Read More >>"> Dunia Alen (Sakit Hati itu Seperti Penyakit HIV yang Hanya Mati jika Inangnya Mati) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dunia Alen
MENU 0
About Us  

Hari ini sama seperti beberapa hari yang sudah berlalu. Tidak ada obrolan atau sapaan. Alen berangkat sebelum semua orang bangun. Naik bus paling pagi, menembus udara dingin yang juga pernah ia tembus dengan teman khayalannya dulu.

Galen memang masih sering menyelinap ke dalam prefontal Alen, tapi tidak lagi membuat gadis itu berdebar-debar. Lucu rasanya kalau mengingat dulu Alen pernah merasa sangat nyaman dan bersemangat karena seseorang yang sebenarnya tak pernah ada.

Alen memasang headset-nya selagi ia berjalan melintasi koridor sekolah yang sepi. Gadis itu segera duduk di bangku paling belakang begitu sampai di kelas. Ia memutuskan untuk menyelesaikan sisa siaran podcast yang tidak sempat ia dengar sampai habis semalam.

Jangan terlalu sering memikirkan hal-hal negatif. Lagi pula, di dunia ini ada banyak hal yang lebih baik yang bisa kamu pikirkan. Coba berhenti sejenak dari aktivitas yang sedang kamu lakukan. Tarik nafas dalam-dalam, pejamkan mata, dan renungkan hal baik apa yang sudah terjadi kemarin?

Alen menyeringai menanggapi ocehan podacster yang meluap-luap di telinganya. Meski dalam hatinya ia mencibir, tapi diam-diam Alen tetap menarik nafas, memejamkan mata, dan mulai mengingat-ingat hal baik yang terjadi padanya.

Tidak ada.

Sekoyong-koyong prefontal Alen memutar pertengkaran hebat dengan Alice kapan hari. Alen cepat-cepat membuka mata saat suara-suara fiktif, tuduhan, dan teriakan dari otaknya terdengar begitu nyata. Gadis itu terhenyak, lalu melepas headset, membanting benda berkabel itu ke meja dengan mata kosong. Sampai kapan suara-suara itu akan menganggu Alen? Apa tak cukup membuat Alen terjaga, gelisah sepanjang malam.

Detik berikutnya Alen melirik jam di pergelangan tangannya, mendapati jarum masih mengarah pada angka 6 kurang lima belas menit.

Baiklah.

Sebelum orang-orang datang, Alen harus pergi.

Dengan kaki yang tiba-tiba bergetar hebat, Alen terseok-seok meninggalkan kelas. Headset dan ponselnya dibiarkan tergeletak di meja sementara ia menyusuri selasar sekolah yang masih lengang. Seperti terhipnotis secara gaib, langkah Alen pasti meski jantungnya mengentak-entak ketakutan.

Akhirnya Alen sampai.

Gadis itu berhenti di kamar mandi sekolah dengan napas terengah-engah. Hal pertama yang Alen pikirkan setelah sampai di sekolah adalah menahan keinginannya yang menggebu-gebu sejak bertengkar dengan Alice. Alen tidak ingin menyerah, apalagi mati. Tapi suara-suara tadi terasa begitu nyata.

 

Sudah lama Alen ingin mengakhiri ini. Sejak dulu, Alen muak dengan hidupnya, tapi tak pernah punya keberanian untuk mengambil tindakan. Untunglah hari ini datang. Hari yang mengilhami Alen. Yang akan menyelamatkan Alen dan mengakhiri dunianya.

Katanya, sakit hati itu seperti penyakit HIV yang hanya mati jika inangnya mati. Jadi jika Alen mati, maka suara-suara yang menjadi akar kesakitannya itu juga akan ikut mati.

Alen maju selangkah, menatap mirat yang memantulkan bayangan wajahnya. Gadis itu menghela napas sebelum kemudian meninju mirat sekuat tenaga. Saat mirat di hadapannya retak, Alen menggila, lalu kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Gadis itu meninju mirat berkali-kali sampai seluruh permukaan benda itu berubah merah karena darah.

Tetesan darah meluncur dari tangan Alen. Beberapa buku jarinya sobek berbenturan dengan retakan kaca. Tapi perih di buku jarinya tak menyadarkan gadis itu. Alen meraih potongan kaca yang bertebaran di lantai, kemudian berjongkok.

Ditempatkannya pecahan kaca itu di pergelangan tangannya, tepat di garis biru kehijauan yang timbul pada permukaan kulitnya. Potongan kaca itu menekan nadi Alen, membuat Alen memejamkan mata merasakan getaran darahnya yang siap bercucuran.

Kalau saya jadi kamu, kemudian saya mati dan masuk surga, saya akan minta pada Tuhan supaya saya diberikan keluarga yang sama dan kehidupan yang sama seperti di bumi meskipun saya tahu saya bisa meminta lebih dari pada itu.

Alen terhenyak.

Ia menolehkan kepalanya ke seluruh penjuru kamar mandi. Gadis itu lebih terhenyak lagi saat mendapati bayangan hitam mendekat padanya dari arah luar.

