Loading...
Logo TinLit
Read Story - REGAN
MENU
About Us  

Seperti biasa Regan menjemput Ninda. Gadis itu setengah berlari dari depan pintu rumahnya, menyadari bahwa dirinya agak telat dan membiarkan Regan menunggu cukup lama dari biasanya.

Entah kenapa malam tadi, saat Ninda kebelet pipis tepat pukul satu pagi nafsu drakornya kambuh. Yang pada akhirnya, Ninda menonton drakor sampai pukul setengah empat pagi lalu tidur kembali.

“Tumben telat?” tanya Regan, tenang.

“Doi dari Korea VC jam satu pagi,” celetuk Ninda sambil naik ke motor, lalu merangkul tubuh Regan.

Tanpa membalas ucapan Ninda, Regan melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Menikmati perjalanan yang menghabiskan waktu empat puluh menit sambil menyaksikan pegelaran gedung-gedung tinggi yang berderet di setiap pinggir jalan.

Langit kota Jakarta telah membiru seluruhnya beberapa menit yang lalu, matahari pun telah leluasa menyampaikan kehangatan untuk masyarakat Jakarta, meskipun setiap sudut kota Jakarta menyumbang asap, pegap, untuk semesta.

Untuk mengawali kegiatan pagi ini, Pak Adam telah datang bersiap untuk menjelajahi setiap kejadian di masa lampau. Menyusuri setiap tanggal dan tahun yang menyematkan kejadian luar biasa pada saat itu. Seperti pemboman kota Hiroshima juga Nagasaki, yang mengakibatkan Jepang menyerah kepada sekutu. Cekatan, para pahlawan proklamator memproklamasikan Bangsa Indonesia.

Seisi kelas tertegun mendengar penjelasan Pak Adam, kecuali Gema. Netranya terus membagi pandangan antara ponsel dan guru sejarah itu. Turnamen game online kembali hadir Sabtu besok, membuat laki-laki pengidap game syndrome antusias. Jika kemarin mendapatkan peringkat kedua dalam game PUBG, Sabtu besok harus menjadi peringkat pertama untuk game Free Fire.

Sebagai pelarian dari kesepian, begitulah awalnya Gema menjadi candu terhadap game online. Orang tuanya sibuk merintis bisnis, tidak peduli dengan kondisi anaknya yang semakin miris dalam hal pelajaran sekolah. Yang penting lulus, begitulah prinsip Gema.

Hari ini merupakan menjadi hari pertama Regan dan Ninda tidak berdekatan, bahkan semenjak bel istirahat berbunyi ia dan kedua teman dekatnya segera meluncur ke kantin. Tidak menghiraukan Ninda yang tengah memberikan pengumuman mengenai rencana balas dendam terhadap Naila.

“An, mau gak lo bantu gue buat balas dendam kepada cewek mistis itu!” Ninda menghadap Ana, yang semenjak dirinya berpacaran dengan Regan mulai merenggang rasa kebersamaannya.

“Tumben lo, biasanya hanya fokus sama Regan. Lagi butuh nongol, kalo enggak lapur!” balas Ana tidak mengindahkan.

“Tapi kita masih temenan, kan?” ucap Ninda. “Vi! Bantuin gue juga ya?” ajak Ninda kepada Evi.

Evi menatap Ninda malas. “Ogah, males banget!” jawab Evi seadanya.

“Nanti gue izinin lo foto bareng sama Regan, mau?” Evi masih bergeming. “Sambil meluk tangan Regan, dan lo boleh post!” tambah Ninda membuat Evi berangsur dari bangkunya mendekat.

“Lah, terus lo mau ngasih apa ke gue?” tanya Ana.

“Hm, traktir apa aja yang lo mau, tapi bukan berarti lo meras dompet gue sampai akar,” jawab Ninda.

“Oke, gue setuju!”

Ninda, Ana, dan Evi berjalan berdampingan menuju kantin. Beberapa pasang mata yang memenuhi setiap langkah lorong sekolah menyorot ke arah mereka. Sebelumnya, hal ini bukanlah hal aneh, tapi semenjak Ninda berpacaran dengan Regan panorama seperti ini kembali asing di mata mereka.

