Loading...
Logo TinLit
Read Story - Call Me if U Dare
MENU
About Us  

“Serius Gani bilang kayak gitu?"

Delta mengangguk mantap. Rafi tampak berpikir keras sambil mengelus dagu.  Setelah keluar dari laboratorium komputer dan mendapat kabar kalau Harun—guru mereka—tidak masuk ke kelas karena ada acara keluarga, mereka berdua sepakat untuk berdiskusi di kantin yang sepi.

"Dugaan Gani bisa jadi, sih."

Delta mengangguk. "Gue juga baru kepikiran gitu. Apa semua korban komplotan Thi memang menyebalkan? Resya dan Julian, gue rasa mereka nggak nyebelin.”

Rafi menggeleng. “Mereka nyebelin. Julian itu playboy akut. Lumayan dibenci sama mantan-mantannya.”

Delta terbeliak. “Serius?”

Rafi memulai mode penggosip. Cowok itu menatap Delta tajam dan nada suaranya dibuat-buat agar lawan bicara penasaran.

“Kalau dirata-ratain, dia ganti pacar sebulan sekali. Lo lihat sendiri tampangnya lumayan. Cewek-cewek bilang sih, kalau dia senyum itu kayak pangeran dari negeri dongeng.”

Delta begidik mendengar perumpamaan itu dan Rafi terkekeh. “Gue juga merinding pas pertama kali denger itu," katanya. "Wajar aja. Kita nggak punya mata khayalan para wanita, sih."

Delta mengangguk setuju. “Kalau Resya? Kenapa dia nyebelin?"

“Dia anak orang kaya," terang Rafi. “Dia selalu pakai barang-barang branded ke sekolah. Tasnya hampir selalu gonta-ganti dan harganya itu selangit. Lo mungkin ngira gelang-gelang aneh di tangannya itu cuma dari kain atau tali biasa. Salah! Itu bermerek semua.”

Delta ingat gelang-gelang aneh yang dimaskud Rafi saat bertemu Resya. Benar juga. Penampilan cewek itu terlalu mencolok untuk ukuran orang biasa.

“Itu bukan masalah sebenarnya kalau dia nggak pamer. Tapi, dia pamernya parah banget. Omongannya juga nyebelin. Wajar kalau orang sebut dia menyebalkan."

Delta mencerna informasi itu. “Tapi waktu gue ketemu mereka kayak biasa aja, kok.”

Rafi menghela napas prihatin. “Main lo kurang jauh, Del. Gue nggak tahu apa info ini benar atau enggak, tapi kalau lo tanya ke orang-orang apa dua orang itu menyebalkan, gue kira mereka akan jawab ‘iya’. Terutama orang-orang yang satu lingkungan sama mereka.” Rafi meraih ponselnya. "Dan... " katanya sengaja menekan kata itu. Dia menunjukkan layar ponsel ke arah Delta yang membuat cowok itu terkejut dan refleks mundur. "Baru aja keluar gosip soal mereka tadi pagi. Berkat lo yang ajak mereka ketemuan bareng, mereka katanya lagi pedekate dan otw jadian."

Delta mengernyit ngeri. "Serius? Gue jadi mak comblang, dong?"

Rafi mengangguk dan menyimpan kembali ponselnya di atas meja. Delta melirik benda itu dan memundurkan kursi sampai jarak di antara mereka mencapai satu meter.

Kemudian, Rafi mulai menjelaskan korban-korban komplotan Thi. Mulai dari Yunike yang katanya selalu bersikap kasar ke semua orang, sampai Mike yang sering menggoda cewek-cewek dan hampir menjerumus ke pelecehan verbal. Namun, ada satu orang yang terasa ganjal: Kairav, sang ketua OSIS.

“Kai juga korban komplotan Thi. Jam tangannya hilang dan kemungkinan besar dicuri oleh komplotan Thi. Tapi gue heran, memangnya dia menyebalkan? Dia itu ketua OSIS dan lumayan banyak orang yang suka."

Rafi tampak berminat dengan pertanyaan itu. Dia memasang tampang serius seolah jadi orang paling tahu. “Buat orang biasa kayak kita, mungkin Kai nggak nyebelin. Tapi buat anak-anak nakal, dia jelas nyebelin abis. Daftar anak nakal yang dilaporkan kelakuannya oleh Kai lumayan banyak. Mungkin, itu yang membuat dia jadi korban."

Masuk akal. "Malau gini jadinya, komplotan Thi tetap buram."

"Benar," dukung Rafi. "Kita cuma bisa mengira-ngira."

