Read More >>"> Lenna in Chaos (Malam Pameran Ezme (Bagian 1)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lenna in Chaos
MENU
About Us  

Sekilas tempat itu tidak terlihat seperti galeri seni rupa. Rumah tingkat dengan plang Galeri Barli Kapila itu terlihat kuning dan mewah dari luar. Galeri itu terhimpit oleh dua rumah mewah lainnya yang cenderung lebih gelap dan sunyi. Kata orang, rumah-rumah di daerah ini kebanyakan milik orang Jakarta yang hanya menjadikannya sebagai rumah singgah akhir pekan.

Hal yang menarik bagiku dari halaman galeri itu adalah daun rambatnya yang rimbun memenuhi dinding pembatas rumah serta air mancur bundar yang cukup besar, seperti yang pernah kulihat di film dongeng. Airnya yang memancar dan berjatuhan dalam waktu bersamaan memantulkan cahaya lampu dari mana-mana.

Aku tiba lebih dulu di parkiran yang sudah nyaris penuh sesak oleh mobil-mobil mewah. Maia, Yuka, dan Ian kemudian menyusul beberapa menit kemudian. Mereka berpakaian ala-ala kolektor seni mewah padahal isi dompet mereka kosong melompong. Maia memuji sekaligus mengejek baju terusan hitamku. “Outfit-mu malam ini seperti akan menghadiri pemakaman, Len. Elegan, misterius, namun berduka.”

Aku mengangkat bahu tidak peduli, “Bodo amat.”

“Kerja bagus,” Maia kemudian menepuk pundakku dengan penuh kebanggaan. “Gitu, dong. Harus bodo amat.”

Sekali lagi aku mengangkat bahu.

Setelah membeli buku katalog lukisan Ezme Barkenbosch yang sengaja atau tidak sengaja diwajibkan oleh panitia seharga seratus ribu, kami pun masuk ke dalam. Di dalam galeri, suasana begitu ramai. Lampu kristal mewah menghiasi langit-langit ruangan. Seketika mataku mencoba menerka-nerka siapa itu yang berdiri di sudut dan merokok, siapa itu yang sedang meneguk champagne, dan siapa yang berbincang begitu ceriwis di tengah-tengah lorong pameran.

“Gila, ini pameran borju banget,” komentar Yuka sembari geleng-geleng kepala.

“Aku akan melihat-lihat,” Maia kemudian menerobos kerumunan dan menghayati satu per satu lukisan yang dipajang.

Kemudian aku menghela napas begitu panjang. Sangat panjang sampai-sampai paru-paruku terasa penuh. Mataku menerabas satu per satu. Lalu aku mendapati si tuan rumah dengan wajah berseri-seri di atas kursi rodanya. Kini ia sedang dikelilingi oleh para kolega.

Ezme Barkenbosch tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya: introvert, pemalu, dan murah senyum. Dari jarak yang terbentang di antara kami berdua, bisa kulihat Ezme tengah duduk di kursi roda, berambut coklat tua seperti batang kayu eboni, berkulit putih pucat dengan lipstik bold merah dan mengingatkanku pada bibir Maleficent, serta gaun hitamnya yang menutupi seluruh kakinya. Mungkin aku sok pandai dalam menilai orang asing, namun kulihat ada rasa percaya diri yang melekat dalam tubuhnya meskipun ia cacat seumur hidup gara-gara kecelakaan saat panjat tebing itu.

Mengalir begitu saja, aku sibuk mencocokkan cerita Pak Shaheer tentang diri wanita itu terhadap mimik wajahnya, gelagatnya, dan bagaimana caranya dia bertingkah. Satu menit saja aku memandangnya, cerita-cerita itu terasa valid. Sepertinya dia berhasil membuat orang-orang kagum dengan dirinya. Wanita itu memesona dengan caranya sendiri yang unik dan berani. Tapi, aku mesti mengamatinya lebih jauh lagi karena cerita Pak Shaheer tentang wanita itu mengingatkanku pada sisi lain yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan kelihatannya. Penampilannya di depan dan di belakang orang-orang mengingatkanku pada teori dramaturginya Erving Goffman.

Ezme juga banyak mengingatkanku kepada Nirvana. Meskipun Nirvana lebih cenderung mirip dengan bapaknya, tapi gen kecantikan dan kearoganan Ezme berhasil turun dengan mulus kepada anak tunggalnya itu. Anaknya yang sekarang sudah menjadi aktivis pembela rakyat kecil dan sering sekali diekori para intel kemana pun ia pergi. Well, itu semua terasa masuk akal sekarang.

Saat ini, sang pelukis itu sedang mengobrol dengan kolektor seni yang kutahu asal Jakarta, Abbyasa Pramita. Wanita itu memandang calon pembelinya dengan wajah yang ramah sekaligus gahar, dengan sedikit putaran di bola matanya.

