Violeta celingukan mencari-cari apa yang dia tunggu selama kurang lebih sepuluh menit. Siapa lagi kalau bukan Gistra Baraputra, Kapten futsal dengan segala pesonanya. Violeta yang membawa kotak makanan berisi roti, tak henti memandang kearah pintu gerbang sekolah. Mata Violeta pun membulat sempurna saat apa yang ada dihadapannya saat ini adalah sesuatu yang ia cari.
"Gistra!!" Teriak Violeta,lalu ia berlari menghampiri Gistra. " Ini buat lo. Ini cuma Roti, tapi dimakan ya!"
Gistra terlihat kebingungan dengan sikap Violeta. Namun Gistra menerima pemberian kotak makan dari Violeta. "Thanks ya, Lain kali jangan repot gini, Gue bisa beli di Kantin kok"
Violeta menggelengkan kepalanya. " Oh nggak perlu. Gue bakal bawain lo sarapan tiap hari, jadi lo nggak perlu beli di kantin"
Gistra mengerutkan keningnya. Belum sempat Gistra menjawab, Violeta menyelak " Jangan nolak ya Gistra, gue suka kok ngelakuin ini"
Gistra pun tersenyum tipis "O-Oke, gue cabut dulu ya". Gistra meninggalkan Violeta yang masih fokus memandang Gistra dengan sebuah tatapan senyum penuh harap.
Malam hari,
Violeta menghampiri orang tuanya yang sedang menonton televisi. Dengan membawa Teh dan sekaleng biskuit, Violeta duduk diantara keduanya.
" Mah, menurut Mama, kalo Leta suka sama cowok, gimana?"
"Ya bagus dong sayang"
"Tapi dia aja nggak tahu siapa Leta"
"Aduh sayang, mending cari yang pasti-pasti aja deh. Lagian anak Mama cantik, pasti banyak yang mau kok"
Papa Violeta yang sibuk mengunyah biskuit pun menyelak. "Oh ndak bisa, Cinta itu harus dikejar, Mah"
" Nggak Pah, masa perempuan yang ngejar"
" Namanya juga Cinta, ya diperjuangin, Mah"
Violeta tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya.
" Tapi Mama nggak setuju,Pah". Gerutu Mama Violeta
"Dimana-mana istri harus nurut sama suami, Mamah"
" Eh ya nggak dong. Masa kalo suami masuk jurang, terus istrinya harus ikutan"
"Loh ya harus dong. Itu namanya Cinta sejati"
" Bukan Papa, itu namanya mati konyol"
"LETA!!! LETA!!!" Suara teriakan yang amat sangat menggangu pendengaran itu dapat menghentikan perdebatan antara Mama dan Papa Violeta.
"Leta, itu kayak suara galang"
Galang adalah teman dekat Violeta. Jarak rumah Galang dan Violeta pun hanya sejauh dua sampai tiga blok. "Aduh si curut nagapain sih kesini malem-malem"
"Ada yang penting kali Ta" Sahut Papa Violeta.
"Sebentar ya Mah,Pah. Leta keluar dulu"
Ternyata benar itu Galang. Dilihatlah Galang sedang nyengir sambil mengkring-kringkan sepedanya. "Galang, ini udah malem"
"Gue tahu. Kalo ini pagi, gue berangkatnya kesekolah, bukan kerumah lo"
Violeta berdecak "Ck. yaudah lo mau ngapain?"
