Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya.

Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah sem...Read More >>"> REGAN (Chapter 8: TENTANG KITA DAN RASA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - REGAN
MENU
About Us  

Mulai hari ini, ke mana pun Ninda pergi akan ada Regan di sampingnya. Berangkat sekolah bersama Regan, pergi ke kantin bersama Regan, pulang sekolah bersama Regan, sampai pergi belanja keperluan pun bersama Regan. Begitu juga sebaliknya, Ninda akan selalu ada di samping Regan, menemaninya sampai waktu memisahkan mereka.

Semenjak saling mengutarakan janji, tidak ada lagi ekspresi ketus dari wajah Ninda. Baginya, kejadian kemarin sudah cukup untuk membuat dirinya percaya bahwa Regan benar-benar serius mencintainya.

“Ninda, gue enggak nyangka sama lo, semudah itu lo menerima Regan.” Bebi si ketua cheersleader sekaligus salah satu anggota OSIS tiba-tiba saja datang menghampirinya.

“Gue juga enggak nyangka, kebanyakan orang di sini selalu menilai sikap Regan dari sudut pandang terburuk, sampai orang-orang di sini lupa memerhatikan ada sudut lain dari Regan. Dan itu alasan gue menerima Regan.”

Ninda berlalu dari hadapan Bebi yang tiba-tiba saja terdiam, sampai suara Regan berhasil membuat dirinya sedikit terkejut. Saat Regan melewatinya, dia benar-benar berubah, biasanya dia selalu menggodanya, tapi sekarang tidak. Bebi terus mengekori tubuh Regan, hingga cowok itu merangkul tubuh Ninda lalu keduanya bercanda.

Tiba-tiba pikirannya mengingatkan tentang ucapan Regan beberapa hari yang lalu. Hatinya sedikit berontak, tapi, ia berusaha menepisnya dan mengecam bahwa apa yang pernah diucapkan Regan kepadanya tidak benar.

Selama mereka melewati lorong, banyak pasang mata yang beralih menatap sejoli tidak percaya. Dua hari ini, mereka telah menjadi sorotan banyak orang.

“Sekarang udah nempel-nempel, besok apa ya?” sindir Ana tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya. Demi apa pun, Ana benar-benar cemburu melihat keromantisan mereka. Tapi, sudahlah, ia akan merasa bodoh jika terus merasa menyesal Regan jadian sama temannya. Yups! Bumbu-bumbu cemburu sebenarnya udah hadir sejak Regan melontarkan gombalan tingkat tinggi kepadanya.

Evi yang berada di antara mereka diam saja. Ingin seolah tak peduli, tetapi Evi gagal, tetap saja ia menatap Regan dari ujung matanya.

“Kenapa? Lo cemburu?” Respons Regan berhasil membuat Ana terdiam tapi segera ia menggelengkan kepalanya.

“Kagak! Lebay banget, gue cemburu hanya karena kalian jadian!” Hati Ana menggebu-gebu mengutarakan kalimat yang jelas-jelas bertolak belakang dengan apa yang sedang dirasakannya.

“Bagus deh kalo begitu, meskipun gue enggak percaya sama ucapan lo, An!” Regan mengelus-elus puncak kepala Ninda sebelum beranjak menuju bangkunya.

Ana membeliak mendengar respons dari Regan yang benar-benar menyebalkan. Ingin sekali ia memukul laki-laki itu dengan sepatunya, tapi tidak mungkin juga, toh apa yang diucapkan Regan memang fakta, dan kalian tahu itu. Ana menatap Ninda yang benar-benar terlihat berbeda dari hari sebelum-sebelumnya, sekarang dia terlihat lebih tenang dan tentu saja dia terlihat bahagia. Karena kepo, Ana menghampiri Ninda.

“Nin, lo gak dihipnotis, kan?” celetuk Ana.

“Enggak, emang kenapa?” tanya Ninda.

“Takutnya lo di apa-apain sama Regan—”

“Enggak, gue enggak di apa-apain selain dibuat bahagia sama dia.” Ninda tersenyum senang memandangi temannya itu.