 

*

 

Menjelang pukul setengah sepuluh malam, galeri seni yang terletak di Cimbuleuit ini sudah tidak begitu ramai namun tidak begitu sepi juga. Di sepanjang ruangan galeri, tergantung lukisan-lukisan Ezme dengan anggun. Sinar-sinar lampu lembut yang memancar dari atasnya menambah dramatis isi lukisan dan menjadikannya hidup dan bersinar-sinar. Mengejutkannya, dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi, Ezme berhasil menyedot pengunjung sebanyak hampir seribu orang di hari pertama ini. Dan entah apa yang mengilhaminya, wanita itu hanya melukis satu orang wanita dari berbagai sudut pandang.

Tapi, mataku malah tertuju pada sebuah lukisan yang dipajang tepat di samping Ezme. Tanpa ragu, aku menghampiri lukisan itu untuk melihat dari dekat. Judulnya “Nyai di Venice”. Gambar itu memperlihatkan seorang wanita berkebaya putih sedang menaiki perahu sendirian. Di samping kanan dan kirinya, terlihat arsitektur bangunan khas Venesia yang anggun, filosofis, dan berwarna. Pemandangan seperti itu benar-benar ingin aku manifestasikan di hadapanku secara nyata sekarang juga. Ada warna salmon dan oranye yang kuat dari lukisan itu yang mengingatkanku pada masa-masa yang damai dan indah. Saat-saat di mana aku sedang sendirian. Lagu Where Did You Get That Girl-nya Anita Kert Ellis dan Fred Astaire yang terputar dari pengeras suara membuat lukisan itu terasa hidup.

“Rupanya ada wartawan di sini,” ujar seseorang.

Aku menoleh dan mendapati Pak Shaheer berdiri di sampingku. Dia memakai kaus polo yang dilapisi jas hitam gagah, dengan celana jins mahal, serta sepatu boots Dr. Martens yang mengkilat. Dia pun sama sepertiku, sedang mengamati lukisan tersebut. “Eh, Bapak apa yang –.”

“Mengunjungi pameran mantan istri,” potongnya lalu diiringi kekehan seperti pria tua renta. “Dia semakin luar biasa. Bukankah begitu? Mantan kekasih biasanya begitu, bersikap menyesal karena hubungan yang telah usai. Saya adalah salah satu mantan kuno seperti itu,” jawabnya.

“Apa Bapak dan mantan istri baik-baik saja sekarang?” tanyaku hati-hati. Aku bisa membayangkan bagaimana rasanya berbesar hati namun berbesar hati itu seakan-akan menjadi senjata makan tuan. Hatinya yang sudah menggembung besar itu sebentar lagi akan meledak menjadi kepingan kecil-kecil. Dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa menatanya kembali dalam kesendirian yang menahun.

Dia menjawab pertanyaanku dengan mengangkat bahu. Seperti memberiku firasat buruk yang abstrak. Aku tidak bisa menduga apa-apa soal apa yang akan terjadi beberapa saat lagi. Namun dari ekspresinya, beliau sudah berteman baik dengan para hantu itu. Para hantu kegelapan yang telah lama bercokol di dalam dirinya.

Kemudian kami berkeliling di galeri berdua dengan canggung. Aku menemukan sebuah lukisan unik yang dipajang di pojokan yang sepi dan sedikit muram. Lukisan seorang wanita yang sama – tapi kali ini dia tidak mengenakan kebaya putih dan kain batik. Namun, wanita itu mengenakan blouse bunga-bunga yang rumit dan terlihat indah. Dia sedang bersepeda di tengah-tengah padang rumput. Judulnya membuat hatiku meleleh: “Wanita yang Merindukan Kebebasannya”. Teksturnya lembut, menimbulkan sensasi yang hangat, penuh angan, sekaligus lugas. Rambutnya tidak dikonde, melainkan terurai dan terbawa angin.

“Setiap wanita ingin terlihat seperti itu,” gumam Pak Shaheer di sebelahku.

Aku mengiyakannya dalam hati dan masih setia menatap keajaiban wanita di hadapanku. Aku tahu ini adalah lukisan yang penuh dengan khayalan. Siapa wanita yang dilukis Ezme ini, batinku. Dari potret ini pula, semakin jelas wajahnya: berbentuk bulat telur, pipi sedikit tembam, namun tubuhnya pendek dan kurus. Ada segurat rasa merana yang ditonjolkan dari warna biru dan lembayungnya.

“Shaheer?” sela seseorang dari belakang kami.

Kami menoleh ke belakang secara bersamaan.

“Ezme.”

Wanita itu masih di atas kursi kordanya. Dia menengok kanan-kiri dan kembali menatap Pak Shaheer. “Kenapa kamu datang? Bukankah sudah ada peraturan tertulis di antara kita kalau kamu tidak boleh mendatangiku lagi?” ujar Ezme dengan berapi-api. Dia mendorong kursi rodanya sendiri mendekati kami. Matanya kemudian beralih padaku. Wanita dengan sorot mata penuh kekuasaan itu memandangiku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dari gelagatnya, bahkan dia seperti tidak menyukaiku.

“Ke mana Nirvana? Apa dia datang bersamamu hari ini?” tanya Pak Shaheer dengan sopan.