"Gue bikin puisi baru nih. Dengerin ya Please, sekalian muter-muter komplek. Mumpung uadaranya seger"
"Haftt Oke Oke"
Senandung Angin
Bila angin berhembus ke kiri
Tak ada yang menjamin itu adalah hembusan dari hatinya
Angin akan selalu menjadi pelengkap bumi
Meski hadirnya hanya hiasan yang semestinya
Bila angin lelah, ia tak mungkin berhenti
Bila angin lelah, Ia tetap berhembus kembali
Layaknya angin, Aku rela menjadi yang tersakiti
Aku rela menjadi yang tersakiti untuk bangkit kembali
Angin tak pernah membayangkan imbalan atas hembusan yang ia keluarkan
Begitupun aku, aku tidak pernah mengharap kamu berbalik mencintaiku seperti yang kuimpikan
Yang angin minta hanya kenyamanan bagi setiap yang merasakan'
Dan yang aku minta hanyalah guratan indah senyum kebahagiaan
Galang terus mengayuh sepedanya meskipun puisinya sudah selesai ia bacakan, sedangkan Violeta termenung dengan tangan yang berpegangan pada pinggang galang.
"Bagus Lang, Tapi gue masih sedikit belum ngerti"
"Nggak perlu lo ngertiin,Ta. Angin aja berhembus meski bumi nggak memahami dia"
"Eh stop-stop Lang". Galang pun mengerem sepedanya secara mendadak. " Lang, ada bunga mawar tuh, Gue mau Lang" Violeta menunjuk mawar yang ia inginkan.
Saat Galang mengambil mawar itu, ternyata seluruh tangkainya masih dipenuhi duri. Tapi bagaimanapun caranya, Galang harus memberi ini pada Violeta. Sedikit menahan rasa sakit, Galang menggenggam bunga itu. Nanti saat sanpai dirumah Violeta, baru lah Galang membersihkan duri itu dengan pisau.
"Sini Lang biar gue yang bawa"
"Nggak usah, biar gue aja yang pegang"
"Ih, lo kan nanti ngendarain sepeda"
"Leta, udah lo pegangan sama gue aja. Lagian enakan megang gue kan dari pada megang bunga mawar?"
Violeta menggebuk kencang perut Galang. "Ih Pede lo"
Keesokan harinya.
Seperti biasa, namun bedanya sekarang Violeta tidak menunggu Gistra didekat gerbang sekolah, tapi Violeta menunggu Gistra didepan kelasnya. Kelas Violeta dan Gistra cukup berjauhan, Empat atau Tiga kelas mungkin jaraknya. Violeta tersenyum saat Gistra datang "Gistra, Sarapan lo". Violeta menyodorkan kotak makannya pada Gistra, Gistra pun menyambutnya dengan hangat. "Makasih ya". Setelah itu, Gistra langsung memasuki kelas dan meninggalkan Violeta yang masih tersenyum mematung.
"Woi!! Senyam-senyum"
"Ah, apansih lo ngagetin"
Galang menatap Violeta heran " Lo abis kenapa? Kok cengar-cengir gitu"
Violeta menarik Galang dan berbisik padanya " Jadi, sekarang gue sama Gistra udah ada kemajuan. Dia mau nerima sarapan yang gue kasih setiap hari"
Galang mengerenyitkan dahinya "Lo nggak terlalu lebay,Ta? masa iya setiap hari" Violeta menatap tajam Galang dan menyilangkan kedua tangannya di dada. "Ini bukan lebay, tapi usaha. Dasar lo nggak pernah dukung gue"
Violeta pun berjalan pergi meninggalkan Galang dengan sejuta tanda tanya "Loh,Ta?"
Tanpa Violeta ketahui, Galang mengendap-endap dan mengintip kedalam kelas Gistra. Dan benar saja, ternyata roti yang selama ini Violeta beri untuk Gistra, nggak pernah Gistra makan, dan yang lebih sakitnya lagi Gistra bilang " Makan aja nih, Gue gak butuh roti dari dia"
Galang pun menggeram kesal dan mengepal kedua tangannya.
