Read More >>"> Rewrite (Ultah) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Rewrite
MENU
About Us  

 

Rumah mewah berukuran 200 meter persegi milik keluarga Zakaria Abimanyu di-make over sehingga muat menampung empat puluh anak-anak panti asuhan, dua puluh empat teman sekelas Farel serta lima belas anak-anak di sekitar rumah Farel.

Ruang tamu seluas 8x8 meter persegi dikosongi. Kursi dan meja tamu dipindahkan ke ruang keluarga. Lalu lantainya dipasang karpet 4D bermotif kupu-kupu. Tampak sound system portable telah terpasang di salah satu sisi ruangan. Ada juga bunga segar berwarna kuning cantik memikat di ujung ruangan. Di tengah ruangan, terdapat tumpukan air mineral berukuran gelas dan kue kering yang bisa dinikmati.

Teras rumah juga disiapkan bilamana tamu-tamu kecil mereka tidak dapat tempat duduk di dalam ruang tamu. Terhampar pula karpet bermotif daun maple di atas lantai.

Ulang tahun Farel dikemas meriah namun tetap sederhana untuk ukuran keluarga tajir macam Zakaria Abimanyu. Acara inti berupa mendengarkan kisah sahabat yang akan dibawakan Ustaz Shafwan. Setelah sebelumnya ada mengaji dan khataman 30 juz.

Azkadina didaulat menjadi pembawa acara di ulang tahun keponakannya. Tentu saja ini bukan hal yang sulit untuk Azkadina yang terbiasa menjadi MC di agenda kegiatan UKM Pecinta Alam yang diikutinya. Ia juga kerap memenangkan lomba debat diantara para mahasiswa jurusan Sastra Jepang. Kepiawaian Azkadina dalam hal menyampaikan gagasan serta percaya diri dirasa cocok oleh Sonya untuk membawakan acara ulang tahun Farel.

Mbak, serius, gimana penampilanku?” tanya Azkadina dengan wajah yang mulai muncul butiran keringat dingin.

“Itu pertanyaan yang ke sepuluh sejak pagi tadi. Gak ada yang ditanyakan lagi apa?”

“Ih, seriusan. Aku cocok gak pakai baju ini?” Azkadina berputar di depan Sonya dengan rok panjang plisket warna hitam dan tunik hijau lumut dengan polkadot putih. Tentu saja itu baju milik Sonya. Mana punya Azkadina outfit rok dan tunik.

“Aduh. Yang baru pertama kali jadi cewek.” Sonya menjawab sekenanya sambil ngeloyor pergi ke dapur.

Bibir Azkadina monyong. Diambilnya pashmina warna kuning yang masih rapi di depannya. Lalu ia menghamparkan di atas kepalanya. Mencoba gaya hijab yang paling mudah dikenakan dirinya.

Aku cantik juga. Gak kalah sama Ustazah Humaira.

Azkadina menertawakan pikiran liarnya.

“Hush. Ojo ngguyu ae.  Lima menit lagi mulai.“ Tetiba Sonya sudah berada di belakang Azkadina, mengingatkannya supaya tidak tertawa sendiri.

Azkadina melangkahkan kaki keluar dari kamarnya. Menuju ruang tamu yang disulap menjadi ruang pengajian. Matanya berkeliling mencari sosok indah yang dicari. Lalu matanya tertuju kepada laki-laki berkulit putih berbaju koko hijau lumut dengan kopyah hitam di kepalanya.

Ah,kompak banget pakai hijau juga. Jodoh kali ya.

Lagi, Azkadina senyum-senyum dengan lintasan pikirannya. Senyum itu baru berhenti ketika melihat sosok manis menawan berhijab pink di barisan putri.

Ah, ada Ustazah Humaira. Dia cantik banget.

“Sudah siap?” tepukan kecil Sonya dipundaknya membuyarkan lamunannya. Azkadina bersiap memegang mikrofon dan membuka acara.  

***

Azkadina membuka acara dengan ceria. Suaranya menggema ke seluruh ruangan, seolah mikrofon yang dipakai  hanya pemanis saja.

