Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya.

Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah sem...Read More >>"> REGAN (Chapter 33: SOSOK MISTERIUS) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - REGAN
MENU
About Us  

Hari ini tidak seperti biasanya. Ninda akan menaiki angkutan umum atau bareng ayah untuk sampai ke sekolahnya, sedangkan Naila akan berangkat dengan Regan seperti yang dia lakukan dulu. Huft! Ninda segera mengganti apa yang sedang dipikirkannya, sebuket bunga kemarin malam sepertinya akan membantu untuk menumpas pikiran yang bisa menghambat proses move on-nya.

“Nin, bareng dong.” Naila sudah berada di samping Ninda yang tengah menunggu angkutan umum.

“Kamu kan berangkat sama Regan, jadi—” Ninda melambaikan tangannya ke angkutan umum yang akan mengantarkannya ke sekolah. “Aku duluan, bye!” Ninda telah masuk ke angkutan umum sementara Naila masih menunggu.

Hari ini Naila harus benar-benar siap, setelah semalam ponselnya dipenuhi notifikasi dan sekarang orangnya pun akan diserbu oleh notifikasi dari orang-orang. Abaikan notifikasi buruk, kasih senyum jika notifikasi baik. Hanya itu!

Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga, saat kaca helmnya terbuka bola matanya tampak berseri-seri. Naila hanya memaparkan senyum sebelum akhirnya naik ke boncengan Regan. Tanpa disuruh, Naila merangkul tubuh Regan.

“Gan, semalam Ninda dapat sebuket bunga lengkap dengan surat di dalamnya, tapi di surat itu tidak ada nama pengirimnya,” celoteh Naila menumpas keheningan di pagi ini.

“Kamu pengen aku beliin bunga? Enggak usah ngode kali,” balas Regan.

“Apaan sih, orang aku enggak ngode. Menurut kamu, siapa yang ngirim itu surat?” tanya Naila.

“Pasti orang!” jawab Regan mantap.

Naila menghela napas pendek, pagi-pagi begini sikap pacarnya sudah menyebalkan. Refleks tangan kirinya mencubit bahu Regan. “Iya aku tahu, tapi siapa?”

“Isi suratnya gimana?” Regan terkekeh mendapatkan perlakuan Ninda seperti itu kepadanya.

“Oh iya, suratnya pun sangat pendek. Dear Ninda, se-moga kamu suka dengan bunga ini, seperti aku menyukaimu—”

“Tanpa bunga pun aku suka kamu, Nai,” potong Regan membuat Naila kembali mencubit bahunya sebal.

“Tau! Kamu menyebalkan!”

Setelah percakapan itu, Naila lebih memilih diam. Regan sudah membuat dirinya sebal dengan ulahnya, hingga akhirnya mereka tiba di sekolah. Apa yang mereka dapatkan setelah sampai di sekolah? Berbagai macam tatapan menyambut kedatangan mereka, ada yang menyeramkan ada juga yang menyenangkan. Naila hanya bisa menunduk, ingin sekali ia melepaskan genggaman Regan, tapi kekasihnya ini malah semakin erat genggamannya.

“Kamu enggak usah takut, anggap saja mereka itu makhluk tak kasat mata.”

Andaikan Naila bisa melakukan apa yang diucapkan oleh Regan, mungkin sekarang dengan bangganya ia melewati mereka sambil bersenda gurau dengan pacarnya itu. Namun faktanya tidak.

“Saat belajar fokus, jangan bayangin ketampanan aku.”

“Apaan sih! Udah gih pergi!” usir Naila sambil masuk ke kelasnya.

Melakukan hal ini bukan berarti Naila malu menganggap Regan sebagai pacarnya. Namun ia takut dengan komentar-komentar yang akan dilontarkan oleh mereka, kalian tahu kan hubungan ini lahir setelah insiden menggemparkan bagi anak GHS. Naila hanya takut orang-orang beranggapan negatif kepadanya.

Kezia menyambut kedatangan Naila. Seperti yang kalian tahu, hanya Kezia yang benar-benar tulus menganggapnya sebagai teman dari awal ia masuk ke sekolah ini. Naila menghela napas lega saat guru datang tak lama dari dirinya duduk. Alhasil gibah-gibah klub dari orang sekelasnya terhenti.

