Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lenna in Chaos
MENU
About Us  

Mungkin kisahku dan kamu sangat klasik: kamu adalah panitia ospek yang galak tapi tampan yang digandrungi seluruh cewek-cewek komunikasi angkatanku namun kamu malah ditakdirkan untukku. Kudengar desas-desus, beberapa cewek bahkan rela dilecehkan pria setampan kamu. Anjrit. Mendengar khalayan mereka soal kamu membuatku sangat ingin muntah.

Meski kamu beberapa kali sempat mempermalukanku di depan umum saat kegiatan ospek berlangsung, akhirnya kamu sendiri yang menyelamatkanku dan meminta maaf kepadaku. Jujur, itu konyol banget. Saat itu, aku bisa lihat wajahkamu yang terpahat dengan sangat baik. Alis tebalmu, hidung mancungmu, dan mata belonya. Belum lagi rahangmu, setiap detail pori-pori wajahmu, dan puncak hidungmu. Saat kita bersalaman, aku bisa merasakan tanganmu berkeringat. Katamu, kamu tidak bermaksud untuk menyakiti perasaanku dan kegiatan ospek hanya sekadar praktik dramaturgi panitia saja. Setelahnya, kita sempat kehilangan kontak untuk beberapa bulan. Aku hanya melihatmu sesekali di kampus.

Menjelang pemilihan konsentrasi di semester tiga, beberapa kakak tingkat humas menyeretku untuk masuk konsentrasi yang sama dengan mereka. Mereka membujukku dengan kata-kata manis dan menjanjikanku berbagai prospek yang cerah. Aku sendiri masih ragu-ragu meskipun banyak dari teman-temanku yang sudah lebih mantap untuk masuk humas. Entah bagaimana, di lorong kampus yang sepi, aku tidak sengaja berpapasan denganmu. Meski aku sempat yakin bahwa kamu telah melupakanku, namun nyatanya kamu segera memanggil namaku dan memintaku untuk masuk konsentrasi jurnalistik.

Aku masih ingat wangi parfummu kala itu: aroma cokelat bercampur kelapa yang memikat.

Akhirnya aku memutuskan bergabung pada acara jambore jurnalistik. Meski terdengar agak mustahil untuk anak ingusan macam diriku, tapi tetap saja, setitik keluarbiasaan itu akan selalu menjadi momen yang diingat. Di saat kabut malam Gambung mulai turun serta pendar api unggun yang mulai redup itu, mata kami berdua beradu di antara sebentang jarak.

Selama beberapa minggu, setelah ospek yang melelahkan, aku lebih dikenal sebagai Lenna si anak bawang. Beberapa orang menilai bahwa aku adalah cewek paling imut yang salah masuk jurusan. Beberapa orang lagi menilai bahwa aku adalah kutukan. Semua pria menyukaiku, dan tentu saja pemenangnya adalah kamu.

Selama beberapa bulan menjadi pacarmu, aku semakin mencoba untuk mengenalmu. Kamu itu batu. Aku juga batu. Gesekan batu dapat menjadikannya api, bukan?

Kamu berwatak dingin, keras kepala, mengintimidasi, namun pada beberapa kesempatan yang sangat jarang, kamu bertingkah sangat manis. Hal itu yang sangat kutunggu-tunggu darimu. Kamu sangat senang menulis. Semenjak kuliah, kamu aktif mengirimkan artikel dan resensi buku yang kamu baca ke berbagai media cetak dan online. Hasil fotonya pun mumpuni, sering menjadikanmu sebagai juara lomba fotografi jurnalistik tingkat kota, provinsi, bahkan nasional mengalahkan pewarta foto lain. Tidak salah kalau di kelas kamu menjadi sahabat dosen macam Pak Fikar dan Bu Sinta, padahal perawakanmu sangat urakan.

