Mingyu mendapatkan alamat rumah Sunmi dari Park Junsu. Tanpa pikir panjang, ia segera menuju alamat rumah yang Junsu berikan. Setibanya di sana, ia mengamati keadaan rumahnya. Kosong melompong. Ia mengintip rumah tersebut dari luar pagar tembok. Ia pun menekan bel, tetapi tidak berbunyi. Ia kebingungan. Ia kembali menekan bel. Namun, masih tetap tidak berbunyi. Tampak kesal, ia pun berkali-kali menekan bel dengan agak kasar.
"Rupanya ini yang membuat bel rumahku rusak. Pantas saja, selalu rusak walau sudah diperbaiki. Jangan usil menekan bel rumah orang. Aku sudah lelah memperbaiki bel itu. Pergi sana!" Seseorang berteriak sebal di belakang Mingyu. Suara tersebut membuatnya berbalik. Ia mendapati seorang wanita yang berwajah mirip dengan Sunmi.
"Ah! Maaf, aku tidak berniat merusak bel rumahmu. Aku hanya sedang mencari Sunmi. Apakah Sunmi pulang kemari?"
"Sunmi? Bukankah Sunmi masih di Seoul."
"Seoul?" Mingyu pun telah memiliki jawaban bahwa Sunmi benar-benar tidak pulang ke rumahnya, "Perkenalkan, aku Kim Mingyu. Teman Sunmi. Kalau begitu, terima kasih. Ini untukmu. Maaf, aku terburu-buru. Aku pamit, Noona." Mingyu segera bergegas pergi setelah memberi 2 bungkus plastik besar berisi makanan, minuman serta buah.
***
Jeongkook telah diterima bekerja sebagai pengawal pribadi. Secara otomatis, ia juga telah bekerja sebagai mata-mata untuk Kim Mingyu. Hari pertama bekerja, telinga dan matanya pun mulai beraksi untuk mencari informasi. Diam-diam, ia menguping dan mengintai tindak-tanduk sang bos, Kim Seokjin. Hampir 24 jam, Jeongkook bekerja di samping Kim Seokjin. Selain menguping dan mengintai, tentu saja ia wajib menjaga sang atasan dari segala marabahaya. Ia tidak ingin tugas memata-matainya diketahui. Tanpa sepengetahuan sang bos yang sedang mengobrol bersama Park Junsu. Jeongkook memasang telinganya dengan baik. Mereka sedang membicarakan seseorang. Han Sunmi. Jeongkook lekas teringat akan nama itu. Tugasnya kali ini adalah mendengarkan segala hal tentang Han Sunmi, serta memata-matai sikap sang atasan terhadap setiap orang di sekitarnya. Jeongkook mendengar bahwa Kim Seokjin mengetahui keberadaan Han Sunmi.
"Junsu! Antarkan ini kepada Han Sunmi!" Kim Seokjin mmerintahkan Junsu untuk memberikan sebuah bingkisan untuk Sunmi.
Junsu mengerutkan dahinya, "Sunmi?"
"Kau mau bertemu dengannya, bukan? Aku tahu dia tinggal di sekitaran Seoul, tetapi di mana tepatnya aku tidak tahu. Aku hanya tahu tempat dia bekerja. Kafe Te Amo," ujar Kim Seokjin.
"Kafe Te Amo? Dia bekerja di kafe?" Junsu terkesiap. Ia tidak percaya pada ucapan sang Direktur.
"Kalau tidak percaya, datang saja ke sana. Kau pasti akan bertemu dengan gadis itu."
Dengan senang hati, Junsu bersedia melakukan perintah sang atasan. Ia lekas meraih bingkisan tersebut, lantas berkata, "Hari ini waktuku sedang luang. Jadi, aku akan bergegas ke sana." Park Junsu melontarkan senyumannya. Hatinya berbunga kala ia akan bertemu seorang gadis mantan asuhannya. Sang mantan manajer amat bersemangat.
Tanpa berpikir panjang, perintah tersebut dilakukannya. Setibanya di sana, tidak tampak batang hidung si gadis yang ingin ditemuinya. Ia pun mencari tempat untuk duduk, lantas mulai mencari Sunmi kembali. Matanya belum mendapati orang yang sedang dicari. Tiba-tiba, seorang wanita muncul dari balik meja kasir. Junsu segera bangkit, lantas melangkah menuju meja kasir sembari membawa bingkisan.
"Sunmi!" sapa Junsu ramah. Ia ingin sekali memulai percakapan.
