Ayden Renaldy.
Author.
Profil pribadi:
Saya adalah penulis memiliki gelar Certificate Internasional Writer.
Keahlian & Kemampuan:
-Bisa berbahasa Indonesia, Arab dan Inggris.
-Mengusai aplikasi Ms. Word, Excel, Power Point.
-Mampu memanagemen Instagram dengan baik.
Riwayat pendidikan:
S1 Agribisnis Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2021.
-SMAN 2 Gunung Kerinci, lulus 2019.
Prestasi dan Pencapaian:
-Juara 1, Lomba Nasyid Nasional 2017.
-Juara 1 Lomba cerpen di Penerbit Realita.
-Menghasilkan 10 buku nonfiksi.
-Menghasilakan 30 ebook nonfiksi.
Goals:
-Dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
-Penulis Best Seller Internasional.
-S3 di Malaysia.
Gue selalu terbayang Renaldy mengobrol dengan Deb. Collector. Gue jadi tahu mereka Deb. Collector karena gue pernah ketemu mereka saat mereka nagih utang ke bapak gue. Gue jadi penasaran dengan latar belakang Renaldy. Penyelidikan dimulai dari melototi CV Renaldy. Dari awal melihatnya entah kenapa merasakan ada yang aneh, terutama di tulisan 'goals' masa iya masukin harapan atau yang belum terwujud di CV?
Berhubung gue tak mau pusing sendirian, CV Renaldy gue kirim ke WA Taqi. Selang lima menit muncul cetang biru dua. Langsung kutelepon saja. Malas chat.
"Oiiii … Bro, ngapain kirim CV. Renaldy?"
"Coba lu perhatiin CV Renaldy. Lu ngerasa ada yang aneh nggak sih dengan CV-nya?"
"Bentar, gue baca dulu."
"Iya sih. Nggak ada tanggal lahir, aneh di riwayat pendidikan, masa lulus SMA 2019, lulus kuliah 2021? Dua tahun doang? Apa kabar kita yang nyaris jadi mahasiswa abadi gegara lebih 4 tahun?"
"Nah, itu yang bikin gue curiga dan ngerasa aneh."
"Kalau kowe ngerasa aneh, kenapa milih dia?"
"Gue baru neh profilnya aneh. Kemarin itu gue terima karena gue terhipnotis tulisan profil, keahliannya bahasa Inggris, management Instagram dan dia penulis. Kinari kan butuh semua itu. Gue sadar sih kita nggak bisa selalu didekat Kinari. Kinari butuh sosok orang lain yang bisa diandalkan. Tapi gue juga nggak mau kalau dia cuma dikibulin atau dimanfaatkan."
"Ya ampun, sesayang itu ya lu sama Kinari."
"Iyalah, dia cewek terlangka dan terbaik yang pernah gue kenal."
Gue nostalgia awal pertama kali gue jatuh cinta sama dia. Dia super polos, cantik, berwajah baby face, rambut panjang bergelombang di bawahnya, mungil, gemesin. Sayang, dia memiliki kekurangan. Kakinya tak sempurna. Dia memakai kaki palsu dan tongkat besi di kiri. Gara-gara kekurangannya itu membuat mama gue nggak merestui dia jadi istri gue. Gue dinikahkan dengan cewek lain. Hal ini yang bikin gue merasa bersalah sama dia. Alhasil, ketika 2012 sudah jadi duda, gue balik ke Kinari. Gue janji mendampingi dia sampai dia menemukan cinta sejati.
"Oiii … masih idup nggak lu? Kok diem?"
Seketika lamunan gue tersadar. "Sori, tadi gue nostalgia inget pertemuan ma Kinari. Menurut lu gimana caranya ya mancing Renaldy buat buktiin CV-nya asli atau palsu?"
Bagian ini agak sulit. Pasalnya, waktu buka lowongan kerja, Kinar nggak mau pelamar melampirkan fotokopi ijazah. Katanya di kafe ini terpenting kerja keras bukan pendidikannya. Maka dari itu gue meminta pendapat ke Taqi. Biasanya Taqi selalu punya ide menarik.
"Kowe kan dosen, nah pancing aja soal pelajaran di kampus atau apa kek. Dari sana bakal keliatan kok dosen beneran atau abal-abal."
Wajah gue berbinar. Akhirnya menemukan pencerahan. Gue langsung muncul ide langkah apa yang harus gue lakukan. Gue tak menyesal dikenalkan Kinari dengan Taqi. Harusnya emang cemburu, tapi entah kenapa justru malah klop. Mungkin karena Taqi S1 Matematikan juga kali ya.
"Wah, tumben lu pinter, Qi. Gara-gara ucapan lu, jadi muncul ide. Makasih ya pencerahannya."
"Yoi, sama-sama, Bro. Ide apa oi?"
"Liat besok. Udahan ya. Gue ngantuk. Mau tidur. Bye."
"Kampret. Bikin penasaran aja."
Setidaknya malam ini gue bisa tidur nyenyak. Satu masalah tercerahkan.
***
Sesuai janji, gue mau membereskan masalah Diani dan Imel. Gue satuin Kinari, Taqi dan seluruh karyawan di meja makan. Kebetulan hari ini kafe sengaja tutup lebih awal.
Gue perhatikan lagi Diani dan Imel lirik-lirikan.
"Imel, Diani, gimana? Kalian udah baikan?"
"Belumlah. Males banget baikan sama pelakor," sahut Diani.
"Dih, aku yo ogah juga baikan sama situ." Imel tak mau kalah.
"Terus mau kalian gimana?"
"Kalau boleh sih resign ajalah. Capek."