Sepulang sekolah, Galang yang mengendarai sepedanya menghampiri Violeta yang sedang berjalan di trotoar. "Ta, bareng gue aja. Ada hal penting yang mau gue omongin"
Violeta berdecak "Ck,nggak. Gue bisa naik angkot". Namun Galang tetap memaksa "Nggak Ta, bareng gue aja. Ini penting"
Violeta pun pasrah. "Ta, Gistra itu cowok yang ngggak baik"
"Apansih Lang"
"Dengerin gue. Roti yang selama ini lo kasih,nggak pernah dia makan. Dan gue denger sendiri kalo dia bilang dia tuh nggak butuh roti dari lo". Violeta terdiam sejenak. Violeta tau Gistra bukan orang yang seperti Galang katakan.
" Lo apaan sih ngejudge orang seenak jidat lo gitu"
" Ta, gue mohon"
"Lang, berhenti. Gue bilang berhenti"
Galang meminggirkan sepedanya, Violeta turun dengan wajah kesal " Gue nggak nyangka lo main asal ngehakimin orang kayak gini, Gue nggak tau maksud lo apa sampai lo bilang yang nggak-nggak tentang Gistra, padahal jelas-jelas lo tau kalau gue suka sama dia. Gue kecewa banget sama lo,Lang"
Keesokan harinya dengan kebiasaan Violeta yang sama, menunggu Gistra dengan membawa kotak makananya " Gistra, Ini sarapan lo". Senyum Violeta, dan Gistra menerimannya "Thanks ya, roti buatan lo enak".
"Sama-sama, kalo gitu gue ke kelas dulu ya"
Violeta menghentikan langkahnya dan menengok kebelakang untuk memastikan Gistra sudah benar-benar masuk kedalam kelasnya. Violeta ingin membuktikan ucapan Galang meski sejujurnya Violeta sama sekali tidak percaya. Namun Violeta tau apa yang harus ia lakukan.
Bum. Bagai disambar petir, ternyata semua ucapan Galang tidak ada yang salah. Semua persis dengan apa yang Galang ucapkan. Roti yang setiap hari Violeta beri pada Gistra dibiarkan begitu saja sampai teman-teman Gistra yang mengambilnya. Rasanya seperti diterbangkan lalu dihempas kedaratan dengan keadaan hancur berkeping-keping. Menangis. Hanya itu yang mampu menenangkan Violeta saat ini.
Seharian Violeta di kampus, tapi ia sama sekali tidak melihat wajah Galang. Apa Galang masih marah?
Dua hari berlalu semenjak kejadian itu, tapi Violeta sama sekali tidak melihat kehadiran Galang. Violeta pun memutuskan sepulang kuliah ia akan mengunjungi rumah Galang.
Baru saja Violeta ingin berjalan keluar kelas,secara mendadak sesesorang menarik tangannya dengan gerakan cepat "Ga-Galang?"
"Lang, lo kemana aja sih? Lo marah sama gue? Gue minta maaf,Lang. Gistra emang nggak baik buat gue. Semua kata-kata lo bener. Maafin gue"
Galang tersenyum, lalu menatap Violeta dalam "Ta, lo nggak perlu minta maaf. Gue cuma nggak mau lo sakit, karna gue sayang sama lo"
Violeta pun terdiam membeku "Kenapa lo baru bilang sekarang?"
"Karna lo terlalu sibuk mengejar matahari lo"
Lalu Galang mengeluuarkan selembar surat dari tasnya "Gue dapet beasiswa ke Harvard University di Inggris dan kemungkinan besar gue akan menetap disana. Gue berangkat besok, dan beberapa hari ini gue nggak masuk, itu karna gue harus ngurus semua keperluan gue"
Seketika lutut Violeta melemas. "A-Apa?"
"Gue minta maaf,Ta kalo selama ini gue banyak salah. Kalo suatu saat lo kangen gue. Lo rasain aja angin yang berhembus,karna angin akan menjadi perantara perasaan gue buat lo"
"See you,Ta. Gue sayang lo"
Lima bulan sudah berlalu. Lima bulan sudah Violeta tidak melihat wajah Galang. setiap pulang kuliah saat Violeta melewati rumah Galang, seperti ada sesuatu yang membuatnya menyesal sekaligus sesak. Violeta ingin melepaskan bebannya sejenak, Violeta pun memutuskan untuk pergi kepantai dengan membawa selembar kertas dan pena.