"Oppa." Sunmi membulatkan matanya. Ia terpaku setelah kehadiran sang mantan manajer.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Junsu lebih ramah seraya menaruh bingkisan di atas meja kasir, "Untukmu."
"Aku baik, Oppa. Ah, padahal kau tidak perlu repot-repot membawa ini."
"Ambilah, dariku."
"Terima kasih, Oppa. Oh, iya kau mau pesan apa? Akan kuberikan gratis untukmu."
"Tidak, aku punya uang. Aku tidak suka mendapat makanan gratis. Aku merasa berhutang padamu jika kau memberikan makanan gratis untukku."
"Oppa, jangan begitu!"
"Aku pesan Americano 1 dan Red Velvet Cheese 1."
***
Drrrt! Drrrt! Ponsel Jeongkook bergetar di saku celananya. Sang pengawal tampan itu merogoh saku celananya. Sebuah nama tertera di sana. Kim Mingyu, lantas mengangkat panggilannya teleponnya.
"Bagaimana? Hari ini apa kau mendapatkan informasi?" tanya Mingyu tanpa basa-basi.
"Tentu saja. Aku akan mengirim pesan chat padamu. Tunggu saja! Saat istirahat nanti akan kukirimkan. Sekarang aku sedang sibuk. Jadi, aku tutup duluan ya."
"Ya, ya! Baiklah. Aku tunggu secepatnya."
Ketika Jeongkook memasukan ponsel ke dalam saku celananya. Kim Seokjin memerintahkan dirinya agar keluar dari ruangan dan berjaga-jaga di depan pintu.
"Jika Jinhee telah masuk ke ruanganku. Jangan biarkan orang lain masuk tanpa izin kemari. Sampaikan pada sekretarisku. Jaga dengan ketat!"
Jeongkook pun melakukan perintahnya. Sesuai dengan apa yang Kim Seokjin katakan, seorang wanita masuk ke dalam ruangan. Mata Jeongkook pun mengamati sang wanita. Ia tahu siapa wanita itu. Lee Jinhee. Salah satu anggota Girls Power. Waktu telah berjalan selama 30 menit, tetapi wanita itu belum juga keluar ruangan. Jeongkook terus berjaga-jaga. Si pengawal tampan itu mencurigai Lee Jinhee. Mengapa mereka begitu lama di dalam ruangan? Jeongkook pun tidak peduli. Selama tidak ada hubungannya dengan Han Sunmi, ia tidak akan mencari tahu.
Sang pengawal pun mulai diserang rasa bosan, lantas ia memilih untuk memberikan informasi kepada bos aslinya, Kim Mingyu. Ia mengirim pesan chat. 'Aku mendengar dari Pak Direktur dan Park Junsu kalau Sunmi tinggal di sekitaran Seoul dan bekerja di sebuah kafe. Namanya Te Amo. Aku tidak tahu nama kafenya benar atau tidak. Namun, itu yang kudengar. Park Junsu menemui Sunmi hari ini.' Tidak lama, Mingyu membalas pesan chat Jeongkook. 'Oke. Aku tahu kafe itu. Kerja bagus untuk hari ini.'
Jeongkook tersenyum setelah membaca pesan balasan dari Mingyu. Ia merasa senang akan pujian yang diberikan.
***
Setelah mendapat kabar dari sang detektif, Mingyu mencari waktu yang tepat untuk mengunjungi kafe Te Amo. Ia memutuskan untuk datang ke sana saat petang. Setelah jadwal selesai, saat semua member kembali ke asrama, tidak dengan Mingyu. Ia diam-diam pergi menuju kafe Te Amo. Pria manis itu hanya mencari keberadaan Sunmi dari luar kafe. Ia mengintip diam-diam. Ia mengenakan masker wajah dan topi untuk menyamarkan wajahnya dari khalayak umum serta Sunmi. Ia duduk di sebuah bangku panjang yang tersedia di luar kafe. Kursi untuk duduk santai ataupun beristirahat. Ia masih mengamati seisi ruangan. Matanya terhenti kala menemukan gadis dambaannya sedang melayani pelanggan.
Pria yang sedari tadi memandangi Sunmi hanya mampu terkesima pada keindahan wajah sang gadis. Di matanya, sang pujaan hati tetap tampak menawan, meskipun tanpa make-up tebal. Mingyu menunggu kepulangan Sunmi. Ia ingin tahu di mana letak tempat tinggalnya. Tanpa terduga, hujan turun secara seketika. Mingyu yang sedang menunggu di luar kafe memutuskan untuk masuk. Ia tidak ingin pakaian dan tubuhnya kebasahan. Ia mencari tempat untuk duduk, kemudian melepaskan topinya diam-diam. Topinya kebasahan akibat hujan.