Berbeda dengan kelas IPS 1, ini merupakan kesekian kalinya guru yang mengajar di kelas ini enggak hadir dan tidak memberikan tugas. Ninda memasangkan earphone ke telinganya guna menghalau celoteh kedua temannya supaya tidak mengganggu pikirannya. Mereka tampak bahagia melihat dirinya yang menjomlo.

“Makannya jangan keasyikan kalo pacaran, datang saudaranya langsung direbut.” Gurau Evi, sementara Ana diam sibuk dengan pikirannya sendiri.

Sebenarnya Ana masih sangat kesal dengan kejadian itu. Dengan lancangnya David menggores luka, meruntuhkan harapan, membuatnya patah hati karena Naila. Tapi, ketika mengetahui Naila berpacaran dengan Regan, harapan untuk David masih ada meskipun tidak yakin.

“Gimana rasanya, sakitkan. Begitu juga dengan gue, sekarang gue merasakan antara sakit dan bahagia. Bahagianya lo putus, sakitnya Regan enggak jadian sama gue.” Evi mendramatis ucapannya.

Ninda bangkit dari bangkunya. “Ingat ya, gue gak peduli dengan ucapan lo, Vi. Yang jelas kejadian kemarin membuktikan bahwa gue ini laku. Apalagi sama most wanted, lah lo jomlo mulu. Buluk luh!”

Ucapan Ninda berhasil membuat temannya itu bungkam. Tanpa sengaja, tangan kananya memegang sesuatu di kolong meja. Ninda mengernyitkan dahinya dan meraih sesuatu, ternyata sebuah buku bersampul hitam.

“Ini buku siapa?” gumam Ninda lalu membuka bukunya perlahan. Bukunya kosong, tidak ada tulisan apa-apa tapi ada selipat kertas yang terselip di dalamnya.

Dear Ninda,

Gimana bunganya, kamu suka? Untuk saat ini kamu jangan dulu cari tahu siapa aku, ya? Nanti kamu terkejut. Kamu simpan lagi buku ini ditempatnya sebagai perantara, aku menyayangimu. Ada coklat di kolong meja, semoga kamu suka.

Ninda mengerutkan dahinya, pikiran dan hatinya terus menerka-nerka sosok dibalik surat itu. Semalam ia sempat curiga terhadap Gema, karena pada saat di kafe ia mengucapkan kalimat sakral kepadanya. Mungkinkah dia? Perlahan dia menoleh ke belakangnya, tapi cowok itu tidak berefek apa pun termasuk yang lainnya. Seperti biasa Gema sibuk dengan game onlinenya, sementara Regan dan Rama tampak sedang bercengkerama.

Jika bukan dari mereka lalu dari siapa?

Ninda menundukkan tubuhnya untuk melihat kolong mejanya, katanya ada cokelat. Satu benda panjang terbungkus kertas putih berhasil ia dapatkan.

O0O

Jam istirahat akhirnya tiba, tanpa basa-basi Ninda menyusul langkah Regan yang sudah dapat dipastikan akan menjemput Naila. Sebelum Naila mendarat ke genggaman Regan, ia ingin bicara terlebih dahulu kepadanya. Kebetulan, ketika dirinya tiba, Kezia keluar lengkap dengan peralatan salatnya.

“Zia, panggilin Naila dong,” pinta Ninda seraya mengumbar senyum kepadanya.

“Oke.” Kezia memanggilkan Naila, setelah itu dia pamit menyiratkan senyum kepada Ninda yang juga dibalas senyum.

“Ninda, ada apa?” tanya Naila, menghentikan langkahnya di ambang pintu, ragu untuk keluar. Namun, Ninda malah menariknya dengan cepat dan mengajak untuk duduk di pilar kelas IPA.

“Aku dapat lagi surat sama cokelat,” kata Ninda tanpa basa-basi.

Naila menautkan salah satu alisnya.

“Nih, baca. Kira-kira siapa?” tanya Ninda berharap dia tahu, paling tidak mencurigai seseorang setelah masuk wilayah sekolah.

“Ini pengagum rahasiamu, Nin. Aku tidak tahu siapa ini, tapi, kalo kamu ingin tahu kamu harus selidikin,” ujar Naila.

“Bagaiamana?”