Delta menatap sohibnya serius. “Kalau Lika, apa yang membuat dia nyebelin?”

Rafi menggeleng tegas. “Cewek pendiam gitu, nyebelin dari mana? Menurut gue, dia aman-aman aja."

Delta mengernyit. Pendiam? Mungkin maksud Rafi itu dingin. Lika selalu bersikap dingin padanya. "Kalau Lika dikenal nggak nyebelin, ada kemungkinan pelaku pencuri ponselnya buka anggota komplotan Thi?”

Rafi mengangkat bahu. “Bisa jadi. Kemungkinan itu ada."

Benar juga. Sekarang, entah pencuri ponsel Lika komplotan Thi atau bukan, Delta punya pegangan daftar pelaku. Orang-orang di gerombolan itu: Jejen, Alex, Levi, Fauzi, dan Kai. Kemungkinan kecil bisa juga Arik, Gani, atau ... Rafi.

Delta memutuskan untuk tidak memercayai siapa pun, berkaca pada kasus Lika yang berbohong padanya. Delta akan berpikir dan berusaha keras menemukan si pelaku sebelum batas waktu yang ditentukan Pak Dodi. Seminggu lagi.

“Sekarang lo fokus aja sama 5 orang yang dikasih tahu Gani," kata Rafi. "Entah mereka komplotan Thi atau bukan, kalau salah satu dari mereka terbukti sebagai pelaku pencuri ponsel Lika, lo aman. Nama lo akan bersih sepenuhnya dan tujuan lo yang entah apa itu akan tercapai.”

Delta tersentak. Kalimat “tujuan lo yang entah apa itu” memperjelas Delta kalau selama ini Rafi tahu dia punya misi tertentu. Atas dasar ini, sisi simpati Delta muncul, dan dia menghapus nama Rafi di daftar orang yang memiliki kemungkinan kecil sebagai si pelaku.

Mendapati tatapan aneh di mata Delta, Rafi terkekeh singkat. “Jangan kaget gitu. Kayak kita nggak temenan dari lama aja. Kita satu SMP dan sebangku saat kelas 10. Sekarang masih jadi sohib juga karena lo nggak punya sohib di kelas." Delta melotot mendengar ejekan Rafi. “Sudah pasti gue tahu kalau lo nggak akan ikut campur sama urusan yang nggak akan merubah kehidupan lo. Nah ini, lo mencari tahu si pelaku pencurian Lika sampai segitunya. Parti lo ada tujuan tertentu, kan? Semoga tujuan lo tercapai, Del. Meski, yeah. Lo nggak pernah berbagi isi kepala lo sama gue.”

Delta tersenyum singkat. "Thanks," katanya, sangat bersyukur karena memiliki Rafi yang selalu mendukungnya.

***

 

Abis bel pulang gue langsung ke kelas lo, ya.

 

Saat mendapatkan pesan dari Arik di jam pelajaran terakhir, Lika menolak dengan alasan akan dijemput ayahnya. Syukurlah, Arik tidak bertanya banyak dan hanya membalas "oke". Sebenarnya Lika sudah berencana untuk memperbaiki hubungannya dengan Arik, lebih tepatnya memperbaiki pandangannya terhadap cowok itu. Niat itu muncul setelah bertemu Delta dan mendapat telepon dari si pelaku. Lika merasa dia butuh seseorang yang bersikap manis padanya setelah berurusan dengan orang menyebalkan semacam Delta dan si pelaku pencuri ponsel. Namun, sebelum melakukan itu, dia perlu menemui seseorang terlebih dahulu. Seseorang yang dapat menghentikan semua huru-hara di dalam hidupnya.

Rencana awal Lika untuk membelokkan Delta menjauhi si pelaku sepertinya tidak berhasil. Malahan gagal total. Delta justru semakin mendekat ke arah pelaku sebenarnya dan itu membuat cewek tersebut semakin tertekan. Jadi, dia harus menghentikan Delta sekarang juga, bagaimanapun caranya.

Setelah bel pulang berbunyi, Lika meraih ransel dan menyampirkannya di pundak. Dia berbasa-basi sekilas dengan Jihan lalu meluncur menuju kelas Delta. Bergabung bersama murid lain yang lalu-lalang di koridor kelas. Selama perjalanan, dia mengatur napas, memastikan dirinya siap dan mampu tenang saat berbicara dengan cowok itu.

