyampaikan kalimat penutupnya dengan lugas.

Humaira menarik nafas panjang. Sampai di titik ini, Humaira merasa lapang dada menerima semua informasi dan jawaban dari Hanif. Ia tak menemukan celah untuk menolak laki-laki muda di hadapannya.

Setelah Hilwa menutup majelis, Hasanudin dan Hanif undur diri. Mereka kembali ke aktivitas masing-masing.

Humaira duduk termenung. Mengetahui raut wajah Humaira yang tak tenang, Hilwa menyentuh tangannya.

“Mbak, aku takut.” Suara Humaira parau.

“Takut kenapa?”

“Takut, kalau gak lanjut. Tapi juga takut jika berlanjut.”

Hilwa tersenyum geli. Ia lalu memeluk Humaira seraya berbisik, “Bismillah ya Dek. Semoga Allah berikan yang terbaik.”

****

“Jadi sekarang berhijab?”

Azkadina mengangguk. Kedua alis matanya dinaik turunkan, beriringan dengan senyum jahilnya.

“Kirain abis ikut pengajian emak-emak.”

Kali ini Azkadina memonyongkan kedua bibirnya.

“Tak tambahin sambal baru tahu rasa lho pak guru,” seloroh Azkadina menyengirkan hidungnya.

Shafwan tertawa. Gadis di depannya, walaupun sudah berhijab, namun masih saja tengil. Ia tak lagi bisa melihat rambut panjang Azkadina. Namun ia suka dengan perubahan penampilan Azkadina.

Setelah mengajar di rumah belajar ceria, Shafwan ditraktir makan bakso oleh Azkadina. Mereka menikmati semangkuk bakso campur dan es susu soda yang dijual di warung depan. Sesekali mereka membicarakan hari-hari kemarin ketika Shafwan sakit lalu diikuti oleh Azkadina yang sakit.

“Jadi, aku mau menagih pemintaanku yang kedua. Bisa?”

“Boleh. Mau tanya apa?”

“Aku nggak mau nanya apa-apa.”

“Lalu?”

“Aku mau tahu rumah pak guru.”

“Kepo banget.”

“Biarin. Ntar aku mau antar pak guru pulang ke rumah. Langsung ke depan rumah pak guru.”

“Hm…. Modus. Mentang-mentang aku gak bawa motor hari ini.”

“Iya dong.”

“Eh ada sumbangan lagi. Tapi bukan bentuk uang.”

“Oh ya. Dalam bentuk apa?”

“Buku bacaan dan peralatan masak. Mau?”

“Tentu saja aku mau. Itu bagus buat anak-anak. Mereka bisa eksplor banyak hal.”

“Pekan ini insyaAllah dikirim.”

“Betewe, sumbangan dari siapa?”

“Ada deh… Rahasia.”

“Paling dari Pak Guru. Ye kan?”

“Issh sok tahu deh.”

Kali ini Shafwan memamerkan senyum tengilnya. Melihat sikap dan senyum Shafwan yang menggemaskan, Azkadina hendak membalasnya dengan menambahkan sesendok sambal ke mangkuk bakso Shafwan. Refleks cepat Shafwan menggagalkan aksi Azkadina. Azkadina semakin gemas dan tak mau kalah. Ia inging menuangkan sambal itu ke mangkuk bakso Shafwan. Namun sayang, tangan kanannya  menyenggol segelas susu soda di depan Shafwan dan jatuh.

Byarrr……

Minuman bersoda warna merah muda itu pun tumpah ke kemeja Shafwan. Kemeja batik birunya basah. Dinginnya es susu soda menembus kulit Shafwan.

Wajah Azkadina pucat bak mayat hidup. Tapi tidak dengan Shafwan. Wajahnya merah padam. Matanya melotot. Azkadina menggigil ketakutan. Ia menyiapkan hati bilamana Shafwan akan murka. Namun akhirnya, Shafwan  berbalik.