Ana sangat tidak percaya dengan perubahan sikap Ninda. Ia tidak punya pilihan lain selain dari menyaksikan hubungan mereka, untuk menjawab rasa tidak percayanya. Dan Ana harus kuat melihat semuanya. Jangan cemburu! Apalagi menikung hubungan mereka.

“Hm, mungkin itu siasat, Nin. Hati-hati nanti lo jadi korban,” pungkas Ana dengan nada hati-hati.

Bertepatan dengan bel tanda pelajaran dimulai, Rama dan Gema menampakkan batang hidungnya dari balik pintu kelas. Refleks, kedua bola mata mereka terbelalak, dengan mulut sedikit terbuka, saat menatap partner kesiangannya sudah ada di dalam kelas.

“Eh, busyet! Lo ketempelan apa, tumben udah stay aja!” Gema melempar tas ke atas mejanya.

Bukannya menjawab, Regan malah cengengesan. “Udah, nih semua tugas gue, kelarin,” kata Regan sambil memberikan beberapa buku tulis ke hadapan Rama yang baru saja duduk.

“Makannya kalo buat game, pikirkan dulu resikonya. Kan jadi gini,” ejek Gema dengan tawa diujung kalimatnya.

“Kemarin, lo nggak setuju gue buat game untuk Regan, sekarang malah gini,” ujar Rama mengingatkan tentang apa yang dia ucapkan tempo dulu.

Di saat kelas XII IPS 1 sibuk dengan kegiatannya masing-masing, Ibu Jes—guru bahasa inggris—datang dengan tangan kanan menggenggam banyak lembaran. Melihat hal itu, pengisi kelas XII IPS 1 ini sudah tidak bisa berpikir jernih, selain dari menebak bahwa hari ini akan ujian.

“Oke, sekarang siapkan selembar kertas, dan kumpulkan buku catatannya juga ponselnya ke depan.”

Tampak beberapa siswa membeliakkan kedua matanya tidak percaya apa yang Ibu Jes ucapkan. Pasalnya, ini merupakan kali pertama kelas IPS satu melakukan ujian di bawah naungan Ibu Jes.

“Kalian hanya perlu menuliskan jawabannya saja,” kata Ibu Jes.

Kelas yang banyak dihiasi oleh kata-kata motivasi ini, mendadak hening. Tatapan mereka fokus terhadap lembar soal yang digenggamnya, apalagi ketika Ibu Jes mulai beredar dari bangku satu ke bangku lainnya. Tak terkecuali Regan. Laki-laki berwajah tampan ini, diam-diam mencuri pandang ke arah Rama yang sedang fokus mengerjakan. Sebagai janjinya, dia akan membantunya dalam hal pelajaran jika dirinya berhasil menjalin hubungan dengan salah satu dari empat perempuan.

Ketika Ibu Jes membelakanginya, cekatan Regan melempar kertas kepada Rama. Tanpa menoleh, laki-laki paling pintar di kelas IPS ini mulai beraksi menuliskan jawaban untuk Regan, meskipun tidak semuanya. Toh, ini untuk menghilangkan rasa curiga dari Ibu Jes.

Sambil menunggu jawaban dari Rama, Regan memainkan bolpoinnya, seolah-olah sedang berpikir untuk mengisi soal-soal ujian.

“Jangan melamun, ayo isi,” ujar Ibu Jes membuat beberapa orang menoleh ke arah bangku Regan.

“Jangan suudzon Bu, saya enggak melamun, ini lagi berpikir,” jawab Regan polos.

Ibu Jes berlalu tidak menghiraukan Regan, sampai detik berikutnya Rama melemparkan gulungan kertas ke arahnya. Cekatan, Regan menuliskan jawaban tersebut. Di tengah keheningan ini, Regan tersenyum senang karena tinggal beberapa nomor lagi.

“Tadi melamun, sekarang senyum-senyum sendiri, kerjain, tadi ibu lihat, kertas kamu masih kosong,” seru Ibu Jes saat tatapannya memotret ke arah Regan.

“Aduh Bu, senyum itu kan ibadah, lagian ini soalnya lucu banget kayak pacar saya,” balas Regan.