Farel dan teman-teman kecilnya diajak menyanyi oleh Azkadina. Itsy bitsy spider yang dinyanyikan dan diperagakan oleh Azkadina berhasil membuat tamu-tamu kecil itu bergerak mengikuti. Mereka menautkan jari jemari seolah menggambarkan laba-laba yang sedang menaiki benda. Shafwan pun ikut menggerakkan jemari mengikuti gerakan Azkadina.

Sonya melihat kegembiraan itu dari sudut ruangan. Ia tersenyum sekaligus terkejut melihat adiknya yang tomboy itu bisa bernyanyi. 

Setelah berpuas bernyanyi, Azkadina mempersilakan Shafwan untuk mengisi tausiyah. Azkadina sebenarnya penasaran, di benaknya muncul beragam pertanyaan.

Apa bisa anak-anak kecil itu diberi nasihat? Bukankah mereka masih suka bernyanyi dan menari? Mana cocok jika diberi materi serius seperti pengajian emak-emak?

Shafwan memegang mikrofon dengan percaya diri. Setelah salam dan menyapa semua tamu-tamu surga itu, ia mengajak mereka untuk berpindah tempat. Shafwan memberikan instruksi supaya anak-anak berpindah tempat di mana sebelah kanan dan kirinya bukan teman satu sekolah. Dalam waktu sepuluh hitungan mereka sudah harus melaksanakannya.

Sontak, riuh rendah suara dan gerakan anak-anak berpindah tempat sesuai yang dipersyaratkan. Pada akhirnya mereka akan saling berkenalan satu sama lain. Minimal mereka akan mengenal nama dan sekolah teman-teman barunya.

“Alhamdulillah. Akhirnya, dengan begini, kalian dapat saudara baru kan ya. Coba tadi gak dibuat begini, pasti kenalnya sama  dia lagi dia lagi.”

Suasana gerrr menyertai perkataan Shafwan.

“Nah sekarang silakan saling bersalaman dan menyapa teman di sebelah kanannya. Kalian harus menanyakan nama, alamat, hobi dan cita-cita teman sebelah kanannya. Nanti Ustaz cek,” instruksi Shafwan.

Suasana riuh menggema lagi di ruangan yang biasanya hanya ada suara teriakan Farel.

Shafwan meminta 3 siswa secara acak untuk menyampaikan informasi yang didapat dari aktivitas tadi. Si anak pertama, anak laki-laki berambut keriting, menyampaikan informasi dengan suara yakin dan mantap. Namun ketika dicek ke anak yang disebutkan, ternyata jawabannya salah.

Lain lagi dengan si anak kedua, ia tidak  bisa menjawab apapun karena bingung menjawab  pertanyaan dari teman di sebelah kirinya.

Tiba giliran si anak ketiga, anak perempuan berkacamata dari panti asuhan. Ia mampu menjawab dengan benar, informasi yang didapatkannya dari teman sebelah kanannya. Si anak perempuan ini mendapatkan doorprize dari  Shafwan.

 Setelah permainan usai, Shafwan mengajukan pertanyaan, apa saja yang diperoleh dari pemainan tersebut?

Ada yang menjawab, seru bisa berpindah tempat dekat kipas angin. Ada juga yang menjawab, seru karena bisa berkenalan dengan teman-teman baru. Jawaban-jawaban serupa juga disampaikan oleh anak lain.

“Kalian benar semua. Dengan adanya permainan ini, kita jadi punya banyak teman. Kita jadi lebih peduli dengan teman kita. Kita jadi lebih bersatu seperti yang disampaikan oleh Fiona tadi. Kan jadi enak ya bersatu begini?”

Sebagian besar anak-anak manggut-manggut meng-iya-kan. Shafwan melanjutkan dengan materi persaudaraan umat Islam. Sebagai umat Islam, harus bersatu, supaya kuat. Allah sudah menjelaskan di surat Ash Shaf ayat empat. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.

Shafwan lalu mengaitkan dengan peristiwa hijrah nabi Muhammad Saw. Saat itu Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Kaum Muhajirin yang baru berhijrah, tidak punya harta benda, dipersaudarakan dengan penduduk asli Madinah, yang disebut sebagai kaum Anshor.