Alen melempar potongan kaca dalam genggamannya. Gadis itu berniat meninggalkan kamar mandi, tapi rasa takut yang menyelimutinya mengambil seluruh sisa kesadarannya.

Semuanya gelap

#

Embusan hangat memenuhi seluruh hampa di ruangan itu. Seperti ditaburi pasir, sulit rasanya bagi Alen untuk membuka mata. Terasa perih.

Awalnya Alen berpikir inilah saatnya ia akan bernegosiasi dengan Tuhan soal apa yang bisa ia dapatkan dan apa yang bisa Tuhan beri. Tapi Alen tidak menemukan malaikat atau lapangan besar bercahaya dipenuhi jiwa-jiwa yang melayang seperti yang sering diceritakan Renata tentang dunia orang mati. Yang Alen temukan malah langit-langit putih polos serta udara lembab yang membelai kulitnya.

Samar-samar suara yang tak asing masuk, memenuhi telinga Alen.

“Nah. Akhirnya bangun juga.”

“Kamu membuat semua orang khawatir. Untung saya menemukan kamu, kalau tidak, mungkin saya tidak akan melihat kamu lagi.”

Alen tak bisa begerak, apalagi mengatupkan mulutnya yang menganga lebar.

Di depannya, tepat di matanya, bola mata coklat bening bertabrakan dengan manik-manik miliknya. Wajah putih pucat yang Alen rindukan, serta suara lembut yang menenangkan.

Alen melihatnya. Alen membayangkannya. Galen.

“Saya benar-benar sudah gila.” Tanpa sadar Alen berkata. Di sudut matanya, hangat melintas, terjun melalui ujung luar matanya yang penuh oleh sosok Galen.

“Kamu tidak gila. Harus berapa kali saya bilang?”

“Kamu tidak nyata, Galen. Setiap kali saya membayangkan kamu adalah setiap kali saya menjadi gadis gila yang sesungguhnya.” Alen terisak kecil. Harusnya ia mati saja di kamar mandi sekolah. Kenapa ia harus terbangun dan bertemu Galen lagi?

Galen tidak nyata, hanya bayangan. Hanya imajinasi Alen. Hanya sosok yang menjadi penanda bahwa gejala Skizofrenia Alen sudah semakin parah.

“Saya nyata. Kamu melihat saya, kan?”

Alen menggeleng kuat-kuat. Ia menutup matanya dengan sebelah tangan, sementara tangannya yang lain terasa kebas dan kaku oleh selang infus.

“Kamu bisa merasakan saya.”

Alen merasakan sentuhan hangat menghilangkan kebas di tangannya yang tergeletak kaku di ranjang.

“Kamu merasakan saya.”

Perasaan hangat ini. Sebuah sentuhan yang mampu mengalirkan kenyamanan secara ajaib. Sentuhan Galen yang mestinya tak bisa Alen resapi senyata ini.

 

“Terserah kamu percaya pada siapa. Kamu boleh percaya pada orang-orang yang bilang saya tidak pernah ada, atau kamu percaya pada saya bahwa saya selalu ada bersama kamu.”

“Tapi lebih penting dari itu, kamu harus lebih dulu percaya pada dirimu sendiri, Alen. Tidak akan ada yang percaya padamu kalau kamu meragukan dirimu sendiri.” Suara Galen memantul-mantul di telinga Alen.

“Dan satu lagi, kalau kamu berpikir kematian adalah awal dari segalanya, kamu salah. Kamu tidak akan mendapatkan hidup baru hanya dengan mati. Kamu tetap akan melanjutkan hidup yang saat ini kamu jalani, mempertanggung jawabkan semuanya. Kamu hanya meninggalkan duniamu dan datang ke dunia baru yang mungkin saja lebih kejam. Jangan pernah berpikir mati itu menyelesaikan segalanya.”

Lalu Galen melepaskan genggaman tangannya pada tangan Alen. “Kalau kamu memang ingin dunia yang baru, maka bangunlah Alen. Bangun. Lihat sekelilingmu. Lihat orang-orang yang menyayangi kamu. Tanyakan pada mereka apa mereka senang seandainya kamu mati? Saya yakin, ketika kamu mendengar jawaban tidak dari mereka, kamu akan merasa duniamu berharga.”

“Bangun, Alen.”

Alen menelan ludah. Ia menyingkirkan tangan yang menutupi wajahnya.

Bukan Galen lagi yang Alen lihat. Ia menemukan Renata dan Alice sama-sama memandangnya, lalu saling melemparkan senyum dengan kucuran air mata sesaat setelah Alen berkedip tak percaya.

#

“Kamu ingin Mama mati? Atau kamu ingin Mama selamanya disiksa rasa bersalah?” Renata menyusut wajahnya. Ini sudah melebihi batas ketegaran yang ia miliki. Renata sengaja mendiamkan Alen setelah pertengkaran gadis itu dengan kakaknya, tapi sungguh, bukan dengan tujuan untuk membuat Alen merasa tersisih dan mendorong gadis itu mengakhiri hidupnya. Renata hanya berpikir, seperti dirinya, Alen juga mungkin butuh waktu untuk menenangkan diri. Tapi kenyataannya, tidak seperti yang Renata pikir.