Hampir saja keheningan yang mengisi kelas ini pecah, saat jawaban Regan menggelitiki telinga pengisi kelas. Seperti biasa, ucapan cowok dengan predikat playboy itu selalu berhasil membuat teman-temannya tertawa, karena sikap sok polosnya terhadap guru-guru yang mengajar di sini.

“Emang siapa pacar kamu?” tanya Ibu Jes.

“Itu yang duduk paling depan, Ninda Aprillia Megantara.” Regan menatap Ninda yang membatu, mungkin karena menjadi sorotan teman-temannya juga Ibu Jes.

Ninda berusaha biasa saja, selain dirinya sudah berjanji akan berprilaku biasa saja. Sekarang statusnya sebagai pacarnya Regan, tidak peduli dengan ucapan orang lain, yang penting dirinya telah dibuat takjub akan janji yang telah dia tepati untuknya.

“Pacar kamu pintar, jadi kamu harus lebih pintar dari dia.” Ibu Jes kembali melangkah menatap satu persatu anak muridnya, hingga waktu ujian berakhir.

Satu persatu dari mereka mulai mengumpulkan jawaban ujian ke meja Ibu Jes, seraya mengambil buku dan ponselnya di sana. Hampir seisi kelas tidak percaya, Regan merupakan cowok yang mengumpulkan jawaban ujian ke dua setelah Rama. Yaps! Ini sulit untuk dipercaya, pasalnya jauh sebelum berpacaran dengan Ninda, Regan selalu menjadi yang terakhir dalam hal ujian, tapi sekarang dia lebih cepat. Dan semuanya berkat, Rama.

“Oke, sekarang kalian boleh istirahat.” Ibu Jes mengakhiri jam pelajarannya.

Regan bangkit dari bangkunya, berjalan menuju bangku Ninda. Sesampainya di sana, Regan bersedekap di atas meja Ninda, kedua tangannya menyangga dagunya, dan sorot matanya menatap penuh ke arah Ninda.

“Gan, ke kantin yuk,” ajak Gema, menghentikan langkahnya di samping bangku Ninda.

“Orang dia udah punya pacar, mana mungkin bisa diajak ke kantin bareng,” kata Rama sambil menepuk bahu Gema.

“Kalian duluan, nanti kita nyusul,” jawab Regan.

Tanpa berpikir panjang, Rama dan Gema beranjak dari hadapan mereka. Gema menghela napas pendek, kemudian menatap Rama sekilas.

“Gara-gara lo sikap Regan berubah drastis, dia udah gak mau ke kantin bareng kita lagi,” ujar Gema dengan sedikit ketus.

“Jangan salah paham dulu. Dan lo juga jangan main game mulu, kan gue sama Regan teman segame lo yang real,” balas Rama membuat Gema terdiam sampai mereka hinggap di bangku kantin.

Mereka berdua memesan nasi goreng Mang Asep yang telah menjadi primadona di lidah penikmatnya termasuk mereka berdua. Gema yang baru saja hendak masuk ke game, Rama tahan. Sebenarnya ada rasa takut jika temannya ini, hari-harinya dikuasai oleh game di ponselnya.

“Bisa gak, lo gak main game sehari saja. Hampir tiap jam lo nunduk terus fokus dengan game, kan gue barusan bilang, gue ini teman segame yang real.” Rama menatap penuh ke arah temannya itu.

“Serah gue lah, ini kan hidup gue, lo gak usah ngatur. Orang tua gue juga gak ngatur-ngatur gue, lah lo keluarga gue juga bukan,” tegas Gema membuat Rama tersenyum miris.

Di antara pertemannan yang mereka jalin selama hampir tiga tahun, hanya Rama yang bisa dibilang keluarganya sempurna. Berbeda dengan Regan, ibunya sakit keras dan ayahnya merantau jauh demi bisnis yang dijalaninya. Begitu juga dengan Gema, anak semata wayang yang ditinggal jauh keluarganya dan lagi-lagi bisnis menjadi penyebab utama.