Di berbagai macam kesempatan, kita banyak menyusuri sudut kota berdua, menikmati santapan roti bakar Ambu, pergi ke pameran lukisan, dan membeli buku-buku bekas di Palasari atau Asia Afrika. Kita sering mendengarkan jangkrik di daratan utara dan kami sering meratapi lampu jalanan kota sepanjang kami menyusuri Jalanan Dago.

Kamu juga mengetahui masalah keluargaku dan menghiburku dengan cara yang manis. Beberapa kali kamu menemaniku mabuk dan entahlah apa yang kulontarkan kepadamu saat itu. Tapi, aku bisa merasakan rasa kasihan yang muncul darimu kepadaku. Perasaan kasihan yang diliputi khawatir.

Aku mengerti jenis perasaan itu: perasaan ingin selalu melindungiku.

 

*

 

Namun meski begitu, pria dewasa seperti kamu akan selamanya dipenuhi idealisme dan dikuasai adrenalin. Kamu ingin bebas, pergi jauh, berkelana, dan melakukan hal-hal yang kamu inginkan, meskipun hal itu tidak sepadan dengan risikonya yang teramat besar.

Waktu itu, aku mendengar kabar proyek pembuatan film dokumenter yang akan kamu garap bersama tim yang kamu kenal dari seorang kawan. Katamu, kamu akan pergi menyusuri hutan Kalimantan untuk waktu yang lama. Aku sendiri kaget karena kamu tidak pernah meninggalkanku lebih dari satu minggu. Untuk berapa lama? Mengapa kamu tidak mendiskusikan proyek ini terlebih dahulu denganku?

“Saya takut kamu nggak ingin saya pergi. Makanya saya belum ingin bilang,” ujarmu suatu hari, di sebuah sudut kedai kopi di pinggir jalan Dago yang dipenuhi bising kendaraan – dan sesekali adalah bunyi knalpot Harley yang berat. “Bukannya saya nggak ingin mendiskusikan ini denganmu. Saya pasti akan bilang, tapi saya menunggu waktu yang tepat.”

“Jadi kamu anggap aku penghalang kamu? Begitu?” 

Kamu hanya menyeringai, merokok.

“Ayo, katakan sesuatu,” desakku lagi.

“Seratus hari,” kamu kemudian menatapku dengan tatapan intens. “Saya akan pergi selama seratus hari. Kalau saya bilang seperti itu, kamu mau bicara apa, Len?”

Mataku menyipit. “Apa? Seratus hari?”

“Ini proyek yang penting untuk saya. Ini adalah ajang pembuktian saya sebelum kelak saya akan bekerja di media yang jauh lebih besar. Ini adalah pembelajaran penting untuk saya. Jadi tolong, Len, jangan katakan apa pun yang membuat saya berat untuk pergi meninggalkanmu selama seharus hari. Jangan.”

“Serius? Itu yang benar-benar ingin kamu katakan?”

Kamu terdiam.

“Aku nggak akan ngelarang kamu…,” tiba-tiba lidahku kelu. Aku ingin melarangmu pergi dan membujukmu untuk menghabiskan hari-hari itu bersamaku saja. Tapi saat melihat raut wajahmu yang berbeda hari ini, entah mengapa tiba-tiba aku kehilangan kata-kata. Aku merasa tidak berhak ikut andil dalam keputusanmu kali ini.

Aku berusaha menyembunyikan kedua bola mataku yang mulai basah. Tanpa disangka-sangka, kamu menggeser duduknya semakin mendekat padaku. Kamu membiarkanku untuk merebahkan kepalaku di pundaknya. Lalu dia berbisik, “Kamu nggak usah khawatir, Len.”

“Hmm?”

“Saya sudah siapkan segalanya untuk kamu. Seratus lagu yang akan kamu dengar setiap hari, perintah-perintah yang harus kamu lakukan untuk saya – meeting new people – kamu akan segera berjumpa dengan kawan-kawan lama saya dan menjadi dekat dengan mereka, daftar tempat yang harus kamu kunjungi, dan daftar hal-hal yang kamu harus lakukan selama saya pergi. Jadi, ingat, ya. Saya mencoba meraih mimpi, kamu di sini menunggu saya.”

