“Jangan terlalu sering memikirkan hal-hal negatif. Lagi pula, di dunia ini ada banyak hal yang lebih baik yang bisa kamu pikirkan. Coba berhenti sejenak dari aktivitas yang sedang kamu lakukan. Tarik nafas dalam-dalam, pejamkan mata, dan renungkan hal baik apa yang sudah terjadi kemarin?”
Alen menyeringai menanggapi ocehan penyiar yang meluap-luap di telinganya. Meski dalam hatinya ia mencibir, tapi diam-diam ia tetap menarik nafas, memejamkan mata, dan mulai mengingat-ingat hal baik yang terjadi padanya.
Tidak ada.
Sekoyong-koyong prefontal Alen memutar pertengkaran hebat dengan Alice kapan hari. Alen cepat-cepat membuka mata saat suara-suara fiktif, tuduhan, dan teriakan dari otaknya terdengar begitu nyata. Gadis itu terhenyak, lalu melepas headset, membanting benda berkabel itu ke meja dengan mata kosong. Detik berikutnya Alen melirik jam di pergelangan tangannya, mendapati jarum masih mengarah pada angka 6 kurang lima belas menit.
Sebelum orang-orang datang, Alen harus pergi.
Dengan kaki yang tiba-tiba bergetar hebat, Alen terseok-seok meninggalkan kelas. Headset dan ponselnya dibiarkan tergeletak di meja sementara ia menyusuri selasar sekolah yang masih lengang. Seperti terhipnotis secara gaib, langkah Alen pasti meski jantungnya mengentak-entak ketakutan.
Akhirnya Alen sampai. Gadis itu berhenti di kamar mandi sekolah dengan napas terengah-engah. Hal pertama yang Alen pikirkan setelah sampai di sekolah adalah menahan keinginannya yang menggebu-gebu sejak bertengkar dengan Alice. Alen tidak ingin menyerah, apalagi mati. Tapi suara-suara tadi terasa begitu nyata.
Katanya, sakit hati itu seperti penyakit HIV yang hanya mati jika inangnya mati. Jadi jika Alen mati, maka suara-suara yang menjadi akar kesakitannya itu juga akan ikut mati.
Alen maju selangkah, menatap mirat yang memantulkan bayangan wajahnya. Gadis itu menghela napas sebelum kemudian meninju mirat sekuat tenaga. Saat mirat di hadapannya retak, Alen menggila, lalu kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Gadis itu meninju mirat berkali-kali sampai seluruh permukaan benda itu berubah merah karena darah.