Ketiganya duduk di bangku yang dulu sering mereka tempati. Kedua mata Ninda mulai melayang, menatap tempat seluas lapangan bulu tangkis ini. Ia tidak melihat Naila di kantin, detik berikutnya situasi kantin menjadi ramai saat teriakkan khas membungkam sekitar kantin dan dua ruangan kelas.

Sudah dapat dipastikan, pemilik teriakkan itu adalah Bebi Sandrina ketua sekaligus senior dari ekskul cheersleader GHS. Ninda, Ana, dan Evi berjalan cepat menuju sumber suara itu yang berpusat di lorong kelas sebelas. Mereka terbelalak saat ratusan kertas HVS berantakan di lorong ini, cekatan mereka mendekat memecah kerumunan orang yang sama penasaran sepertinya.

“Oh! Jadi lo yang menjadi perbincangan hangat di GHS, tapi sayangnya yang mereka bincangkan tentang lo kesialan semua. Dan sekarang topik kesialan lo bertambah, dan akan terus bertambah sampai lo tahu diri. Kalo punya mata pake! Kenapa lo nunduk terus, apa karena lo takut sama gue? Atau lo malu karena wajah lo kayak setan? Ingat ya, sekali lagi lo buat ulah sama gue, sudah gue pastikan lo akan menderita!” ujar Bebi tajam.

“A-a-aku min-ta ma-af,” balas Naila dingin.

“Apa? Minta maaf? Cih!” Bebi beranjak seraya menyenggol bahu Naila, tidak peduli dengan kertas HVS yang berantakan di sekitar lorong, yang memuat formulir pendaftaran anggota cheersleader baru.

Semua pengisi lorong ini mulai berpergian meninggalkan Naila yang mematung di tempat. Deru napasnya begitu lirih, sangat lirih. Naila mulai memungut satu persatu lembaran HVS yang berserakan di sekitarnya. Sejauh ini ia masih tegar menghadapi ucapan-ucapan menjatuhkan yang ditujukan kepadanya. Meskipun faktanya, hatinya merintih perih saat ucapan mereka menyerap ke hatinya.

“Mampus!” ujar Ninda, melewati Naila sambil menendang lembaran HVS yang menghalangi langkahnya.

“Sabar, kesialan yang lainnya segera menyusul,” tambah Ana, pedas.

“Emang enak, diinjak anak-anak GHS!” susul Evi sambil memalingkan wajahnya jijik melihat Naila.

Naila terus meraih lembaran-lembaran itu, sampai Kezia datang dengan kedua tangan memeluk mukenanya. Seperti biasa, sebelum menyantap makanan di kantin Kezia melaksanakan salat Duha terlebih dahulu.

“Nai, apa yang sudah terjadi?” seru Kezia khawatir sambil membantu Naila memungut lembaran-lembaran itu.

Naila selalu bungkam, saat ditanya mengenai kondisinya yang sedang berlangsung. “Nai, aku nanya sama kamu, ada apa? Nai, plis, hampir setiap hari aku liat kamu terjatuh seperti ini, ada apa?”

“Aku tidak apa-apa. Kalo kamu enggak suka aku seperti ini, menjauh. Aku tidak mau kamu turut terjatuh karena aku,” ujar Naila datar.

“Bukan begitu, aku ini temanmu. Aku ingin membantumu, kalau ada apa-apa plis cerita sama aku.” Kezia menatap sendu ke arah Naila.

Tiba-tiba Naila merebut lembaran yang dipegang Kezia, lalu pergi hendak memberikan formulir tersebut kepada Pembina ekskul cheersleader. Naila tidak menggubris ucapan Kezia yang terus memohon agar dirinya bercerita tentang masalahnya dan keluh kesahnya.