Violeta memandang sekeliling pantai. Violeta bisa merasakan ketenangan disini. Lalu ia mengambil selembar kertas dan pena untuk menuangkan segala isi hati yang membuat Violeta sesak saat ini.
Kepada Gistra.
Ketika aku sadar bahwa rembulan sedang menertawakanku. Disitulah aku terbangun dari mimpi yang mengurungku hampir satu tahun lamanya.
Ratusan hari aku hanya terfokus mengejar matahari. Namun yang menunggu ku bukan matahari. Yang menyambutku adalah bintang
Ribuan jam aku lalui hanya untuk membuat diriku lupa akan sekelilingku. Ku fikir semesta mendukungku. Tapi ternyata semesta menghakimi ku.
Sosok mu telah mengajarkan ku bagaimana arti mencintai dan berjuang. Berjuang sendirian sampai akhirnya aku dikecewakan. Namun ini bukan salahmu, Ini sepenuhnya salah ku. Ini kehidupan dan sekarang aku harus belajar tentang kehilangan. Aku harus melepaskan Galang karna kebodohan ku. Bukan kebodohan karna mencintaimu. Tapi karna ego ku untuk mengejar matahari terlalu kuat. Sampai aku sadar bahwa matahari ku jauh, aku hanya bisa menatap keindahannya dari bumi. Dan kamu adalah matahari yang tidak pernah bisa ku raih,Gistra.
Tetapi dahulu saat malam tiba dan bintang terjatuh. Mengapa aku tidak langsung mengambilnya? Jelas-jelas bintang itu hanya tinggal kuambil tanpa perlu ku kejar. Hingga aku sadar bahwa bintang itu tidak akan jatuh dua kali. Galang, kamu adalah bintang jatuh yang pernah ku sia-siakan.
Violeta melipat kertas itu sampai membentuk perahu, lalu dibiarkannya kertas itu mengalir mengikuti arus air.
"Embun Violeta"
Suara khas itu berhasil membuat Violeta terdiam kaku. Violeta hafal betul siapa pemilik suara itu. Pria itu datang dengan gagah nya serta senyuman tulus yang tersimpul di wajah nya.
"Gistra?"
Gistra mendekat lalu menatap tajam Violeta " Gue minta maaf. Gue udah denger semuanya dari Galang. Gue minta maaf karna pernah memperlakukan lo seenak gue. Sekarang gue sadar bahwa lo benar-benar adalah hal yang harus gue perjuangkan sama seperti lo berjuang buat gue dulu"
"Bantu gue,Ta. Bantu gue untuk berubah, Gue emang belum bisa janji buat nggak nyakitin perasaan lo. Tapi gue akan berusaha untuk ngebahagiain lo dengan tulus sampai gue nggak tau gimana cara nyakitin perempuan. Mau kan,Ta?"
"Apa ini nggak terlalu cepet?"
"Bagi gue nggak butuh waktu lama untuk meminta lo jadi milik gue, Gue mau kita berjuang berdua. Gue nggak bakal biarin lo berjuang sendirian lagi kayak dulu"
Gistra berlutut dihadapan Violeta. Disaksikan oleh hembusan angin,serta deru ombak yang bersautan.
"Embun Violeta. Apa lo mau menjadi alasan gue untuk berjuang? Apa lo mau menjadi alasan gue untuk bahagia? Pertanyaan gue yang terakhir, Apa lo mau jadi pacar gue?
Violeta membeku ditempat melihat tatapan tulus Gistra. Dengan air mata kebahagiaan yang mengambang di pelupuk mata,Violeta menjawab. "I-iya gue mau"
Violeta dan Gistra pun meninggalkan pantai ini dengan senyuman bahagia.
Ternyata gue salah. ternyata bintang bisa jatuh dua kali.
-Selesai-