Sesampainya di kelas Delta dan sosok cowok itu ditemukan, Lika memanggil. Delta menoleh dengan kernyitan di kening saat mendapatinya ada di sana. Cowok itu sudah memakai tas dan siap pulang. Salah satu tangannya memainkan kunci motor dengan gantungan berbentuk robot merah yang terlihat menyeramkan. Lika menarik napas panjang, lalu berjalan mendekatinya. Ekspresinya dibuat serius saat mentalnya sudah siap. Entah apa yang akan Delta katakan atau pikirkan, Lika harus mengakhiri ini segera.

"Gue mau ngomong sama lo. Penting," katanya to the point.

Delta mengangkat satu alis. "Tumben." Biasanya, Lika selalu kabur saat melihat Delta dan memasang muka jutek kalau mereka terpaksa berinteraksi. Sekarang, cowok itu keheranan kenapa Lika mendekat terlebih dahulu.

Menahan diri untuk tidak terpancing sindiran Delta, Lika menunjuk arah taman belakang sekolah. "Di sana lumayan sepi, nggak akan ada banyak orang yang dengar. Gue mau ngomong empat mata sama lo."

Delta mengangguk sambil menatap lawan bicaranya lekat-lekat. Lika memimpin jalan menuju taman belakang sekolah. Saat sampai di bawah sebuah pohon besar, dia berbalik dan melipat tangan di depan dada, menunjukkan gestur mengintimidasi. Ketika pandangannya bertemu dengan sorot tajam Delta, Lika merasa pundaknya merinding. Pandangan itu jauh lebih tajam dari sebelumnya. Posisi jadi terbalik. Bukannya Lika yang mengintimidasi, tetapi dia yang terindimidasi.

Sekelebat ingatan tentang telepon dari si pelaku dan kenyataan hubungannya dengan Arik renggang membuat Lika merasa marah pada cowok di depannya sehingga berani balas menatap.

Lika mempersiapkan tenggorokan, lalu berbicara dengan serius. Dia mengambil topik umum terlebih dahulu sebelum ke tujuan utama. "Lo kenal Gani?"

Delta memasang muka yang menyebalkan. Seolah merendahkan dan menertawakan karena Lika kepo tentang hal itu. "Kenapa lo tertarik soal itu?”

Lika berdeham singkat untuk mengendalikan diri sendiri. Dia hampir saja keceplosan bertanya apa yang mereka berdua bicarakan tadi. Itu bisa membuat Delta curiga. "Aneh aja. Lo kayak nggak pernah kelihatan bareng Gani."

"Memang. Gue baru pertama kali ketemu Gani tadi."

"Kalian ngapain aja?"

Delta menatap Lika lekat-lekat, ingin tahu reaksi cewek itu saat dia mengatakan, "Gani kasih tahu gue siapa aja yang ada di gerombolan itu."

Lika terdiam, tampak terguncang. "Oh?" Akhirnya, dia menampilkan ekspresi terkejut alih-alih antusias.

Delta menyandarkan punggungnya ke salah satu pohon yang ukurannya lebih kecil dari pohon yang menaungi mereka lalu melipat kedua tangan di depan dada. Dia memperhatikan gerak-gerik Lika dan membacanya. "Lo bohong, Lika."

"Apa?"

"Soal gerombolan cewek."

Wajah cewek itu memucat. Delta tahu ada yang tidak beres dengan Lika. Cowok itu berpikir, menyatukan praduga-praduga yang mungkin masuk akal soal alasan Lika berbohong. Sampai satu kesimpulan tercetus di benaknya. "Kenapa lo bohong? Apa lo nggak mau gue mencari pelakunya?”

Lika yang mulanya tampak gugup kini menatap dalam kedua bola mata Delta, mengangguk mantap. “Iya. Gue mau lo berhenti mencari si pelaku.”

Sudut bibir Delta berdenyut. Semua hal tentang Lika mulai jelas di kepalanya, praduga-praduga negatif pun mulai muncul. "Kenapa?"

"Karena terlalu banyak hal yang berubah dalam hidup gue sejak kedatangan lo."

"Omong kosong. Hidup lo udah berubah sejak si pelaku curi ponsel lo. Gue nggak mau berhenti."

Lika melotot. "Lo ingin membersihkan nama lo, kan? Apa pernyataan Pak Dodi waktu itu belum cukup? Oke. Gue akan memastikan semua orang percaya kalau lo bukan pelakunya!”

"Caranya?”

"Gue bakal posting di sosmed gue dan bilang ke semua orang kalau lo bukan pelakunya. Kalau perlu, gue bisa bilang satu per satu ke mereka. Tapi plis, jangan mencari si pelaku lagi. Jangan merubah terlalu banyak hal lagi di hidup gue."