“Nai, Naila!” seru Kezia, mengekori Naila yang masih tak acuh dengannya. Hingga dirinya menyerah untuk terus mengikuti Naila yang berjalan menuju ruang guru. Kezia duduk di pilar depan ruang UKS, entah darimana kobaran api itu datang, tiba-tiba saja pikirannya kembali mendorong untuk menyelidiki Naila secepatnya.

Tanpa Naila sadari, kedua netranya mengeluarkan cairan jernih. Napasnya sedikit tersendat-sendat, kenapa ini? Baru satu langkah Naila masuk ke ruang guru, seseorang memanggilnya. Suaranya tidak asing lagi di dengar, siapa lagi kalau bukan David.

“Lo mau ngapain?” David memerhatikan Naila, kemudian tatapannya turun menyapu lembaran kertas yang dipegang Naila. “Lo mau ikut cheersleader?”

Naila menggeleng cepat. “Aku mau ngasih ini ke Pembina ekskul, tadi gak sengaja aku nabrak Bebi sampai lembaran ini berjatuhan.”

Naila jujur. Naila tahu yang ditabraknya adalah Bebi. Cewek tinggi dan cantik itu, sangat populer di sekolah ini. Dan orang yang berada di hadapannya sekarang ini adalah orang yang selalu terlibat dalam ucapan anak-anak GHS jika mengobrol pasal Bebi.

“Biar aku saja. Tunggu, lo nangis?” selidik David membuat Naila mengusap wajahnya dan berusaha berlalu dari hadapan David, tapi, tidak bisa. Cowok di hadapannya menahan tangannya dan menyuruhnya untuk duduk di kursi yang tertera di koridor ruang guru.

“Jawab pertanyaan gue dulu sebelum lo pergi.” Naila terdiam, tapi tangannya masih menyeka air matanya yang entah kenapa terus keluar tanpa intrupsinya.

“Kenapa lo bersikap seperti ini?”

Di sisi lain, diam-diam orang-orang memerhatikannya dengan tatapan jijik. Bahkan dua diantara mereka, membeku. Perasaannya berontak, menolak kepercayaan yang terlukis di hadapannya. Gadis itu telah membuat perasaan dua orang yang menyaksikan di sana teriris.

O0O

Bel terakhir berbunyi nyaring, membuat beberapa pengisi ruang kelas heboh dan segera pergi secepat kilat meninggalkan teman-temannya dengan berbagai aktivitasnya. Naila menggendong tas mungilnya, kepalanya sedikit menunduk, tidak peduli dengan orang-orang yang seketika menghindar saat dirinya melewat.

Kezia segera melancarkan niatnya. Ia mengintip dari balik pintu, setelah itu melangkah perlahan. Namun tepat kakinya mengambil langkah ketiga, seketika tertahan, melihat Regan yang tiba-tiba muncul dari lorong lain. Tampak laki-laki itu berkacak pinggang di hadapan Naila dengan senyum sinis menyertainya.

“Halo cewek pembawa masalah! Murid mistis yang terus membuat kesialan di sekolah ini, dan gue salah satu korban dari ulah lo. Tadinya gue mau balas ulah lo, tapi sepertinya, kejadian tadi sudah cukup. Lo pintar banget cari masalah sama orang-orang populer di sini, itu mempercepat runtuhnya harga diri lo di depan orang-orang.” Regan tersenyum jahat.

“Sikap lo itu mencerminkan gaya lo, set-tan!” ujar Gema tajam.

Kezia kembali melangkah, kini lebih cepat dari tadi. “Heh! Kalian jangan ganggu Naila, dan berhentilah berucap kasar.”

“Eh, ukhti, assalamualaikum.” Sekilas Gema menundukkan kepalanya, saat Kezia datang.

“Wa alaikumsalam. Kalian jangan ganggu Naila, dia itu temanku. Nai, kamu enggak apa-apa, kan?” Kezia mengalihkan tatapannya ke arah Naila, tapi gadis itu malah pergi meninggalkannya tanpa sepatah kata.

“Jadi itu yang namanya teman? Haduh, gue setuju sama ucapan Gema saat di kantin, daripada ukhti temenan sama gadis mistis itu, mending jadi teman hidupnya Gema.” Regan tertawa kecil, begitu juga Gema dan Rama.

