Loading...
Logo TinLit
Read Story - Call Me if U Dare
MENU
About Us  

"Lo serius nggak mau ikut ke lab komputer? Wifi di sana mantap banget. Bisa main Youtube tanpa macet-macet."

Delta menggeleng cepat mendengar ajakan Rafi. Mereka baru saja selesai makan mi ayam di kantin. Perut yang tadi perih karena menahan lapar kini sudah terisi penuh. Waktu istirahat masih tersisa beberapa menit lagi. Delta berencana menemui seseorang daripada harus ke lab komputer.

Ada tiga asalan pasti kenapa Delta malas menemani Rafi ke sana:

1. Laboratorium komputer berbahaya. Bagaimana kalau ponsel yang dibawa pengunjung bereaksi dengan komputer lalu meledak? Siapa yang tahu, kan? Semua kemungkinan selalu ada.

2. Rafi kalau sudah fokus main Youtube akan susah ditarik ke dunia nyata. Dia pasti akan berkata "Sebentar lagi. Sebentar." kemudian mereka akan terlambat ke kelas masing-masing.

3. Delta perlu menemui Gani segera. Ini adalah waktu yang—mungkin saja—tepat untuk berbincang dengan cowok itu. Lebih cepat akan lebih baik.

Delta menggeleng. "Enggak. Gue mau ke suatu tempat."

"Ke mana? Temui Gani?"

Delta mengangguk. "Gue harus dapat informasi dari dia secepat mungkin."

"Oke. Gue ke lab sendiri aja." Rafi melirik jam tangan. "Biasanya Rafi jam segini udah ada di kelas. Lo bisa susul dia ke sana."

"Oke. Thanks."

Setelah mengatakannya, Delta berjalan menuju kelas Rafi sekaligus kelas Gani, sementara temannya itu berbelok ke koridor menuju laboratorium komputer. Jajaran kelas sebelas MIPA yang dilalui Delta sangat ramai. Banyak siswa yang pulang dari kantin dengan membawa sekeresek makanan. Mereka saling mengobrol dan melempar tawa. Dari sisi kelas XI MIPA 1, Delta melihat seorang cowok berlari keluar kelas karena dikejar seorang cewek yang membawa sapu. Tidak lama berselang, seorang cowok dengan kardus di kepalanya menyusul mereka sambil terbahak-bahak. Ramai sekali. Tawa-tawa itu seolah memberitahu Delta jika mereka tidak memiliki masalah sama sekali

Meninggalkan keramaian, Delta berbelok ke kelas Rafi dan berjalan ke depan pintu. Dia melihat Lika sedang berjalan keluar kelas dengan salah seorang temannya. Temannya itu mengernyit bingung saat menyadari kehadiran Delta lalu melirik Lika sekilas. "Lo nyari Lika?" tanya teman Lika.

Delta melirik Lika, cewek itu sedang memasang muka jutek. Seolah sudah siap menolak mentah-mentah jika Delta mengiakan pertanyaan itu. Delta heran sendiri kenapa Lika selalu antipati dengannya. Padahal sudah pasti Delta bukan pencuri ponselnya dan cewek itu setuju membantu mencari pelaku sebenarnya. Cowok itu menahan kekesalan yang muncul saat mengingat fakta kalau Lika berbohong soal gerombolan cewek di tempat kejadian perkara.

Delta menggeleng. "Ada Gani? Gue nyari dia."

Pertanyaan itu berhasil mengejutkan Lika, sekaligus menimbulkan binar bingung di kedua bola matanya.

Teman Lika yang juga keheranan segera mengatasi situasi dengan menjawab, "Oh. Gani nggak ada di kelas. Dia udah keluar kelas dari tadi."

Delta kecewa. Ah, padahal Rafi bilang Gani sering ada di kelasnya jam segini. Cowok itu hendak berpamitan pergi tepat saat teman Lika menunjuk ke arah koridor menuju toilet. "Oh! Itu Gani."