Ia tertawa lalu berkata, “Setelah semangkuk mie panas sekarang segelas susu soda. Berikutnya apa?”

Shafwan kembali tertawa. Azkadina tak lagi pucat. Ia juga larut menertawakan insiden itu.

Si penjual bakso menggarukkan kepalanya yang tak gatal, melihat dua tamu di depannya tertawa. Sekarang, ia yang bengong.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My X Idol
14248      2183     4     
Romance
Bagaimana ya rasanya punya mantan yang ternyata seorang artis terkenal? Merasa bangga, atau harus menutupi masa lalu itu mati-matian. Seterkenal apapun Rangga, di mata Nila ia hanya mantan yang menghilang ketika lagi sayang-sayangnya. Meski bagi Rangga, Nila membuat hidupnya berwarna. Namun bagi Nila, Rangga hanya menghitam putihkan hatinya. Lalu, apa yang akan mereka ceritakan di kemudian hari d...
Teacher's Love Story
2795      946     11     
Romance
"Dia terlihat bahagia ketika sedang bersamaku, tapi ternyata ia memikirkan hal lainnya." "Dia memberi tahu apa yang tidak kuketahui, namun sesungguhnya ia hanya menjalankan kewajibannya." Jika semua orang berkata bahwa Mr. James guru idaman, yeah... Byanca pun berpikir seperti itu. Mr. James, guru yang baru saja menjadi wali kelas Byanca sekaligus guru fisikanya, adalah gu...
Why Joe
1045      542     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
If Is Not You
9256      1922     1     
Fan Fiction
Kalau saja bukan kamu, mungkin aku bisa jatuh cinta dengan leluasa. *** "Apa mencintaiku sesulit itu, hmm?" tanyanya lagi, semakin pedih, kian memilukan hati. "Aku sudah mencintaimu," bisiknya ragu, "Tapi aku tidak bisa melakukan apapun." Ia menarik nafas panjang, "Kau tidak pernah tahu penderitaan ketika aku tak bisa melangkah maju, sementara perasaank...
Damn, You!!
2520      898     13     
Romance
(17/21+) Apa yang tidak dimilikinya? Uang, mobil, apartemen, perusahaan, emas batangan? Hampir semuanya dia miliki kecuali satu, wanita. Apa yang membuatku jatuh cinta kepadanya? Arogansinya, sikap dinginnya, atau pesonanya dalam memikat wanita? Semuanya hampir membuatku jatuh cinta, tetapi alasan yang sebenarnya adalah, karena kelemahannya. Damn, you!! I see you see me ... everytime...
Our Different Way
3592      1504     0     
Romance
Novel ini mengisahkan tokoh utama bernama Haira, seorang siswa SMA berusia tujuh belas tahun yang baru saja rujuk kembali dengan pacarnya, Gian. Mereka berdua tentu senang karena bisa kembali merajut kasih setelah tidak pernah bertemu lebih dari setahun akibat putus. Namun, di tengah hubungan yang sedang hangat-hangatnya, mereka diterpa oleh permasalahan pelik yang tidak pernah mereka bayangk...
Ti Amo
473      265     2     
Romance
“Je t’aime, Irish...” “Apa ini lelucon?” Irish Adena pertama kali bertemu dengan Mario Kenids di lapangan saat masa orientasi sekolah pada bulan Juli sekitar dua tahun yang lalu. Gadis itu menyukainya. Irish kembali bertemu dengan Mario di bulan Agustus tahun kemudian di sebuah lorong sekolah saat di mana mereka kembali mencari teman baru. Gadis itu masih menyukainya. Kenyataannya...
Dia yang Terlewatkan
342      228     1     
Short Story
Ini tentang dia dan rasanya yang terlewat begitu saja. Tentang masa lalunya. Dan, dia adalah Haura.
SILENT
4787      1449     3     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
If I Called Would You Answer
344      235     1     
Short Story
You called her, but the only thing you heard was ' I'm Busy '