"Kim Mingyu?" teriak seorang wanita seraya menunjuk Mingyu. Semua pelanggan yang berada di sana pun menengok ke arah yang ditujukan. Mingyu mematung. Rupanya ada yang menyadari keberadaannya. Ia kesal pada dirinya sendiri. Ia lupa, untuk tidak melepaskan topinya. Ia bangkit, lantas beranjak keluar kafe. Tidak peduli lagi dengan Sunmi, ia memilih untuk menghindar dari serbuan para penggemar.
"Ah! Mingyu bodoh! Kenapa aku lupa untuk tidak melepas topi sialan ini? Gara-gara kau aku tidak bisa melanjutkan misiku kali ini. Semuanya hancur berantakan."
Mingyu mencengkram kuat topinya. Mingyu mendesah. Langkah kakinya terasa berat. Ia terus menyesali perbuatannya dengan memukuli kepalanya pelan. Ia geram pada dirinya sendiri.
"Padahal, tadi aku hampir berhasil. Tinggal menunggunya pulang, lalu mengikuti sampai tempat tinggalnya. Beres! Besok, aku akan berhati-hati. Oke! Tidak ada sikap ceroboh lagi! Ingat itu Minguu!" gumamnya sebal.
***
Keesokan harinya, Mingyu datang pada waktu yang sama dengan kemarin. Hari ini ia terus berdoa agar tidak turun hujan. Ia tidak ingin kejadian kemarin terulang kembali. Hari ini ia tidak menggunakan topi lagi. Kini, ia mengenakan sweater hoodie dan masker pada wajahnya. Ia duduk di tempat yang sama seperti kemarin. Sebuah bangku panjang yang terdapat di luar kafe. Di sana, ia hanya menggunakan ponselnya. Ia berpura-pura sedang sibuk. Ia bermain game, membuka seluruh jaringan sosial media yang dimilikinya. Tanpa terasa waktu telah berlalu selama satu setengah jam. Kafe mulai tutup. Satu per satu karyawan kafe mulai keluar untuk pulang. Tidak terkecuali, Sunmi. Mingyu telah bersiap-siap untuk mengikuti Sunmi.
"Maaf, Sunmi. Aku tidak bermaksud menjadi seorang stalker. Namun, semua ini kulakukan karena aku amat khawatir padamu."
Mingyu mulai mengikuti langkah Sunmi. Dari halte, bus, hingga turun menuju tempat tinggalnya. Sunmi merasakan hal aneh. Ia merasa seseorang mengikutinya semenjak dari halte bus. Ia mulai ketakutan, sehingga mempercepat langkahnya. Semakin cepat Sunmi melangkah, semakin cepat pula Mingyu berjalan. Akhirnya, Sunmi memutuskan untuk lari. Mingyu pun berlari mengejar Sunmi. Ia tidak ingin kehilangan langkah gadis itu. Sunmi segera mencari sesuatu yang mampu ia gunakan untuk menyerang seseorang yang mengikutinya. Ia ingat bahwa dirinya membawa sebuah payung lipat di tasnya. Diambilnya payung itu. Ia menunggu di sebuah gang kecil untuk bersembunyi dan bersiap-siap untuk menyerang orang aneh yang mengikutinya.
Bugh! Sunmi berhasil memukul. Orang yang Sunmi kira aneh adalah Mingyu. Mingyu terjerembap. Ia terkejut dengan pukulan tiba-tiba yang datang menyerangnya. Mereka saling menatap.
"Mingyu!" ucap Sunmi lantang.
Mingyu hanya mampu tersenyum. Ia merasakan perutnya sakit akibat serangan brutal Sunmi. Gadis itu pun segera menolong Mingyu.
"Kau mengikutiku? Kenapa? Kau tahu tidak? Hal seperti ini bisa kulaporkan pada pihak berwajib." Ia tidak habis pikir bahwa Mingyu bisa melakukan hal aneh seperti tadi.
"Aku ... tidak bermaksud. Maaf."
"Pasti kak Junsu yang memberi tahu tempatku bekerja. Iya, 'kan?" tanya Sunmi penasaran.
Mingyu bungkam. Hanya senyuman di bibir yang tersungging pada wajahnya.