"Yakin, mau resign? Tempat lain belum tentu bosnya sebaik Allura loh."
Gue ingatin lagi kebaikan Allura yang bisa kasbon untuk keperluan mendesak tanpa syarat, kalau telat nggak dimarahin, boleh cuti haid, dan lain-lain. Mereka pun terdiam mendengar penuturan gue.
"Gini aja deh, besok kafe libur dan kita semua ikut saya piknik ke suatu tempat. Siapa tau abis piknik, bisa mendamaikan pikiran dan hati Diani dan Imel biar baikan."
"Serius Pak Bos piknik? Ke mana?" celetuk Ira.
"Ke mana?" tanya Aruna.
"Ada deh. Pokoknya dijamin kalian suka."
"Horeeee."
Ting!
Muncul notifikasi chat dari grup Trio Al. Chat dari Kinari.
Kinari.
Mas @adrish @taqi sekarang kita ke ruang CEO.
"Oke, Genk. Meeting kita cukup sampai di sini. Kalian boleh pulang. Sebelumnya beresin meja kursi dulu ya."
"Siap, Bos."
All karyawan bebersih dan berkemas. Gue, Kinari dan Taqi melangkah ke ruang CEO.
"Bro Adrish, kamu kenapa sih mau ngadain piknik bareng karyawan nggak bilang dulu ke aku?" Taqi bersuara.
"Jangankan ke kamu, ke aku aja nggak," celetuk Kinari dengan manyun.
"Sori, gue nggak bilang dulu sama kalian. Soalnya mau kejutan aja gitu. Selama kita buka kafe, kita belum pernah kan piknik bareng sama karyawan?"
"Iya sih. Tapi duit siapa coba? Kan katanya omset kafe bulan ini turun."
"Soal itu tenang aja. Full duitku pribadi. Uang dinas dan tunjanganku baru cair."
"Nah, kalau itu aku setuju," kilah Taqi.
"Yo weslah kalau pada setuju. Awas ya kalau tiba-tiba minta duitku!"
"Beres."
***
Gue ngebawa karyawan A2T Cafebook piknik nggak jauh-jauh dari Yogyakarta kok. Cuma ke Ubu Villa Donolayan - a Little Paradise in Jogja. Villa cantik dengan balutan Jawa moderen yang terletak di tengah pedesaan yang memanjakan mata dengan pemandangan hijau sawah dan diiringi gemericik air sungai. Cocok untuk bersantai melepas penat dunia dan menikmati indah dan sejuknya hawa pedesaan.
Adapun fasilitas villa ini ada 4 kamar, 5 kamar mandi, pendopo, kolam renang, wifi, dan AC.
"Gimana, Genk? Kalian suka tempatnya?" tanya gue ke karyawan.
"Banget," jawab mereka serentak.
"Makasih Pak Bos," ujar Imel.
"Masama. Kalian istirahat dulu deh. Kalian bebas milih kamar, tapi dua kamar di depan jatah saya, Taqi dan Allura ya."
"Gimana masih ngomel nggak setuju piknik?"
Wajah Kinari tersipu. "Ah, kamu emang paling bisa aja kasih kejutan. Makasih ya. Aku bahagia banget liat anak-anak girang."
"Kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku juga."
"Mulai deh gombal. Dah ah. Aku mau masuk kamar. Liat kamarnya sebagus apa sih?"
Tiba-tiba seluruh karyawan A2T Cafebook muncul lagi. "Kok kalian muncul lagi, kan disuruh istirahat di kamar? Kalian nggak suka kamarnya?"
"Bukan itu Pak Bos. Kamarnya bagus banget. Masalahnya kan cuma cuma dua kamar nih jadi kami satu kamar itu buat berempat ya?" Aruna mewakili bicara.
"Kan ada dua. Berarti satu kamar ada yang berdua, satunya lagi bertiga," celetuk Imel.
"Terus Renaldy sekamar sama kita gitu?" protes Ira. "Sama lu aja sana."
"Eh, iya ya Renaldy kan cowok. Nggak boleh sekamar ma kita." Imel garuk-garuk kepala tak gatal.
"Udah Ranaldy biar sekamar sama saya dan Taqi. Jadi dua kamar itu buat kalian. Masing-masing kamar berdua ya."
Dengan begitu gue bisa mengawasi Renaldy jarak dekat. "Renaldy, kalau kamu mau masuk kamar duluan nggak apa. Saya mau ke sana dulu. Ini kuncinya."
"Makasih Pak Bos."
Mereka melangkah ke kamarnya masing-masing. Sedangkan aku ke area rokok dulu. Kinari paling anti sama cowok perokok. Makanya di depan dia aku mesti nahan rokok dulu. Seketika aku sudah melihat Taqi nyemplung di kolom renang.
"Bro, Adrish. Sini. Ayo ikut nyemplung juga."
Gue menggeleng. "Ogah ah. Ntar item kulit gue."
"Dih, gaya. Udah item dari orok kali."
"Tapi kan gue item manis. Nah, lu item gosong. Gegara panasan mulu."
"Biarin. Weee." Taqi menjulurkan lidah. Dia mencipratkan air kolam renang. Gue buru menjauh.
"Nggak kena."
"Eh, Renaldy napa dimasukin sekamar ma kita berdua? Ntar desak-desakan?"
"Suruh aja dia tidur di sofa atau bawah. Biar kita bisa mengawasi dia dari dekat."
"Bener juga yo, kowe."
Kembali melanjutkan langkah ke area rokok.
Sukses, Mbak Arini
Comment on chapter Chapter 1 (Kinari Allura)