Sebelum ke A2T Cafebook, gue mampir ke UMY -Universitas Muhammadiyah Yogyakarta- terlebih dahulu. Kampus satu ini salah satu kampus inceran gue dulu. Soalnya keunggulannya banyak: program internasional, fasilitas memadai, lokasi strategis, paling utama banyak beasiswa. Sayang, pas mau daftar S2 di UMY nggak ada jurusan Matematika. Jadilah masuk ke UNS.
Gue ke kampus ini buat menemui Riant. Mencari tau bobroknya Renaldy. Gue telepon Riant dulu.
Tuttttt …
"Halo, siapa ya?"
"Oi, Bro. Ini gue, Adrish. Gue lagi ada di kampus lu nih. Bisa ketemu nggak? Soalnya ada yang mau gue tanyain, penting!"
"Duh, maaf banget. Gue lagi di Bantul nih. Kampung Istri. Mertua sakit soalnya."
"Gitu ya, Bro. Oke deh, lain waktu aja kita atur ketemu. GWS buat mertua lu ya."
"Makasih pengertiannya."
Agak kecewa emang. Namun, salah gue juga ke kampus ini nggak bilang-bilang dulu ke Riant. Daripada nggak ada hasil apa-apa, sekalian aja gue tanya beberapa mahasiswa atau mahasiswi di sini. Siapa tahu ada yang mengenal Renaldy
Ketika gue berjalan, gue berpapasan dengan cewek tomboy, memakai kaos, rambut pendek.
"Mbak, tunggu. Saya mau nanya, kenal Ayden Renaldy nggak?"
"Ayden Renaldy yang mana ya?"
"Yang dosen di sini."
"Maaf, nggak kenal."
"Makasih, Mbak."
Gue berjalan lagi. Beberapa orang gue tanyain, jawabannya sama. Nggak kenal. Tiba-tiba ada pria berkemeja merah maroon dia berhenti di depan gue.
"Kamu Adrish Alamar, kan?"
"Iya. Kamu siapa ya?"
"Ini gue, Agus. Dulu kita sering ngeband bareng."
Gue menepuk jidat. "Astaga, jadi lu Agus. Hey, apa kabar? Kuliah di sini?"
"Iya, gue ambil magister hukum. Kamu ngapain di sini?"
Kami dulu waktu SMA dan kuliah sempat punya Band. Nah, dia vokalisnya. Gitu-gitu dia maniak nonton Drama Korea genre kriminal dan hukum. Ini yang membuatnya ingin jadi jaksa atau pengacara.
"Tadinya mau ketemu Riant. Masih inget kan?"
"Ah, iya. Riant keren banget dia sekarang. Jadi dosen, Bro."
"Gue juga dosen."
"Serius?" tanyanya nggak percaya.
"Emang tampang gue nggak cocok jadi dosen?"
"Bukan gitu. Kan kamu dulu paling bandel. Sampai pernah ditahan polisi sehari gara-gara berantem atau apa ya dulu?"
Sial, kenapa masih ada yang ingat bobroknya gue zaman dulu?
"Lu kenal Ayden Renaldy nggak? Katanya dia dosen di sini."
Gue sengaja belokin pembicaraan. Biar nggak bahas aib gue mulu.
Dia garuk-garuk kepala yang entah ubanan atau kutuan. "Wah, aku anak baru sih di sini. Belum pada kenal dosen-dosen di sini. Kenalnya Riant doang."
"Oh gitu ya."
"Nanti aku tanya ke temenku yang hobi gaul sama dosen di sini deh. Siapa tau kenal sama Ayden Renaldy."
"Boleh. Kalau udah dapat infonya, kabari ya. Penting banget soalnya. Eh, nomor WA lu berapa?"
"Buat apaan, Bro?"
Agus dari dulu emang orangnya kepoan. Bahaya sih dijadikan teman.
"Ada deh. Ntar gue ceritain kalau udah dapat info valid Ayden Renaldy beneran dosen di sini atau nggak?"
Kami pun bertukar nomor Whatsapp
Gue semakin yakin dia bukan dosen. Namun, cara buktikan ke Allura gimana?
***
Ketika gue datang ke kafe, si Taqi sudah nangkring di meja kasir. Gue terkejut.
"Tumben lu ke sini pagi. Nggak kerja?" tanya gue heran.
"Gue capek kerja. Mana nih di rumah sakit tantenya Allura masih aja centil kedip-kedipin mata, sok-sokan bawain makanan, sampai ngajak ke kantin bareng."
Tuh, kan kumat. Ditanya apa jawabnya apa. Mengobrol sama Taqi tuh mesti sabar.