“Kalau penjaga sekolah tidak menemukan kamu, apa…” Renata tak sanggup meneruskan kata-katanya.

Pagi tadi, pihak sekolah menelpon. Penjaga sekolah mendengar suara kaca pecah di kamar mandi sekolah, ketika ia memeriksa kamar mandi, ia menemukan Alen sedang berjongkok lemas. Tangan gadis itu berdarah-darah dan tak hanya itu, Alen juga menempatkan pecahan kaca ke pergelangan tangannya membuat penjaga sekolah ketakutan dan hanya berdiri di ambang pintu kamar mandi tanpa mengatakan apa-apa. Ketika penjaga sekolah berniat menenangkan Alen dan menghampirinya, Alen sudah lebih dulu pingsan.

“Jadi bayangan di sekolah? Bayangan hitam itu penjaga sekolah?” Alen bergumam. Kepalanya berdenyut-denyut.

“Jangan sekali-kali lagi kamu berbuat gegabah seperti ini, Alen.” Renata menyeka wajah dengan punggung tangan. Tak apa ia terlihat cengeng sekarang. Toh, Renata sudah tidak tahan lagi berpura-pura tegar. Dengan menangis, setidaknya Renata bisa menunjukkan bahwa ia menyayangi Alen seperti halnya ia menyayangi Alice.

“Kenapa, Ma?”

Renata berang mendengar pertanyaan lirih Alen. Emosinya memuncak. Ubun-ubunnya seolah akan meledak dalam hitungan mundur.

“Kenapa kamu bilang?”

“Alen, Mama gak mau kehilangan kamu!”

Alen tampak tersentak, tapi tak lama. Pandangan gadis itu meredup, lalu matanya yang selalu kosong berubah terisi. Seolah sekelompok ingatan dan potongan memori baru saja selesai dijejalpaksakan ke dalam otak gadis itu.

“Kalau begitu, apa Mama senang kalau aku mati?”

“Tidak, Alen. Mama tidak akan pernah senang.”

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Photograph
1346      653     1     
Romance
Ada banyak hal yang bisa terjadi di dunia dan bertemu Gio adalah salah satu hal yang tak pernah kuduga. Gio itu manusia menyenangkan sekaligus mengesalkan, sialnya rasa nyaman membuatku seperti pulang ketika berada di dekatnya. Hanya saja, jika tak ada yang benar-benar abadi, sampai kapan rasa itu akan tetap ada di hati?
After Feeling
4839      1696     1     
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...
Campus Love Story
6617      1629     1     
Romance
Dua anak remaja, yang tiap hari bertengkar tanpa alasan hingga dipanggil sebagai pasangan drama. Awal sebab Henan yang mempermasalahkan cara Gina makan bubur ayam, beranjak menjadi lebih sering bertemu karena boneka koleksi kesukaannya yang hilang ada pada gadis itu. Berangkat ke kampus bersama sebagai bentuk terima kasih, malah merambat menjadi ingin menjalin kasih. Lantas, semulus apa perjal...
Dapit Bacem and the Untold Story of MU
6713      2009     0     
Humor
David Bastion remaja blasteran bule Betawi siswa SMK di Jakarta pinggiran David pengin ikut turnamen sepak bola U18 Dia masuk SSB Marunda United MU Pemain MU antara lain ada Christiano Michiels dari Kp Tugu To Ming Se yang berjiwa bisnis Zidan yang anak seorang Habib Strikernya adalah Maryadi alias May pencetak gol terbanyak dalam turnamen sepak bola antar waria Pelatih Tim MU adalah Coach ...
Gi
987      578     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
You be Me
510      336     0     
Short Story
Bagaimana rasa nya bertukar raga dengan suami? Itulah yang kini di alami oleh Aktari dan Rio. Berawal dari pertengkaran hebat, kini kedua nya harus menghadapi kondisi yang sulit.
Kau Tutup Mataku, Kuketuk Pintu Hatimu
4344      1683     0     
Romance
Selama delapan tahun Yashinta Sadina mengidolakan Danendra Pramudya. Laki-laki yang mampu membuat Yashinta lupa pada segudah masalah hidupnya. Sosok yang ia sukai sejak debut sebagai atlet di usia muda dan beralih menekuni dunia tarik suara sejak beberapa bulan belakangan. "Ayah sama Ibu tenang saja, Yas akan bawa dia jadi menantu di rumah ini," ucap Yashinta sambil menunjuk layar televisi ke...
The Last tears
696      404     0     
Romance
Berita kematian Rama di group whatsap alumni SMP 3 membuka semua masa lalu dari Tania. Laki- laki yang pernah di cintainya, namun laki- laki yang juga membawa derai air mata di sepanjang hidupnya.. Tania dan Rama adalah sepasang kekasih yang tidak pernah terpisahkan sejak mereka di bangku SMP. Namun kehidupan mengubahkan mereka, ketika Tania di nyatakan hamil dan Rama pindah sekolah bahkan...
ETHEREAL
1452      651     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...
Jelita's Brownies
3388      1407     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...