Delta menoleh ke arah sana dan melihat seorang pria berperawakan besar dengan sorot mata tajam sedang berjalan mendekat. Potongan rambutnya rapi dan pandangannya fokus ke dapan. Benar kata Rafi. Kesan pertama tentang cowok ini adalah: cool.

Delta segera menutup percakapan bersama dua cewek di depannya lalu mendekati Gani, mengabaikan ekspresi bingung sekaligus ingin tahu dari mereka.

"Gani?" Delta bertanya setelah berhasil berdiri di depan Gani dan memblokir jalannya.

Gani berhenti melangkah. Alis cowok itu terangkat dan sorot matanya meneliti Delta dari atas sampai bawah. "Apa?"

Delta mencoba bersikap ramah, yang dia sendiri tidak tahu berhasil atau tidak. "Gue Delta."

Mendengar namanya, Gani tanpa berpikir sejenak lalu mengangguk. "Kenapa? Kita nggak saling kenal. Ada urusan apa?"

Respons tidak ramah Gani dapat dimaklumi. Maka, Delta menjelaskan tujuannya lebih rinci. "Lo pasti sudah tahu soal kasus pencurian ponsel Lika."

Gani mengangguk.

"Gue dituduh sebagai si pencuri, dan sekarang gue lagi mencari pencuri sebenarnya. Gue tahu lo ada di tempat perkara saat kejadian berlangsung."

Alis Gani bertaut. "Gue ada di sana? Lo tahu dari mana?"

"Rafi."

Gani berpikir sejenak lalu menatap Delta tajam. "Gue mau tanya dulu. Apa Lika setuju lo mencari pelaku sebenarnya?"

Delta mengangguk. "Iya. Dia juga bantu gue."

Sorot mata Gani terlihat tidak suka. "Kalau Lika bantu lo, kenapa sampai sekarang kalian belum menemukan pelakunya? Kenapa lo malah tanya ke gue?"

"Karena informasi Lika terbatas. Dia korban, dan waktu itu sedang ada di posisi lengah."

"Gue pikir nggak gitu," kata Gani.

"Maksudnya?"

Tidak menjawab pertanyaan Delta, Gani kembali ke pertanyaan awal tentang apa Lika setuju Delta mencari pelaku sebenarnya atau tidak. "Yang gue tahu, Lika sudah menarik kasus ini dari guru BK. Itu artinya dia sudah nggak memperdalam lagi kasus ini. Kenapa lo tetap mencari si pelaku sebenarnya? Seharusnya, kasusnya sudah ditutup. Pak Dodi juga setuju soal itu."

Orang ini jeli juga. Delta akhirnya mengulang jawaban yang sering dikatakannya pada orang-orang. "Karena gue dituduh sebagai si pelaku."

"Bukannya semua orang sudah percaya kalau lo bukan pelakunya setelah Pak Dodi mengumumkan pernyataan?"

Sudut mata Delta berdenyut. Itu benar. Dia menatap Gani tajam dan tahu kalau cowok ini bukan orang biasa. "Kenapa jadi lo yang penasaran soal alasan gue cari si pelaku?"

Gani mengangkat bahu. "Gue pengen tahu aja. Kalau lo nggak mau jawab alasan sebenarnya, it's oke."

Delta mengangkat bahu. Gestur tubuhnya defensif. "Jadi, lo mau bantu gue atau enggak?"

Gani menyisi, membiarkan koridor dilewati orang-orang. Dari gestur itu, Delta tahu cowok itu setuju berbagi informasi. "Apa yang mau lo tahu?" tanya Gani.

"Gue denger lo punya ingatan yang bagus."

"Ya. Hubungannya?"

"Lo ingat siapa aja cowok yang ada di depan Arik dan Rafi saat lewat di toilet? Saat itu ada Lika yang sedang antre di depan pintu toilet. Rafi bilang, lo ada di belakangnya."

"Gue ingat dan tahu siapa mereka."

Bola mata Delta berbinar senang. Akhirnya. "Siapa aja?"