“Kamu beneran bakalan pulang, kan? Nggak akan macem-macem?”

Kamu mencium keningku. “Saya pasti pulang. Percaya, deh.”

 

*

 

Singkat cerita, kamu benar-benar pergi di pagi buta dan menyisipkan secarik surat yang diselipkan di antara tanaman perdu halaman rumahku.

Aku tidak pernah lupa mencatat seluruh kegiatan yang aku lakukan setiap harinya pada sebuah buku catatan. Hal itu kulakukan agar kelak aku dapat menceritakan secara detail kepadamu tentang semua hal yang berhasil kulakukan tanpamu. Aku juga mendengarkan semua daftar putar lagu yang kamu persiapkan untukku dengan senang hati.

Di hari kedelapan, keempat belas, keduapuluh tujuh, serta keempat puluh dua, aku masih mendapatkan email darimu. Di surat-surat itu, kamu menjelaskan betapa semangat dan bergairahnya kamu saat menyusuri hutan tropis yang indah dan berkunjung ke pusat konservasi orangutan. Kamu juga menceritakan kunjungannya menuju desa suku Dayak dan menelusuri ulang konflik Sampit. Surat terakhir yang kudapatkan di hari keempat puluh dua, kamu menuliskan sebuah puisi.

Hutan hijau, Lennaku malang. Menatap cahaya terbenam seperti menatapmu bisu. Di manakah aku berada?

 

*

 

Hari ke-100, 102, 110, 203, 304, kamu tidak kunjung pulang.

 

*

 

Hari-hari selanjutnya setelah aku menyadari bahwa aku sangat menyukai letak kantorku yang terletak di antara bangunan tua, aku mulai bersahabat dengan kantorku yang kelabu dan dingin, rak-rak dipenuhi berkas, dan suara tak-tuk-tak-tuk keyboard laptop. Aku sudah mulai enggan mengomentari suara dengkuran Kang Cepot si penjaga kantor yang kerasnya minta ampun ataupun menanggapi ocehan Maia soal produk skincare asal Korea yang digandrungi olehnya. Aku juga sudah kurang memedulikan penampilan, seperti yang Yuka sering katakan kepadaku, bahwa aku terlalu berantakan untuk seorang gadis lajang berusia matang untuk menikah.

“Len, Len. Menurutmu, lebih baik saya habiskan gaji bulan ini untuk membeli rangkaian perawatan wajah merek A atau B?” tanya Maia dengan wajah tanpa berdosa.

“Len, dekil banget, Kaosnya nggak dicuci, ya? Nanti kan mau ke balkot, wawancara Pak Wali!” komentar Yuka.

“Apa pedulimu? Biarkan saja Lenna dekil. Biar dia jomblo seumur hidup,” sahut Ian menyebalkan. Oh, rupanya, dia sudah menganggapku gadis single alih-alih punya kekasih tapi LDR.

Saat Mas Sultan mampir dan menghampiri kami di jam-jam kritis alias lapar dan ngantuk, aku sudah mulai menatap Mas Sultan dengan biasa saja – meskipun masih banyak hal tentangmu yang ingin kuketahui darinya. Aku juga bisa merasakan Mas Sultan memandangku dengan kelu. Diam-diam aku mampu membaca pikirannya. Dia juga seakan merasa kehilangan yang aku rasakan.

Segalanya menjadi sedikit lebih terang – karena semenjak kamu pergi, aku lebih banyak memulai hari dengan kegelapan.