“Lihat, di sini tertulis bukunya harus dikembalikan lagi sebagai perantara. Nah, kemungkinan pulang sekolah, atau pagi-pagi orang ini akan kembali menyelipkan surat ke buku itu.” Penjelasan Naila membuat Ninda mengembangkan senyum kepadanya.

“Oke, dan kamu harus ikut!”

“Ikut kemana?” respons Regan tiba-tiba, membuat mereka sedikit tersentak.

Ninda bangkit dari duduknya. “Kamu enggak usah kepo! Emh, maksudnya lo gak usah kepo!” Ninda berusaha seperti Ninda yang dulu, Ninda yang selalu membandingkan Regan dengan Pak Jaya, Ninda yang seolah-olah enggak peduli dengan Regan.

Regan dan Naila melihat Ninda menjauh darinya, kemudian Regan menyampaikan tangannya kepada Naila, mengajaknya untuk menikmati makanan dan minuman bersama. Tanpa ragu Naila menyambut tangan Regan, dan berjalan bersamanya. Tingkahnya ini sering kali membuatnya bingung sendiri, seakan-akan apa yang dimiliki Regan itu magnet baginya. Apa yang dilakukan dan apa yang diucapkan selalu menariknya. Bukan hanya bumi yang memiliki gaya tarik, tapi cinta juga memilikinya.

“Tadi Ninda ngajak kamu kemana?” tanya Regan saat tubuhnya sudah rileks di kursi kantin.

Naila masih berusaha mengontrol luapan emosinya, atas apa yang dilihat dan didengarnya. Hubungan mereka sedang menjadi trending topik di GHS, dan Naila sedang berusaha untuk beradaptasi dengan keadaan seperti ini.

“Jadi nanti pulangnya kamu duluan, aku bantu dulu Ninda nyelesain masalah tentang sosok misterius itu,” jelas Naila.

“Kamu enggak jadi ke rumahku?”

“Jadi kok, lagian aku harus mandi dulu. Enggak mungkin kan aku langsung ke rumah kamu tanpa mandi dan ganti seragam,” ujar Naila.

“Ya udah nanti kamu telepon aku untuk jemput kamu. Sekarang kamu mau makan apa?” Regan menyunggingkan senyum, dan menatapnya lekat.

“Ish, jangan menatapku seperti itu,” rengek Naila.

“Kenapa? Daripada dengerin ucapan mereka, mending tatap wajah tampan aku yang bisa dinikmati di segala cuaca,” gurau Regan seraya menampakkan deretan gigi rapinya.

“Apaan sih! Aku ingin makan bakso aja minumnya es teh. Ish, udah jangan natap aku kayak gitu.” Lagi-lagi Naila merengek agar Regan menghentikan ulahnya.

“Pipi kamu merah meronaaaa,” ujar Regan diikuti kekehan, lalu pergi menuju kedai bakso Mang Kido.

Mengatakan hal itu Naila jadi tergagu ditambah ulah tangan pacarnya yang membuat dirinya tidak bisa berkutik. Sikap Regan memang menyebalkan, tapi Naila mengakui bahwa sikapnya itu membuat dirinya betah dan sangat bahagia.

“Gan, Rama sama Gema mana, tumben gak ikut ke kantin?” tanya Naila saat Regan kembali dengan dua es teh.

“Enggak tahu, mungkin mereka mager. Atau tanggung main game,” jawab Regan.

Setelah seminggu beradaptasi dengan teman-teman Regan, Naila cukup tahu sikap kedua temannya. Gema, si penggila game online, sementara Rama si penengah. Di saat Regan dan Gema cekcok Rama selalu bertindak, lengkap sudah pertemanan mereka.

Baru saja mereka membicarakan dua sosok manusia itu, dalam hitungan detik mereka duduk dan mulai berceloteh.

“Gila, gercep! Gimana perasaannya pacaran sama Regan?” tanya Gema membuat Naila dan Regan menoleh kepadanya.

“Pasti ribet,” tebak Rama. “Siang dan malam, banyak alarm tak diatur,” tambahnya.

“Tadi aja sepanjang jalan menuju surga ini, ramai banget yang bicarain kalian. Tapi beruntung sih, yang bicarain kalian kebanyakan positif enggak kayak Ninda,” terang Gema.