Gani menyipitkan mata. "Lo yakin Lika nggak akan mendapatkan kerugian kalau gue kasih tahu lo soal ini?"

"Maksud lo? Kenapa Lika bisa dapat kerugian? Dia juga ingin pelakunya tertangkap."

"Masa?"

"Tentu aja! Dia korban. Dia pasti mau pelakunya tertangkap." Delta berhenti sejenak, menatap Gani dari atas sampai bawah dengan pandangan menuduh. "Kenapa lo selalu tanya Lika keberatan atau enggak? Apa jangan-jangan lo pela—“

Gani menyeringai, jelas mengejak Delta. "Oke," potongnya. "Gue akan kasih tahu siapa aja mereka. Di gerombolan itu ada Arik, Rafi dan lima orang teman sekelas lo."

Delta mengernyit. "Teman sekelas gue? Siapa?"

"Kai, Jejen, Alex, Levi dan Fauzi."

Delta terdiam. Mereka semua termasuk jajaran murid nakal kecuali Kai. Delta menyimpan informasi ini kuat-kuat.

"Di antara mereka, siapa yang mencurigakan?"

Gani mengangkat kedua bahu. "Entah. Gue hanya lihat Jejen nyenggol Lika."

"Jejen?"

"Hm."

Delta mengernyit lalu mengangguk. Dia memiliki bahan tambahan untuk dipikirkan. "Thanks," katanya.

"Beres?"

Delta mengangguk. "Iya."

Gani menunjuk pintu kelas. "Oke. Gue masuk."

Gani berjalan meninggalkan Delta yang masih diam di tempat dengan pikiran berputar cepat. Sebelum Gani memasuki pintu, langkahnya berhenti. Dia berbalik dan memanggil Delta.  "Delta?"

Delta berbalik. "Ya?"

"Apa lo berpikir kalau pelaku pencuri ponsel Lika itu adalah komplotan Thi?"

Delta mengangguk dengan kening mengernyit. Menyiapkan diri dengan ucapan Gani yang mungkin akan merubah beberapa isi kepalanya.

"Kalau itu benar, kenapa mereka harus mencuri posel Lika?"

"Maksudnya?"

"Setahu gue, mereka hanya mencuri barang orang-orang menyebalkan. Apa Lika termasuk orang menyebalkan?"

Delta terdiam. Orang-orang menyebalkan? Apa yang sedang Gani bicarakan. Delta tidak paham arah pembicaraan ini.

"Mungkin aja," lanjut Gani. "Tujuan komplotan Thi bukan cuma mencuri, tapi mereka punya tujuan khusus dan punya kriteria tertentu bagi korbannya."

Melihat raut bingung Delta, Gani menyeringai lalu berjalan memasuki kelas setelah sebelumnya mengatakan "Good luck, Delta."

Pandangan Delta mengikuti kepergian cowok itu dengan berbagai pertanyaan dan spekulasi baru. Lika dan temannya sudah tidak ada di depan pintu.

Kriteria korban?

Mungkin saja. Delta bisa tahu apakah pencuri ponsel Lika adalah komplotan Thi atau bukan melalui kriteria itu. Pertama-tama, Delta harus mengetahui siapa saja korban pencurian komplotan Thi, lalu menganalisa kesamaan mereka dan membandingkannya dengan Lika. Oke. Dia butuh bantuan Rafi sekarang.

Cowok itu segera menyusul Rafi ke laboratorium komputer, tetapi berhenti di depan pintu.

Sialan.

Dia harus menunggu Rafi keluar dari sana sendiri. Cowok itu memutuskan duduk di kursi dekat koridor laboratorium komputer. Pandangannya fokus ke arah pintu. Dari sana, keluar dua orang perempuan sambil terkakah-kakah. Tidak lama, seorang cowok terburu-buru keluar dari sana.