“Persaudaraan kaum Muhajirin dan kaum Anshor dilakukan murni karena kesamaan iman. Dan persaudaraan mereka itu mendatangkan pahala. Ayo, siapa yang mau mencontoh persaudaraan mereka?”

Anak-anak angkat tangan lagi.

“Ayo, sekarang kita tambah lagi kenalannya. Kita bertukar tempat lagi. Sama seperti tadi, sebelah kanan kirinya tidak boleh sama dalam hal warna baju.”

Riuh rendah ke sekian kalinya mewarnai ruang tamu. Farel tampak mondar mandir sibuk mencocokkan warna baju dengan teman-teman barunya. Ia tak lagi canggung berkenalan dengan anak-anak panti asuhan yang baru dikenalnya hari itu.

Shafwan menutup tausiyahnya dengan meminta anak-anak menyampaikan rasa syukurnya secara lisan. Awalnya anak-anak bingung, syukur terhadap apa, mereka menganggap tidak sedang mendapatkan hadiah seperti Farel. Shafwan menjelaskan, segala sesuatu yang membuat kita bisa hidup sampai detik ini bisa dijadikan alasan kebahagiaan.

Satu persatu menyampaikan rasa syukur mereka. Ada yang bersyukur karena bisa bernafas. Ada yang menyampaikan bersyukur karena bisa dapat teman baru, ada pula yang menyampaikan bersyukur karena bajunya baru dibelikan orang tua Farel. Shafwan tersenyum mendengar jawaban polos anak-anak.

Setelah mengakhiri sesi tausiyahnya, Shafwan menyerahkan mikrofon kepada Azkadina. Wajah Azkadina memerah menerima mikrofon dari Shafwan. Ia membayangkan, mikrofon itu sebagai bunga mawar merah. Haish…

Sesi terakhir yang juga ditunggu adalah ramah tamah. Aneka hidangan sudah dipersiapkan untuk disantap bersama tamu-tamu kecil itu. Mereka berbaris antri mengambil hidangan lezat kesukaan dari atas meja.

“Ustaz Shafwan ngajari anak-anak kenalan, tapi Ustaz sudah kenal belum sama orang di sebelah kanan Ustaz?” tetiba Azkadina sudah berada di sebelah kanan Shafwan.

“Ah ya. Maaf. Tante Farel ya.”

“Selain itu?”

“Tante Azka, Farel sering menyebut Anda seperti itu.”

“Ada lagi?”

Shafwan menggeleng kecil, tersenyum menahan malu.

“Saya  Azkadina, adik Bu Sonya.”

Shafwan tersenyum. Hatinya berdesir halus melihat wajah cantik di sebelahnya. Gadis yang biasanya terurai rambut ombre-nya, sekarang memakai hijab, seperti bidadari.

“Tentang ukhuwah islamiyah itu. Ah saya pikir itu sesuatu yang utopis.” Azkadina membuka percakapan lagi.

“Maksudnya?”

“Ya hanya ada di angan-angan saja. Tidak real.”

“Kok bicara begitu?”

“Ya banyak contohnya. Tuh lihat saja salah satunya, sesama umat Islam, pada berantem karena berbeda pandangan. Idul Fitri bisa beda. Padahal satu negara. Itu baru satu masalah. Belum yang lain.”

“Saya paham. Sesuatu yang utopis bukan berarti tidak bisa diupayakan bukan?”

“Saya gak yakin deh.”

“Umat Islam di Indonesia sedang menuju pendewasaan. Nanti kalau sudah mature, pasti paham dan gak akan berantem lagi. Bahkan bekerja sama.”

“Lah, nunggu mature-nya, keburu kiamat. Modyar…

Shafwan terdiam. Kata terakhir dari Azkadina membuatnya kurang nyaman.

“Ya kita tidak boleh hanya menunggu. Kita memulai mature itu dari diri kita. Dari mereka lebih tepatnya. Shafwan menunjuk tamu-tamu kecil yang sedang antri dan makan itu.”