“Ya jelas, Naila itu cantik luar dalam. Kalo Ninda, cantik di luar dalamnya perlu dipertimbangkan.” Rama terkekeh begitu juga Gema.

“Tapi, sesudah pacaran sama lo, Gan, Ninda agak baikkan. Gak seperti dulu, yang sering lo bilang Mak Lampir. Apa perlu gue gebet?” Gema menganggukkan kepalanya berkali-kali.

“Mak Lampir?” gumam Naila, tapi masih bisa mereka dengar.

“Iya, dulu Ninda itu orangnya agak galak dan cerewet. Tapi, setelah pacaran sama Regan, dia berubah, entah obat apa yang telah diberikan oleh Regan padanya,” jelas Rama membuat Naila menganggukkan kepalanya.

“Gan mantan lo gue gebet ya, boleh gak?” tanya Gema seraya memainkan salah satu alisnya.

“Betul, gue ikut gebet juga,” celetuk Rama membuat Gema memberikan tatapan mematikan kepadanya. “Siapa cepat dia dapat,” ledek Rama.

“Serah kalian, yang penting jangan gebet Naila, tapi kayaknya kalo kalian pengen dapetin Ninda harus buru-buru, seseorang lagi mengincarnya lewat surat cinta misterius.” Ungkapan Regan berhasil membuat Rama dan Gema terbelalak bersamaan.

“Apa!” Gema membuka mulutnya seluas benua asia sementara Rama membulatkan matanya sebulat planet terbesar di tata surya.

“Enggak usah lebay, Ninda itu enggak suka cowok lebay beserta jajarannya.”

Seketika itu Gema mengatupkan mulutnya, Rama mengedipkan matanya dan kembali tenang, berusaha cool.

“Sekarang kita rival,” celetuk Gema, tatapannya berubah tajam.

“Siapa takut,” balas Rama menatap tajam.

Melihat aksi kedua temannya itu, Regan dan Naila menggelengkan kepalanya bersamaan. Di tengah-tengah mereka berdebat, Regan sama Naila malah melakukan aksi saling suap. Awalnya Naila ragu, karena beberapa pengisi di kantin menatap ke arahnya, tapi pada akhirnya Naila merespons. Senyum yang ditorehkan Regan benar-benar menawan, mungkin selain ketampanannya, senyumnya itu menjadi alasan para cewek menyukainya.

O0O

Regan mengumbar senyum kepadanya sebelum pergi. Naila menyuruhnya untuk pulang lebih awal dibandingkan dirinya. Naila akan melakukan penyelidikan mengenai surat misterius yang meneror Ninda terlebih dahulu.

“Dah, jangan lupa telepon aku untuk menjemputmu.” Regan berlalu dari hadapan Naila yang berdiri di koridor area kelas IPS.

Naila berjalan menuju kelas XII IPS 1, ternyata kelas tersebut masih ada beberapa siswa salah satunya Ninda yang masih memasukan bukunya. Satu persatu murid di sana meninggalkan kelasnya, ada yang mengembangkan senyum kepadanya ada juga yang cuek.

“Kita selidikinnya gimana?” tanya Ninda.

Naila terdiam sejenak. “Kita ngintip aja di kelas IPS dua, begitu dia datang kita langsung ngepung dia di kelas IPS satu,” papar Naila membuat Ninda mengangguk, tanpa basa-basi Naila menarik Ninda untuk masuk ke kelas IPS 1.

Mereka duduk di lantai, Ninda masih memegangi surat itu sambil tersenyum tipis. Melihat hal itu, Naila turut tersenyum dan mengubah posisi duduknya yang mendadak tidak nyaman.

“Nin, kalo misalkan orang di balik surat itu tidak sesuai dengan bayangan kamu, gimana? Toh, kamu pasti sudah membayangkan seseorang yang menyimpan surat ini dengan indah, bukan?” tanya Naila.

“Enggak apa-apa, aku hanya ingin tahu aja siapa dia, mendapatkan surat ini bukan berarti aku menerima apa yang dia utarakan kepadaku. Aku butuh pembuktian kesungguhan dia, tapi tidak dengan seperti ini.”