Meski sudah memelas, Lika melihat Delta tetap menggeleng mantap. "Gue nggak bisa berhenti," tegasnya.

Lika menatap Delta tajam. "Kenapa? Apa tujuan lo sebenarnya? Lo nggak akan dirugikan kalau pelakunya nggak tertangkap. Pak Dodi bahkan nggak mencari tahu lagi soal kasus ini."

Delta tersenyum sinting dan itu semakin membuat amarah Lika tidak terkendali. "Ke—“ Cewek itu berhenti bicara. Kalimat putus-putus hampir keluar dari mulutnya. Lika segera memalingkan muka, menarik napas dalam-dalam dan kembali menatap Delta setelah memastikan dirinya bisa dikendalikan. “Kenapa? Kenapa lo senyum?”

Delta menghela napas suram. "Justru Pak Dodi yang sangat ingin pelaku pencurian ponsel lo tertangkap."

Kedua alis Lika bertaut. "Hah?"

“Dia mengira pelaku pencuri ponsel lo adalah komplotan Thi. Lo mungkin tahu dia sangat memburu komplotan Thi.”

“Tapi bisa jadi pelakunya bukan komplotan Thi! Pak Dodi juga nggak mungkin merencanakan hal mengerikan. Waktu gue tarik kasus ini, dia bilang akan berhenti mencari tahu. Dia bohong?”

Delta mengangguk dan menatap prihatin pada Lika yang terlihat kebingungan. "Ini semua karena lo melaporkan kasus kehilangan ponsel lo ke Pak Dodi. Kalau saja lo nggak melapor, semua mungkin akan baik-baik saja."

"Maksudnya?"

Delta kembali melanjutkan, "Kalau saja Pak Dodi nggak tahu kasus lo, dia nggak akan cek CCTV hari itu, dan mungkin kita nggak akan ada di situasi seperti sekarang."

Hari itu, mungkin Delta bisa menyuruh Rafi mengambil ponsel di semak-semak dan menyuruhnya mengembalikan ke pemilik tanpa harus lapor ke kesiswaan. Sekalipun Pak Dodi mengecek CCTV dan melihat kelakuan Delta, maka Rafi bisa menolongnya dengan mengatakan alasan klise, semisal Delta tidak sengaja melempar ke sana karena ingin main-main atau Delta tidak sengaja melempar ke sana karena takut dituduh sebagai si pencuri. Alasan-alasan lainꟷapa pun ituꟷyang mungkin tidak akan membuat Pak Dodi jadi mengetahui ketidaknormalannya.

"Kesalahan gue adalah menemukan ponsel lo, dan kesalahan lo adalah melaporkan kasus kehilangan ponsel lo ke Pak Dodi."

"Bukan gue yang melapor, tapi Jihan."

"Sama aja."

Lika setuju. Hari itu, setelah mendapat ancaman dari si pelaku, Lika menurut saja saat dia bilang, “Ponsel ini akan gue simpan di kursi taman dekat lapangan. Lima belas menit lagi, lo ambil di sana.”

“Nggak perlu. Kembalikan sekarang!”

Orang itu menatapnya tajam. “Temen cewek lo mungkin sedang melapor sekarang. Gue nggak mau ketahuan. Lo harus pintar buat alibi.”

Kemudian Lika ditinggal seperti orang bodoh. Hari itu, harusnya Lika tidak menurut ke si pelaku atau harusnya dia datang lebih cepat untuk membawa ponselnya sebelum didahului Delta. Semua ini salah. Kesalahan yang membingungkan, menyebalkan dan menguras emosi. Lika benci hari itu, karena dia bertindak tidak fokus layaknya orang dungu.

"Apa hubungan lo sama Pak Dodi?"

Delta tersenyum miring. "Melihat sikap lo sekarang, gue mau balik tanya. Apa hubungan lo sama si pelaku?"

Lika pucat masai. Delta tahu ucapan asal itu tepat sasaran. Tahu cewek itu akan tetap bungkam, Delta menghela napas. "Gue bikin kesepatakan dengan Pak Dodi."

Rahang Lika mengeras. Oh, tidak. Mungkin, posisi Delta sama sepertinya.  "Kesepakatan apa?"