"Sengaja ambil cuti sih demi gantiin Allura. Daripada Si Tengil yang jaga meja kasir ini. Kowe kok baru datang?" lanjutnya lagi.
"Tadi gue ke UMY dulu nyari tau Si Tengil."
"Terus dapat informasi apaan di sana?"
Renaldy lewat di hadapan kami. Dia terlihat pura-pura sibuk mengelap meja. Padahal gue tahu dia menguping pembicaraan kami. Terlihat jelas, matanya hanya fokus ke kami.
"Ada informasi penting banget loh. Masa yang katanya dosen, pas gue tanya mahasiswa atau mahasiswi di sana nggak ada yang kenal?" Sengaja gue kerasin. Pengen liat respons dia.
"Jangan-jangan dosen gadungan lagi."
Mantap benar julidan Taqi. Kena mental tuh orang.
Allahu Akbar (2x)
Kafe ini memang dekat sama masjid. Jadi setiap azan kedengaran banget.
"Pakdos, kita enaknya salat di masjid atau musala sini aja biar jamaah sama karyawan?"
"Kalau mereka mau jamaah bareng, ya kita di sini aja. Biar gue imamin. Kalau lagi pada dapet, kita ke masjid aja."
"Oke tak tanya karyawan dulu."
Taqi berjalan ke belakang. Menanyakan karyawan yang mau salat jamaah atau nggak.
"Renaldy, tutup kafe ya. Kita salat dulu."
"Baik, Pak Bos."
Taqi kembali. "Pak Dos, anak-anak siap salat jamaah."
"Okelah."
Kami pun siap-siap ambil air wudhu dulu. Berhubung kerannya terbatas, jadilah gue sama Taqi belakangan aja. Mengalah sama karyawan cewek.
"Sebenarnya tadi gue bohong. Aslinya gue nggak ketemu temen gue itu. Tapi gue ketemu temen dan nanyain soal Renaldy. Mereka nggak ada yang kenal Si Tengil. Jadi kita susah nih nunjukin bukti ke Allura."
"Terus kita mesti gimana dong?"
"Kita terus sindir aja biar Si Tengil. Biar dia kena mental jadinya ngaku dan resign dengan sendirinya."
"Ide bagus."
Mendadak Taqi menepuk jidat. "Astagfirullah, sempet-sempetnya kita gibahin orang pas mau wudhu."
Gue pun baru menyadari hal itu. Kami pun bergegas ambil wudhu.
***
Seusai salat, masih ada waktu 30 menit buat karyawan makan siang. Mereka makan siang di dapur. Ketika gue dan Taqi ke dapur, kebetulan ada Renaldy.
"Kami boleh makan siang dan sambil ngobrol sama kalian nggak?" tanya gue.
"Boleh banget Pak Bos. Apalagi sambil gibahin orang," timpal Imel semangat. Dia kembali menyuap bihun di kotak makannya.
"Kalian ya kadang-kadang suka nganu. Giliran gibah aja semangat," sahut Taqi.
"Menurut kalian nih ya kalau ada orang yang melamar kerja, tapi CV.nya halu belum terwujud, apalagi ngaku-ngaku jadi dosen gimana?"
"Wah, setau saya itu masuk pemalsuan dokumen. Kena pasal kayaknya. Coba nanti saya tanya temen yang lulusan hukum," tutur Diani.
"Kok tiba-tiba bahas CV halu? Emang di sini ada yang ngelamar kerja makai CV halu?" tanya Ira polos.
"Uhuk." Renaldy tersedak.
Gue senyum-senyum sendiri. Berarti sudah kena mental.
Aruna yang dulu sempat masuk jurusan keperawatan, langsung sigap menepuk punggung Renaldy. "Makanya Mas Renaldy, kalau makan tuh pelan-pelan. Nih, minum dulu." Dia menyodor air ke Renaldy
"Dikangenin Ayangnya kali," seru Diani.
"Kalau ada yang modusin cewek demi keuntungan biar dijadiin atm hidup, itu sebutannya apa ya? Enaknya diapain?" tanya Taqi.
Taqi makin menyulut kompor. Suka deh.
"Wah, itu namanya Dakjal. Cewek cair duit capek-capek, si cowok seenaknya melorotin dengan gaya bikin nyaman. Layak disunat tiga kali sih," jawab Imel berapi-api yang bikin makin meleduk.
Orang yang disindir dari tadi diam doang. Jadi penasaran gimana perasaannya ya?
Sukses, Mbak Arini
Comment on chapter Chapter 1 (Kinari Allura)