Naila tersenyum, tapi perlahan kembali surut saat derap langkah tertangkap oleh telinga mereka. Mendengar derap langkah cukup cepat, di susul suara pintu berdecit, hati Ninda berdegup. Segera, Naila menarik Ninda untuk mengepung si pemilik derap langkah itu. Sebelumnya Naila dan Ninda mengintip dari balik pintu kelas IPS 2, mereka hanya melihat bayangan seseorang. Pelan-pelan tapi pasti, mereka berjalan tanpa menimbulkan suara entakkan. Tiba di samping pintu kelas IPS 1, Naila mengintip dan mendapati seseorang berjaket hitam berhodi, dengan celana abu.

“Heh lo siapa?” Ninda keluar dari persembunyiannya, membuat seseorang berjaket hitam yang membelakanginya sedikit tersentak.

Naila turut keluar dari persembunyiannya. Sementara seseorang itu malah terdiam dengan kedua tangannya sibuk. Dia sedang melakukan apa?

“Plis lo siapa?” tanya Ninda sembari mendekati seseorang itu.

“Ninda, aku sudah bilang jangan cari tahu aku dulu.” Suara seseorang itu tidak terlalu jelas, seperti memakai masker. Berharap mereka dapat mengenali dia dari suaranya, tapi tidak jadi, seseorang di hadapannya telah menyiapkan semuanya.

Naila dan Ninda semakin mendekat sampai jarak mereka sangat dekat, di saat mereka hendak menangkap seseorang itu, dia malah mengejutkan mereka sampai menjerit. Mereka lengah, dan seseorang itu pergi dari hadapan mereka. Dia bukan hanya memakai masker, tapi kacamata yang gelap.

Ninda dan Naila berlari keluar dari kelas tapi sosok misterius itu sudah tidak ada.

“Sekarang kamu mencurigai seseorang?” tanya Naila.

Ninda menggelengkan kepalanya, “Enggak.”

O0O

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ketika Takdir (Tak) Memilih Kita
523      288     8     
Short Story
“Lebih baik menjalani sisa hidup kita dengan berada disamping orang yang kita cintai, daripada meninggalkannya dengan alasan tidak mau melihat orang yang kita cintai terluka. Sebenarnya cara itulah yang paling menyakitkan bagi orang yang kita cintai. Salah paham dengan orang yang mencintainya….”
Aku Lupa Cara Mendeskripsikan Petang
519      352     2     
Short Story
Entah apa yang lebih indah dari petang, mungkin kau. Ah aku keliru. Yang lebih indah dari petang adalah kita berdua di bawah jingganya senja dan jingganya lilin!
Gunay and His Broken Life
5748      2048     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...
Well The Glass Slippers Don't Fit
1246      542     1     
Fantasy
Born to the lower class of the society, Alya wants to try her luck to marry Prince Ashton, the descendant of Cinderella and her prince charming. Everything clicks perfectly. But there is one problem. The glass slippers don't fit!
Pesona Hujan
964      520     2     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
Story of April
1614      672     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
HADIAH PALING BERHARGA
540      356     4     
Short Story
Seorang wanita yang tidak bisa menerima kenyataan, keharmonisannya berubah menjadi kebencian, sebuah hadiah yang mengubah semua hal tentangnya .
Salon & Me
3370      1086     11     
Humor
Salon adalah rumah kedua bagi gue. Ya bukan berarti gue biasa ngemper depan salon yah. Tapi karena dari kecil jaman ingus naek turun kaya harga saham sampe sekarang ketika tau bedanya ngutang pinjol sama paylater, nyalon tuh udah kaya rutinitas dan mirip rukun iman buat gue. Yang mana kalo gue gak nyalon tiap minggu rasanya mirip kaya gue gak ikut salat jumat eh salat ied. Dalam buku ini, udah...
DELUSION
4290      1470     0     
Fan Fiction
Tarian jari begitu merdu terdengar ketika suara ketikan menghatarkan sebuah mimpi dan hayalan menjadi satu. Garis mimpi dan kehidupan terhubung dengan baik sehingga seulas senyum terbit di pahatan indah tersebut. Mata yang terpejam kini terbuka dan melihat kearah jendela yang menggambarkan kota yang indah. Badan di tegakannya dan tersenyum pada pramugari yang menyapanya dan menga...
AUNTUMN GARDENIA
121      105     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...