 

***

 

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Pacarku Arwah Gentayangan
5889      1751     0     
Mystery
Aras terlonjak dari tidur ketika melihat seorang gadis duduk di kursi meja belajar sambil tersenyum menatapnya. Bagaimana bisa orang yang telah meninggal kini duduk manis dan menyapa? Aras bahkan sudah mengucek mata berkali-kali, bisa jadi dia hanya berhalusinasi sebab merindukan pacarnya yang sudah tiada. Namun, makhluk itu nyata. Senja, pacarnya kembali. Gadis itu bahkan berdiri di depannya,...
Under a Falling Star
1050      614     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Rewrite
9338      2689     1     
Romance
Siapa yang menduga, Azkadina yang tomboy bisa bertekuk lutut pada pria sederhana macam Shafwan? Berawal dari pertemuan mereka yang penuh drama di rumah Sonya. Shafwan adalah guru dari keponakannya. Cinta yang bersemi, membuat Azkadina mengubah penampilan. Dia rela menutup kepalanya dengan selembar hijab, demi mendapatkan cinta dari Shafwan. Perempuan yang bukan tipe-nya itu membuat hidup Shafwa...
Selepas patah
204      167     1     
True Story
Tentang Gya si gadis introver yang dunianya tiba-tiba berubah menjadi seperti warna pelangi saat sosok cowok tiba-tiba mejadi lebih perhatian padanya. Cowok itu adalah teman sebangkunya yang selalu tidur pada jam pelajaran berlangsung. "Ketika orang lain menggapmu tidak mampu tetapi, kamu harus tetap yakin bahwa dirimu mampu. Jika tidak apa bedanya kamu dengan orang-orang yang mengatakan kamu...
TO DO LIST CALON MANTU
1527      695     2     
Romance
Hubungan Seno dan Diadjeng hampir diujung tanduk. Ketika Seno mengajak Diadjeng memasuki jenjang yang lebih serius, Ibu Diadjeng berusaha meminta Seno menuruti prasyarat sebagai calon mantunya. Dengan segala usaha yang Seno miliki, ia berusaha menenuhi prasyarat dari Ibu Diadjeng. Kecuali satu prasyarat yang tidak ia penuhi, melepaskan Diadjeng bersama pria lain.
My Dangerious Darling
4661      1767     3     
Mystery
Vicky, mahasiswa jurusan Tata Rias yang cantik hingga sering dirumorkan sebagai lelaki gay bertemu dengan Reval, cowok sadis dan misterius yang tengah membantai korbannya! Hal itu membuat Vicky ingin kabur daripada jadi sasaran selanjutnya. Sialnya, Ariel, temannya saat OSPEK malah memperkenalkannya pada cowok itu dan membuat grup chat "Jomblo Mania" dengan mereka bertiga sebagai anggotanya. Vick...
Seiko
616      467     1     
Romance
Jika tiba-tiba di dunia ini hanya tersisa Kak Tyas sebagai teman manusiaku yang menghuni bumi, aku akan lebih memilih untuk mati saat itu juga. Punya senior di kantor, harusnya bisa jadi teman sepekerjaan yang menyenangkan. Bisa berbagi keluh kesah, berbagi pengalaman, memberi wejangan, juga sekadar jadi teman yang asyik untuk bergosip ria—jika dia perempuan. Ya, harusnya memang begitu. ...
Metamorf
148      122     0     
Romance
Menjadi anak tunggal dari seorang chef terkenal, tidak lantas membuat Indra hidup bahagia. Hal tersebut justru membuat orang-orang membandingkan kemampuannya dengan sang ayah. Apalagi dengan adanya seorang sepupu yang kemampuan memasaknya di atas Indra, pemuda berusia 18 tahun itu dituntut harus sempurna. Pada kesempatan terakhir sebelum lulus sekolah, Indra dan kelompoknya mengikuti lomba mas...
Aku Biru dan Kamu Abu
800      474     2     
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?
Lullaby Untuk Lisa
5583      1627     0     
Romance
Pepatah mengatakan kalau ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Tetapi, tidak untuk Lisa. Dulu sekali ia mengidolakan ayahnya. Baginya, mimpi ayahnya adalah mimpinya juga. Namun, tiba-tiba saja ayahnya pergi meninggalkan rumah. Sejak saat itu, ia menganggap mimpinya itu hanyalah khayalan di siang bolong. Omong kosong. Baginya, kepergiannya bukan hanya menciptakan luka tapi sekalig...