Delta mengetatkan rahang. Pandangannya melirik jam tangan. Waktu istirahat hampir habis. Dia harus berbicara pada Rafi segera. Cowok itu berdiri dan menyiapkan diri. Dia menarik napas beberapa kali sambil mengepalkan kedua tangan. Kakinya melangkah cepat memasuki pintu, matanya fokus mencari keberadaan Rafi, dan dia menghela napas lega saat tidak mendapati siapa pun di dalam ruangan itu kecuali sahabatnya. Itu artinya, hanya ada satu ponsel yang memiliki kemungkinan bereaksi dengan computer—yaitu ponsel Rafi. Pikiran Delta lumayan tenang mengetahui itu, tetapi gerakannya cepat saat mendekati Rafi.

"Raf," panggilnya.

Rafi tidak menoleh, tetap fokus menonton tutorial merakit gunpla di kanal Youtube. Delta memanggilnya lagi, kali ini sambil mengguncang bahunya. "Raf!"

Rafi menoleh padanya lalu menyimpan telunjuk di bibir. "Sebentar."

Delta mendengus lalu menekan tombol off pada CPU. Layar seketika mati. Rafi mengumpat dan melotot ke arah Delta.

Delta balas melotot dengan tajam. "Kita harus bicara sekarang juga. Penting. Ikuti gue!"

Rafi menghela napas kesal tetapi tetap mengikuti langkah Delta menuju pintu keluar.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Monday
310      242     0     
Romance
Apa salah Refaya sehingga dia harus berada dalam satu kelas yang sama dengan mantan pacar satu-satunya, bahkan duduk bersebelahan? Apakah memang Tuhan memberikan jalan untuk memperbaiki hubungan? Ah, sepertinya malah memperparah keadaan. Hari Senin selalu menjadi awal dari cerita Refaya.
Interaksi
441      332     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
Premium
Inisial J (500 Tahun Lagi Kita Bertemu) (Sudah Terbit / Open PO)
4457      1356     0     
Romance
Karena muak hidup dalam bayang kemiskinan dan selalu terhina akhirnya Jo terjerumus ke jalan kegelapan Penyelundupan barang mewah pembunuhan berkolusi dengan para politikus kotor dan segala jenis kejahatan di negara ini sudah pasti Jo terlibat di dalamnya Setelah menjalani perjodohan rumit dengan sahabat masa kecil yang telah lama berpisah itu akhirnya Nana menerima lamaran Jo tanpa mengetahui...
Ansos and Kokuhaku
3517      1142     9     
Romance
Kehidupan ansos, ketika seorang ditanyai bagaimana kehidupan seorang ansos, pasti akan menjawab; Suram, tak memiliki teman, sangat menyedihkan, dan lain-lain. Tentu saja kata-kata itu sering kali di dengar dari mulut masyarakat, ya kan. Bukankah itu sangat membosankan. Kalau begitu, pernah kah kalian mendengar kehidupan ansos yang satu ini... Kiki yang seorang remaja laki-laki, yang belu...
Tak Segalanya Indah
704      476     0     
Short Story
Cinta tak pernah meminta syarat apapun
Rumah Jingga.
2245      876     4     
Horror
"KAMU tidAK seharusnya baca ceritA iNi, aku pasti meneMani di sAmpingmu saaT membaca, karena inI kisahku!" -Jingga-
Mr. Kutub Utara
352      271     2     
Romance
Hanya sebuah kisah yang terdengar cukup klasik dan umum dirasakan oleh semua orang. Sebut saja dia Fenna, gadis buruk rupa yang berharap sebuah cinta datang dari pangeran berwajah tampan namun sangat dingin seperti es yang membeku di Kutub utara.
Once Upon A Time
393      263     4     
Short Story
Jessa menemukan benda cantik sore itu, tetapi ia tak pernah berpikir panjang tentang apa yang dipungutnya.
DUA PULUH MENIT TERAKHIR
444      317     0     
Short Story
Setiap waktu sangat berarti. Selagi ada, jangan terlambat untuk mengatakan yang sesungguhnya. Karena kita tak tahu kapan waktu akan merenggutnya.
Foodietophia
533      399     0     
Short Story
Food and Love