“Kita mengubah dengan memberi contoh konkrit. Tidak memperdebatkan hal-hal yang sifatnya furu’iyah atau cabang. Dan menguatkan hal-hal yang menjadi kesamaan.”

Azkadina tersenyum. Masih ada pertanyaan yang mengganjal hatinya. Tapi keburu Shafwan beralih ke barisan laki-laki. Tapi dia puas, bisa kenalan dengan guru keponakannya itu.

Next, aku mau ngajak ngobrol lagi ustaz itu…

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My X Idol
14258      2193     4     
Romance
Bagaimana ya rasanya punya mantan yang ternyata seorang artis terkenal? Merasa bangga, atau harus menutupi masa lalu itu mati-matian. Seterkenal apapun Rangga, di mata Nila ia hanya mantan yang menghilang ketika lagi sayang-sayangnya. Meski bagi Rangga, Nila membuat hidupnya berwarna. Namun bagi Nila, Rangga hanya menghitam putihkan hatinya. Lalu, apa yang akan mereka ceritakan di kemudian hari d...
Teacher's Love Story
2795      946     11     
Romance
"Dia terlihat bahagia ketika sedang bersamaku, tapi ternyata ia memikirkan hal lainnya." "Dia memberi tahu apa yang tidak kuketahui, namun sesungguhnya ia hanya menjalankan kewajibannya." Jika semua orang berkata bahwa Mr. James guru idaman, yeah... Byanca pun berpikir seperti itu. Mr. James, guru yang baru saja menjadi wali kelas Byanca sekaligus guru fisikanya, adalah gu...
Why Joe
1045      542     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
If Is Not You
9258      1922     1     
Fan Fiction
Kalau saja bukan kamu, mungkin aku bisa jatuh cinta dengan leluasa. *** "Apa mencintaiku sesulit itu, hmm?" tanyanya lagi, semakin pedih, kian memilukan hati. "Aku sudah mencintaimu," bisiknya ragu, "Tapi aku tidak bisa melakukan apapun." Ia menarik nafas panjang, "Kau tidak pernah tahu penderitaan ketika aku tak bisa melangkah maju, sementara perasaank...
Damn, You!!
2520      898     13     
Romance
(17/21+) Apa yang tidak dimilikinya? Uang, mobil, apartemen, perusahaan, emas batangan? Hampir semuanya dia miliki kecuali satu, wanita. Apa yang membuatku jatuh cinta kepadanya? Arogansinya, sikap dinginnya, atau pesonanya dalam memikat wanita? Semuanya hampir membuatku jatuh cinta, tetapi alasan yang sebenarnya adalah, karena kelemahannya. Damn, you!! I see you see me ... everytime...
Our Different Way
3598      1510     0     
Romance
Novel ini mengisahkan tokoh utama bernama Haira, seorang siswa SMA berusia tujuh belas tahun yang baru saja rujuk kembali dengan pacarnya, Gian. Mereka berdua tentu senang karena bisa kembali merajut kasih setelah tidak pernah bertemu lebih dari setahun akibat putus. Namun, di tengah hubungan yang sedang hangat-hangatnya, mereka diterpa oleh permasalahan pelik yang tidak pernah mereka bayangk...
Ti Amo
473      265     2     
Romance
“Je t’aime, Irish...” “Apa ini lelucon?” Irish Adena pertama kali bertemu dengan Mario Kenids di lapangan saat masa orientasi sekolah pada bulan Juli sekitar dua tahun yang lalu. Gadis itu menyukainya. Irish kembali bertemu dengan Mario di bulan Agustus tahun kemudian di sebuah lorong sekolah saat di mana mereka kembali mencari teman baru. Gadis itu masih menyukainya. Kenyataannya...
Dia yang Terlewatkan
342      228     1     
Short Story
Ini tentang dia dan rasanya yang terlewat begitu saja. Tentang masa lalunya. Dan, dia adalah Haura.
SILENT
4787      1449     3     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
If I Called Would You Answer
344      235     1     
Short Story
You called her, but the only thing you heard was ' I'm Busy '