Well, karena sepertinya kita di kubu berbeda, gue nggak seharusnya jawab pertanyaan itu,” terang Delta. “Tapi Lika, gue mau mastiin sesuatu. Terlepas lo mau ngaku atau enggak, gue tahu lo tahu sesuatu. Dan gue menebak beberapa pelaku. Ada Jejen, Alex, Levi, Fauzi dan Kai. Apa salah satu dari mereka pelakunya? Apa tebakan gue ada yang benar? Oh, atau mungkin pelakunya itu bisa jadi Gani? Soalnya lo tadi penasaran banget apa yang gue omongin sama Gani.”

Lika mengepalkan tangan dan ekspresi wajanya mengeras. Ada kilat marah di kedua bola matanya diikuti rasa panas di wajah. Melihat Lika yang diam saja, Delta memahami satu hal. "Dilihat dari ekspresi lo, sepertinya lo tahu jawabannya. Lo nggak mungkin tahu siapa pelakunya kan, Lika?”

Sial. Dia membiarkan Delta membaca dirinya. Kini, cowok itu pasti tahu banyak hal. “Ko-konyol.”

Delta mengangguk sambil terkekeh. “Benar juga. Lo nggak mungkin tahu si pelaku atau berhubungan sama dia," sindir Delta. Sebab, Delta mulai yakin kalau Lika mungkin tahu siapa pelaku sebenarnya. Cowok itu menghela napas berat. "Gue nggak akan berhenti cari pelakunya, Lika. Sori. Kalau lo nggak mau meneruskan kesepakatan dan aliasi kita, nggak apa-apa. Tapi, gue akan menemukan si pelaku. Good luck."

Delta berjalan pergi meninggalkan Lika yang mengepalkan kedua tangan.

Nggak berhasil. Apa yang harus gue lakukan selanjutnya?

Oh. Lika tahu jawabannya. Dia harus mencari tahu apa yang Pak Dodi dan Delta sepakati.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The War Galaxy
13132      2664     4     
Fan Fiction
Kisah sebuah Planet yang dikuasai oleh kerajaan Mozarky dengan penguasa yang bernama Czar Hedeon Karoleky. Penguasa kerajaan ini sungguh kejam, bahkan ia akan merencanakan untuk menguasai seluruh Galaxy tak terkecuali Bumi. Hanya para keturunan raja Lev dan klan Ksatrialah yang mampu menghentikannya, dari 12 Ksatria 3 diantaranya berkhianat dan 9 Ksatria telah mati bersama raja Lev. Siapakah y...
I'il Find You, LOVE
6217      1695     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Zona Elegi
534      349     0     
Inspirational
Tertimpa rumor tak sedap soal pekerjaannya, Hans terpaksa berhenti mengabadikan momen-momen pernikahan dan banting setir jadi fotografer di rumah duka. Hans kemudian berjumpa dengan Ellie, gadis yang menurutnya menyebalkan dan super idealis. Janji pada sang nenek mengantar Ellie menekuni pekerjaan sebagai perias jenazah, profesi yang ditakuti banyak orang. Sama-sama bekerja di rumah duka, Hans...
KataKu Dalam Hati Season 1
5955      1570     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
Aranka
4414      1472     6     
Inspirational
Aranka lebih dari sebuah nama. Nama yang membuat iri siapa pun yang mendengarnya. Aland Aranka terlahir dengan nama tersebut, nama dari keluarga konglomerat yang sangat berkuasa. Namun siapa sangka, di balik kemasyhuran nama tersebut, tersimpan berbagai rahasia gelap...
BUNGA DESEMBER
544      376     0     
Short Story
Sebuah cerita tentang bunga.
Tentang Hati Yang Patah
517      382     0     
Short Story
Aku takut untuk terbangun, karena yang aku lihat bukan lagi kamu. Aku takut untuk memejam, karena saat terpejam aku tak ingin terbangun. Aku takut kepada kamu, karena segala ketakutanku.bersumber dari kamu. Aku takut akan kesepian, karena saat sepi aku merasa kehilangan. Aku takut akan kegelapan, karena saat gelap aku kehilangan harapan. Aku takut akan kehangatan, karena wajahmu yang a...
Me vs Skripsi
2153      922     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
Finding the Star
1333      956     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Drama untuk Skenario Kehidupan
10690      2160     4     
Romance
Kehidupan kuliah Michelle benar-benar menjadi masa hidup terburuknya setelah keluar dari klub film fakultas. Demi melupakan kenangan-kenangan terburuknya, dia ingin fokus mengerjakan skripsi dan lulus secepatnya pada tahun terakhir kuliah. Namun, Ivan, ketua klub film fakultas baru, ingin Michelle menjadi aktris utama dalam sebuah proyek film pendek. Bayu, salah satu anggota klub film, rela menga...