“Ge, gue emang bukan keluarga lo, tapi gue teman lo. Ya, seenggaknya gue bisa membuat lo sedikit memerhatikan diri lo sendiri,” jelas Rama.

Gema tidak peduli dengan ucapan temannya itu, malah kedua tangannya serta matanya fokus dengan layar ponsel yang menayangkan game online.

Bersamaan dengan Mang Asep menyajikan pesanannya, dua sejoli yang baru saja resmi menjalin pacaran duduk di antara mereka berdua. Siapa lagi kalau bukan Regan dan Ninda, yang akhir-akhir ini menjadi sorotan siswa-siswi Ganesha High School.

“Mang pesan dua,” seru Regan sambil melepaskan rangkulannya dari bahu Ninda.

“Nggak apa-apa kan gue gabung di sini?” tanya Ninda sambil menatap ke arah Rama juga Gema bergantian.

Rama balas menatap ke arah Ninda. “Oh, enggak apa-apa. Oh iya, karena kalian udah jadian, gimana kalo kita ngerayain dengan acara kemping di pantai. Mau nggak?”

“Satu kelas?” timpal Ninda.

“Kita berempat aja, gimana?”

“Oke, gimana Ge?” timpal Regan sambil menepuk bahu Gema yang sibuk dengan ponselnya.

“Hm, kapan?” respons Gema.

“Malam sabtu aja, jadi hari minggunya kita bisa istirahat,” jawab Rama.

“Hm, masa ceweknya gue doang,” rengek Ninda.

“Emang kenapa kalo ceweknya sendiri? Takut sama Rama? Atau Gema? Tenang aja kan ada aku,” balas Regan sambil menampakkan deretan giginya.

“Gimana, Ge, lo mau ikut?” Rama menatap ke arah Gema yang sedari tadi bergeming.

“Oke, gue ikut.”

Mereka semua tersenyum senang, besok lusa sepulang sekolah mereka akan kemping di daerah pantai. Selebihnya, mereka berempat mengobrol tentang perlengkapan yang akan mereka bawa untuk lusa nanti. Sudah dapat dipastikan, acara ini akan menjadi acara terindah sebelum memasuki hari-hari sibuk untuk ujian nanti.

O0O

Ana dan Evi menikmati usus yang di pesannya beberapa menit lalu, keduanya hening fokus terhadap makanan dan dua objek yang sedang di tatapnya saat ini. Siapa lagi kalau bukan Ninda dan Regan. Sepasang kekasih yang bersatu karena kebencian di hati mereka, alih-alih rasa benci tersebut berbuah menjadi rasa cinta. Terakhir mereka lihat akun spesial Regan dan Ninda telah meraup followers lebih dari lima ratus dalam hitungan hari. Luar biasa!

“An, lo yakin enggak cemburu sama mereka?” tanya Evi.

Ana hampir saja tersedak dengan usus yang dibaluri cabe giling itu, alhasil kefokusan terhadap dua sejoli itu terputus dan Ana berlagak seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

“Cemburu? Ayolah, Vi, gue kan udah bilang yang gue cintai hanya David, bukan Regan!” jawab Ana.

“Kok, gue cemburu ya. Gue jadi benci sama Ninda. Kalo lihat dia bawaannya pengen marah gitu,” ungkap Evi membuat Ana menoleh ke arahnya.

“Vi, yang membuat lo begini itu bukan cinta tapi ambisi. Misalnya, kalo lo jadian sama Regan, terus lo senang tapi tidak dengan Regan. Kan kasihan dia, masa lo tega ngebiarin Regan ditimpuk dengan kesenangan lo aja.” Entah apa yang merasuki Ana, mulutnya tiba-tiba jago memberi jamuan untuk temannya itu, sementara dirinya tidak sadar diri bahwa dirinya juga memiliki rasa yang hampir sama dengan Evi.

Ana dan Evi melanjutkan acara makan ususnya, tanpa mereka sadari seseorang duduk di hadapannya dengan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya. Keduanya mendongakkan kepalanya dan membeku seketika melihat cowok berperawakan gagah, rapi, dan jangan lupakan senyum manis yang terpapar di bibirnya.