“Iya, gue setuju, kalo dia teman ukhti kenapa dia pergi begitu saja setelah dibela. Gema itu sangat suka sama ukhti, dia siap tinggalkan game online demi ukhti loh,” tambah Rama.

Gema terdiam malu. Teman-temannya sudah sangat keterlaluan, dalam menjatuhkan dalam artian seperti ini.

“Ih, kalian ngapa sih. Lihat tuh, dia malu sama ucapan kalian. Jadi gini yang namanya teman?” Kezia berlalu dari hadapan mereka bertiga.

Karena jarak antara dirinya dengan Naila sangat jauh, Kezia mempercepat langkahnya agar tidak kehilangan jejak Naila. Kezia harus mengetahui kehidupan Naila dalam lingkungan keluarganya, ia tidak suka melihat Naila terus dipermalukan oleh orang-orang. Dan ia salut dengan sikap Naila yang tidak membalasnya, mungkin jika api dibalas dengan api kobarannya akan semakin membeludak.

Kezia ingin menjadi air untuk menumpas ucapan-ucapan kasar yang terus membakar diri Naila. Mungkin sekarang kuat, tapi lama kelamaan kalo terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan Naila akan depresi karena ucapan-ucapan menjatuhkan.

Jika Naila menaiki angkutan umum yang paling depan, maka Kezia memilih angkutan umum yang terparkir di belakangnya. Kezia sengaja duduk berdampingan dengan supir, supaya kelihatan di mana Naila turun.

Satu persatu angkutan yang berderet di sepanjang tepi jalanan mulai bergerak. Sebenarnya, Kezia tahu di mana titik letak perumahan Mandalawangi, tapi ia perlu tahu di gerbang sebelah mana yang Naila ambil, karena perum ini merupakan salah satu perum terluas dan memiliki beberapa gerbang sebagai pintu masuk ke area perumahan terebut.

Naila turun dari angkutan tersebut tepat di depan pintu gerbang sebelah barat perumahan ini. Sementara itu, Kezia sengaja turun agak jauh dari gerbang tersebut. Kezia meminta izin kepada satpam dengan alasan hendak menemui teman, dan berhasil.

Kezia terus mengekori Naila dari kejauhan, sampai Naila berbelok ke sebuah rumah yang cukup besar dengan lapisan cat yang masih baru.

“Jadi ini rumah Naila,” gumamnya sambil memperdekat jaraknya dengan rumah itu. Rasa penasaran semakin membuncah, hingga ia memutuskan untuk masuk ke halaman tersebut dan mengintip sekaligus menguping sesuatu yang bisa ia tangkap

Dari sela-sela gorden Kezia melihat seorang perempuan mungkin seumurannya melempar beberapa buku ke hadapan Naila yang hanya bergeming. Tak lama dari itu, seorang perempuan paruh baya datang dan sepertinya sedang memarahi Naila.

Mengetahui hal itu, Kezia beranjak dari rumah itu. Ia tidak kuat jika harus menyaksikan kekasaran yang terjadi kepada Naila.

Apa mungkin ini yang membuat Naila bungkam dan sabar akan kekasaran atas orang-orang di sekolahnya?

“Kezia?” Kezia terkejut seseorang memanggilnya tepat di belakang tubuhnya. Segera, Kezia menoleh dan sosok yang tidak asing di matanya sedang memaparkan senyum manis kepadanya.

“David.”