Aku tidak bisa membayangkan itu. Seorang pria dan wanita yang pernah menghabiskan banyak waktu berdua, saling berbagi mimpi, tidur di bawah selimut yang sama, dan menghirup aroma hujan di satu tempat yang sama kemudian beberapa tahun berlalu dan kini mereka harus saling menyapa dengan bahasa yang terlampau formal dan canggung. Meskipun sudah lama berpisah, tapi mereka tidak pernah benar-benar berpisah karena mereka telah menciptakan satu anugerah bersama-sama: seorang anak. Apalagi dia adalah perempuan yang kemudian berubah menjadi terluka dan kini ia bertingkah liar.

Ezme menggeleng. “Dia belum datang,” jawabnya singkat. Wanita itu kemudian menatapku.

Aku terkesiap. “Halo, saya Lenna. Selamat Ibu Ezme atas pamerannya,” ujarku sambil sedikit membungkuk.

Wajahnya kemudian melunak. Kedua tangannya dilipat di dada. Tatapannya kembali kepada Pak Shaheer yang hanya mampu memandang wanita itu dengan perasaan kalut. Ada kesedihan yang menahun yang mengepul dari keduanya. Tapi aku tahu keduanya menyimpan itu sendiri di dalam hati. Because some things are better left unsaid. Kemudian aku membayangkan kedua orang tuaku. Dan sepasang mantan kekasih yang pernah menyatu di hadapanku ini seperti merepresentasikan orang tuaku di masa yang akan mendatang. Seketika aku merasa sangat takut.

Di saat yang bersamaan, seseorang muncul dari ujung koridor, “Ayah! Ayah datang?” Nirvana tergopoh-gopoh datang menghampiri kami. Jantungku nyaris loncat. Dia muncul begitu tiba-tiba tanpa pertanda apa-apa. Mata gadis itu kemudian menatapku dengan setengah percaya. “Lenna?”

***

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
4454      1919     22     
Romance
Kenangan pahit yang menimpanya sewaktu kecil membuat Daniel haus akan kasih sayang. Ia tumbuh rapuh dan terus mendambakan cinta dari orang-orang sekitar. Maka, ketika Mara—sahabat perempuannya—menyatakan perasaan cinta, tanpa pikir panjang Daniel pun menerima. Sampai suatu saat, perasaan yang "salah" hadir di antara Daniel dan Mentari, adik dari sahabatnya sendiri. Keduanya pun menjalani h...
River Flows in You
571      310     6     
Romance
Kean telah kehilangan orang tuanya di usia 10 tahun. Kemudian, keluarga Adrian-lah yang merawatnya dengan sepenuh hati. Hanya saja, kebersamaannya bersama Adrian selama lima belas tahun itu turut menumbuhkan perasaan lain dalam hati. Di satu sisi, dia menginginkan Adrian. Di sisi lain, dia juga tidak ingin menjadi manusia tidak tahu terima kasih atas seluruh kebaikan yang telah diterimanya dar...
Susahnya Jadi Badboy Tanggung
3235      1314     1     
Inspirational
Katanya anak bungsu itu selalu menemukan surga di rumahnya. Menjadi kesayangan, bisa bertingkah manja pada seluruh keluarga. Semua bisa berkata begitu karena kebanyakan anak bungsu adalah yang tersayang. Namun, tidak begitu dengan Darma Satya Renanda si bungsu dari tiga bersaudara ini harus berupaya lebih keras. Ia bahkan bertingkah semaunya untuk mendapat perhatian yang diinginkannya. Ap...
Gi
717      391     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
KILLOVE
2742      928     0     
Action
Karena hutang yang menumpuk dari mendiang ayahnya dan demi kehidupan ibu dan adik perempuannya, ia rela menjadi mainan dari seorang mafia gila. 2 tahun yang telah ia lewati bagai neraka baginya, satu-satunya harapan ia untuk terus hidup adalah keluarganya. Berpikir bahwa ibu dan adiknya selamat dan menjalani hidup dengan baik dan bahagia, hanya menemukan bahwa selama ini semua penderitaannya l...
Jelita's Brownies
2388      1040     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
SEMPENA
2079      738     0     
Fantasy
Menceritakan tentang seorang anak bernama Sempena yang harus meraih harapan dengan sihir-sihir serta keajaiban. Pada akhir cerita kalian akan dikejutkan atas semua perjalanan Sempena ini
After Feeling
3531      1401     1     
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...
ETHEREAL
1030      431     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...
Caraphernelia
544      266     0     
Romance
Ada banyak hal yang dirasakan ketika menjadi mahasiswa populer di kampus, salah satunya memiliki relasi yang banyak. Namun, dibalik semua benefit tersebut ada juga efek negatif yaitu seluruh pandangan mahasiswa terfokus kepadanya. Barra, mahasiswa sastra Indonesia yang berhasil menyematkan gelar tersebut di kehidupan kampusnya. Sebenarnya, ada rasa menyesal di hidupnya k...