“Gakpapa, kan, gue duduk di sini?” tanya cowok bermata cokelat itu.

Keduanya gelagapan, kehadiran cowok ini di kantin merupakan hal yang begitu langka. Biasanya cowok ini akan sibuk di ruang kerjanya atau perpustakaan atau mungkin di basecamp hanya sekadar berkumpul dengan teman-teman satu ekstrakurikulernya, yaitu futsal.

“Hm, enggak apa-apa kok, Vid.” Ana yang menjawab, sementara Evi masih tertegun dengan cowok di hadapannya.

“Kamu, A-na? Dan kamu—”

“Evi, temannya Ana.”

Ana menoleh sejenak ke arah Evi, lantas kakinya menginjak kaki Evi dan membuatnya tersentak. Ingin sekali Ana menjitak kepala Evi sekarang juga, pasalnya sudah dapat ia pastikan bahwa Evi akan menyukai cowok berparas manis ini. Dasar cewek labil!

“Gue baru nyobain lagi jajanan kantin, dan maaf bukannya gue lupa, tapi emang gue jarang gabung di kantin,” ujar David membuat Ana dan Evi menganggukkan kepalanya.

“Dan gue juga, berinteraksi dengan kalian hanya beberapa kali, itu pun saat ada pengumuman atau edaran dari kesiswaan saja. Ya gue lupa-lupa ingat. Btw, teman kalian yang satunya lagi, Nin-da mana, tumben enggak dengan kalian?”

Evi langsung memutar bola matanya, malas. “Kamu enggak tau, sekarang dia kan udah jadian sama Regan. Tuh orangnya.” Evi menunjuk ke arah sekelompok orang yang tengah becanda ria di sana.

“Gue, tau kok, mereka jadian. Terus kenapa kalian enggak gabung dengan mereka? Bukannya menyenangkan kalau gabung bersama?”

“Yang ada gue patah hati, Vid.” Evi benar-benar cemburu parah, terlihat dari cara bicaranya yang blak-blakkan tanpa di saring terlebih dahulu.

David terkekeh menanggapi orang seperti Evi. “Oh, jadi kalian cemburu?”

“Enggak!” jawab Ana, “maksudnya gue enggak cemburu, hanya Evi saja yang cemburu,” sambungnya.

David menganggukkan kepalanya. “Cinta itu tidak bisa dipaksakan, sekarang lo hanya perlu menikmati kenyataan. Mau pahit, atau manis, lo harus menikmatinya. Kalo gagal menikmati, lo gak akan pernah bisa melewati kenyataan-kenyataan yang sudah menunggu di depan lo, mungkin saja kenyataan yang akan datang nanti lebih dari ini.”

Cowok itu bangkit dari duduknya dan mengajak mereka untuk mengikutinya. Apa yang diucapkan oleh David berhasil membuat dua cewek yang sama-sama terbakar cemburu sadar akan kenyataan ini. bagaimanapun kenyataannya, mereka harus menikmatinya. Hanya itu!

“Ekhem!” David berdeham sambil memandangi keempat siswa yang sedang asyik bercengkerama.

Keempatnya menoleh bersamaan menyiratkan tanda tanya besar terhadap tiga sosok yang datang tiba-tiba.

“Boleh gak kita gabung?” tanya David.

“Boleh kok Vid, kayak apa aja pake izin segala,” jawab Rama.

David duduk di samping Gema yang tidak lepas dari ponselnya semenjak tadi, sementara yang lainnya duduk berdampingan dengan Ninda.

“Oh iya, gimana kalo kemping nanti mereka ikut,” saran Ninda, matanya menyapu ketiga temannya yang baru saja bergabung. “Secara, orang tua gue juga enggak akan khawatir kalo ngizinin.”

Regan menganggukkan kepalanya. “Boleh.” Yang lainnya hanya mengangguk.

“Emang kalian mau kemping ke mana, dan kapan waktunya?” tanya David sang ketua osis.