O0O

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tower Arcana
791      584     1     
Short Story
Aku melihat arum meninggalkan Rehan. Rupanya pasiennya bertambah satu dari kelas sebelah. Pikiranku tergelitik melihat adegan itu. Entahlah, heran saja pada semua yang percaya pada ramalan-ramalan Rehan. Katanya sih emang terbukti benar, tapi bisa saja itu hanya kebetulan, kan?! Apalagi saat mereka mulai menjulukinya ‘paul’. Rasanya ingin tertawa membayangkan Rehan dengan delapan tentakel yan...
Baret,Karena Ialah Kita Bersatu
734      438     0     
Short Story
Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan perjuangan Kartika dan Damar untuk menjadi abdi negara yang memberi mereka kesempatan untuk mengenakan baret kebanggaan dan idaman banyak orang.Setelah memutuskan untuk menjalani kehidupan masing - masing,mereka kembali di pertemukan oleh takdir melalui kesatuan yang kemudian juga menyatukan mereka kembali.Karena baret itulah,mereka bersatu.
Dear, My Brother
807      519     1     
Romance
Nadya Septiani, seorang anak pindahan yang telah kehilangan kakak kandungnya sejak dia masih bayi dan dia terlibat dalam masalah urusan keluarga maupun cinta. Dalam kesehariannya menulis buku diary tentang kakaknya yang belum ia pernah temui. Dan berangan - angan bahwa kakaknya masih hidup. Akankah berakhir happy ending?
Cinta Dalam Diam
757      501     1     
Short Story
Kututup buku bersampul ungu itu dan meletakkannya kembali dalam barisan buku-buku lain yang semua isinya adalah tentang dia. Iya dia, mungkin sebagian orang berpendapat bahwa mengagumi seseorang itu wajar. Ya sangat wajar, apa lagi jika orang tersebut bisa memotivasi kita untuk lebih baik.
Sanguine
5651      1723     2     
Romance
Karala Wijaya merupakan siswi populer di sekolahnya. Ia memiliki semua hal yang diinginkan oleh setiap gadis di dunia. Terlahir dari keluarga kaya, menjadi vokalis band sekolah, memiliki banyak teman, serta pacar tampan incaran para gadis-gadis di sekolah. Ada satu hal yang sangat disukainya, she love being a popular. Bagi Lala, tidak ada yang lebih penting daripada menjadi pusat perhatian. Namun...
Cinta (tak) Harus Memiliki
5663      1433     1     
Romance
Dua kepingan hati yang berbeda dalam satu raga yang sama. Sepi. Sedih. Sendiri. Termenung dalam gelapnya malam. Berpangku tangan menatap bintang, berharap pelangi itu kembali. Kembali menghiasi hari yang kelam. Hari yang telah sirna nan hampa dengan bayangan semu. Hari yang mengingatkannya pada pusaran waktu. Kini perlahan kepingan hati yang telah lama hancur, kembali bersatu. Berubah menja...
Kisah Kasih di Sekolah
799      514     1     
Romance
Rasanya percuma jika masa-masa SMA hanya diisi dengan belajar, belajar dan belajar. Nggak ada seru-serunya. Apalagi bagi cowok yang hidupnya serba asyik, Pangeran Elang Alfareza. Namun, beda lagi bagi Hanum Putri Arini yang jelas bertolak belakang dengan prinsip cowok bertubuh tinggi itu. Bagi Hanum sekolah bukan tempat untuk seru-seruan, baginya sekolah ya tetap sekolah. Nggak ada istilah mai...
DEWS OF MOCCACINO ICE
603      417     0     
Short Story
Fix You
1003      593     2     
Romance
Sejak hari itu, dunia mulai berbalik memunggungi Rena. Kerja kerasnya kandas, kepercayaan dirinya hilang. Yang Rena inginkan hanya menepi dan menjauh, memperbaiki diri jika memang masih bisa ia lakukan. Hingga akhirnya Rena bersua dengan suara itu. Suara asing yang sialnya mampu mengumpulkan keping demi keping harapannya. Namun akankah suara itu benar-benar bisa menyembuhkan Rena? Atau jus...
Melodi Sendu di Malam Kelabu
522      348     4     
Inspirational
Malam pernah merebutmu dariku Ketika aku tak hentinya menunggumu Dengan kekhawatiranku yang mengganggu Kamu tetap saja pergi berlalu Hujan pernah menghadirkanmu kepadaku Melindungiku dengan nada yang tak sendu Menari-nari diiringi tarian syahdu Dipenuhi sejuta rindu yang beradu