David Aryasatya Madani, cowok yang menjabat sebaga ketua osis sekaligus cowok yang menjadi kebanggaan guru akan prestasinya di bidang akademik bukanlah sosok yang ingin menonjol di antara siswa lainnya. Seperti yang diungkapkannya, dia lebih senang menyibukkan diri di basecamp atau ruang osis dengan kata lain usaha agar tidak menjadi pusat perhatian orang banyak.

“Pulau Semak Daun, hari Jumat,” jelas Rama.

“Kalian ikut juga, ya?” Ninda menatap kedua teman ceweknya yang entah kenapa bergeming sedari tadi.

“Oke!” jawab Ana yang disusul oleh Evi.

Akibat ucapan David beberapa menit yang lalu, perlahan rasa benci yang ditujukan kepada Ninda lenyap dari perasaan Evi. Sementara Ana, ia masih membeku dengan apa yang akan terjadi di acara kemah nanti. Sungguh, menghabiskan waktu di alam terbuka dengan melibatkan cowok yang disukainya adalah pengalaman yang sangat luar biasa.

Semenjak obrolan ini, Rama segera membuat grup whats app untuk kelancaran acara ini. Laki-laki kalem itu meminta nomor David untuk dimasukkan ke grup khusus. Di sisi lain Ana bersyukur tergabung dalam acara ini, selain senang karena akan menghabiskan waktu bersama David, ia juga bisa menghabiskan data ponselnya hanya untuk David. Mengagumi David hampir tiga tahun ini, baru sekarang ia bisa mendapatkan kontaknya tanpa harus malu meminta.

O0O

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
U&I - Our World
329      222     1     
Short Story
Pertama. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu indah, manis, dan memuaskan. Kedua. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu menyakitkan, penuh dengan pengorbanan, serta hampa. Ketiga. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu adalah suatu khayalan. Lalu. Apa kegunaan sang Penyihir dalam kisah cinta?
PELANGI SETELAH HUJAN
419      293     2     
Short Story
Cinta adalah Perbuatan
Dearest Friend Nirluka
59      54     0     
Mystery
Kasus bullying di masa lalu yang disembunyikan oleh Akademi menyebabkan seorang siswi bernama Nirluka menghilang dari peradaban, menyeret Manik serta Abigail yang kini harus berhadapan dengan seluruh masa lalu Nirluka. Bersama, mereka harus melewati musim panas yang tak berkesudahan di Akademi dengan mengalahkan seluruh sisa-sisa kehidupan milik Nirluka. Menghadapi untaian tanya yang bahkan ol...
Heya! That Stalker Boy
507      299     2     
Short Story
Levinka Maharani seorang balerina penggemar musik metallica yang juga seorang mahasiswi di salah satu universitas di Jakarta menghadapi masalah besar saat seorang stalker gila datang dan mengacaukan hidupnya. Apakah Levinka bisa lepas dari jeratan Stalkernya itu? Dan apakah menjadi penguntit adalah cara yang benar untuk mencintai seseorang? Simak kisahnya di Heya! That Stalker Boy
Snow
2449      810     3     
Romance
Kenangan itu tidak akan pernah terlupakan
Pesona Hujan
885      467     2     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
27th Woman's Syndrome
9661      1807     18     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan
HEARTBURN
328      235     2     
Romance
Mencintai seseorang dengan rentang usia tiga belas tahun, tidak menyurutkan Rania untuk tetap pada pilihannya. Di tengah keramaian, dia berdiri di paling belakang, menundukkan kepala dari wajah-wajah penuh penghakiman. Dada bergemuruh dan tangan bergetar. Rawa menggenang di pelupuk mata. Tapi, tidak, cinta tetap aman di sudut paling dalam. Dia meyakini itu. Cinta tidak mungkin salah. Ini hanya...
Nina and The Rivanos
8466      1903     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...
The Ruling Class 1.0%
1161      474     2     
Fantasy
In the year 2245, the elite and powerful have long been using genetic engineering to design their babies, creating descendants that are smarter, better looking, and stronger. The result is a gap between the rich and the poor that is so wide, it is beyond repair. But when a spy from the poor community infiltrate the 1.0% society, will the rich and powerful watch as their kingdom fall to the people?